Sabtu, 12 Mei 2007

Membongkar Pemaknaan Ayat Versi Depag: Mencari Tafsir Alternatif

Membongkar Pemaknaan Ayat Versi Depag: Mencari Tafsir Alternatif

Oleh: Saleh Lapadi

Memaknai ayat Al-Quran memang tidak mudah, sekedar menguasai bahasa Arab pun bukan melulu mencukupi. Untuk itu diperlukan seperangkat ilmu lain yang berkaitan dengan Al-Quran agar terjemahan yang dilakukan lebih tepat dan benar.

Dalam tulisan ini, saya ingin mencoba memaknai ayat Al-Quran dengan alternatif lain lepas dari apa yang telah dilakukan secara baku oleh Departemen Agama. Sambil mencoba membuka u*censored* baru pemaknaan ayat Al-Quran yang lebih ramah. Sehingga Al-Quran tidak lagi dimaknai secara terpilah-pilah namun dengan tuntunan yang utuh dari sebuah pandangan dunia.

Sekaitan dengan itu, fokus utama yang hendak saya pertajam adalah masalah pemaknaan yang semena-mena terhadap Al-Quran tentang perempuan. Seluhurnya, sebelum memaknai hal yang berkaitan dengan perempuan, seorang penerjemah hendaknya terlebih dahulu memiliki sebuah pandangan yang holistik tentang perempuan menurut perspektif Islam. Hal ini urgen dirasa, karena perkara tersebut akan menuntunnya memberikan bingkai pemaknaan yang lebih tepat dan benar.

Sebagai contoh kasus yang akan saya dedah dalam tulisan ini adalah bagian dari Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 34. Alah set berfirman:

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatiri nusyuznya[1], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka.”[2] Dalam ayat 34 surat An-Nisa’ di atas kata ‘idhribu hunna’ diartikan dengan dan pukulah mereka.

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang penerjemah adalah mencari arti dari kata ‘dharaba’. Dan dalam hal ini kata ‘dharaba’ memiliki banyak arti. Al-Quran sendiri memakai kata ini dalam banyak pengertian seperti; membuat contoh dan permisalan,[3] bepergian,[4] membuat,[5] menutup,[6] dan makna-makna lain yang disebut dalam kamus bahasa Arab. Sekalipun memiliki makna yang beragam namun kata ‘dharaba’ memiliki makna yang lebih sering digunakan yaitu memukul.

Sesuai dengan kaidah bahwa zuhur[7] sebuah kalimat adalah hujjah dan dapat dijadikan alasan, maka kata ‘dharaba’ kemudian dimaknai dengan memukul. Artinya, makna terdekat dan yang sering dipakai adalah memukul. Dengan demikian, ayat Al-Quran di atas yang diartikan dengan memukul memiliki pembenaran.

Sebelum mengkaji ayat di atas, mungkin perlu untuk melihat susunan secara umum dari ayat tersebut dan apa pesan yang dikandungnya. Al-Quran, dalam versi terjemahan Depag, hendak memberikan tuntutan bagaimana seorang suami memperlakukan istrinya bila dikhawatirkan akan melakukan pembangkangan terhadapnya atau melakukan perbuatan yang melanggar aturan-aturan agama maka yang harus dilakukan adalah: (1) Memberi nasihat, (2) Pisah ranjang, dan (3) Memukul.

Di sini terlihat bahwa Al-Quran mencoba untuk memberikan jalan keluar bagi seorang suami sebagai kepala rumah tangga apa yang harus dilakukan bila istri melanggar. Tiga cara bertahap yang perlu dilakukan oleh seorang suami dimaksudkan agar istrinya kemudian kembali dan insaf untuk tidak melakukan hal melanggar tersebut. Untuk itu langkah pertama yang perlu ditempuh adalah memberi nasihat. Harus ada dialog terlebih dahulu. Bila ternyata sang istri masih tetap dengan perilaku menyimpangnya maka langkah kedua yang perlu diambil adalah dengan melakukan pisah ranjang. Sang suami kemudian mengambil jarak dari sang istri. Terlihat di sini bahwa tahapan kedua ini lebih keras dari yang pertama. Sayangnya, tanpa melihat proses ini dan penjelasan lain yang akan datang tiba-tiba terjemahan menjadi memukul. Artinya pada langkah ketiga yang harus ditempuh oleh seorang suami adalah dengan memukul istri.

Sebagai metode dalam memperbaiki dan mengubah seseorang, cara memukul bukanlah jalan keluar yang terbaik. Karena perilaku memukul bukan hanya tidak memberikan hasil yang diinginkan bahkan sebaliknya, orang yang dipukul malah kemudian bisa bertambah sikap pembangkangannya. Mungkin untuk sementara waktu ia akan taat tapi kemudian malah melakukan yang lebih buruk.

Ada satu makna lain untuk kata ‘dharaba’ seperti yang disebutkan dalam kamus Al-Munjid yang berarti berpisah. Dan satu makna lain yang lebih tepat untuk ayat ini adalah membiarkan dan tidak memperhatikan sebagaimana dalam hadis yang menyebutkan bahwa bila ada riwayat yang tidak sesuai dengan ayat Al-Quran, maka biarkan dan lemparkan saja ke tembok. Artinya, hadis tersebut tidak perlu diperhatikan dan dipedulikan lagi.

Bila makna ini yang kita ambil untuk memaknai ayat Al-Quran surat An-Nisa’ di atas akan lebih sesuai dengan tahapan untuk memperbaiki istri. Setelah dinasihati maka yang perlu dilakukan adalah pisah ranjang untuk sementara waktu dan bila masih juga terjadi pembangkangan yang perlu dilakukan seorang suami adalah membiarkan dan tidak menyapa istrinya agar sadar bahwa apa yang dilakukannya sangat tidak disukai oleh suaminya. Di sini, pada langkah ketiga di mana suami mencoba untuk tidak melakukan hubungan dengan istrinya secara total, istri akan merasa bahwa ia sudah betul-betul tidak diperhatikan lagi sebagai salah satu anggota keluarga. Dengan ini diharapkan bahwa sang istri kembali sadar dengan tanggung jawabnya selaku istri.

Pemaknaan ayat 34 surat An-Nisa’ dengan yang dijelaskan di atas akan lebih sesuai dengan ayat lain dari surat An-nisa’ yang berbunyi, “Dan bergaulah dengan mereka secara patut”.[8] Bahwa cara yang dilakukan dengan mendiamkan istri dan tidak memperhatikannya akan lebih tepat disebut pergaulan yang ma’ruf dan patut.

Di sisi lain, bila dimaknai dengan memukul maka akan memberikan pembenaran kepada setiap suami untuk melakukan penganiayaan kepada istrinya dengan sedikit kesalahan yang diperbuat. Ditambahkan lagi kurangnya perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan bila pemukulan dilakukan di dalam rumah membuat semakin sulit melakukan pembelaan terhadap hak-hak istri.

Sementara itu, dalam buku-buku fikih dijelaskan bahwa bila pemukulan dilakukan hingga menimbulkan bekas, maka pemukulan yang semacam ini dilarang bahkan dapat diadukan ke pengadilan. Dan bila itu benar, tentunya sang suami akan didenda dan diqisas terhadap perilakunya.

Oleh ulama, dalam menjelaskan masalah nusyuznya seorang istri, tidak banyak yang membicarakan tentang masalah pemukulan melainkan bagaimana memutuskan untuk seorang suami tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Jarang ulama yang menjelaskan kualitas pemukulan yang tidak memberi bekas, berapa kali memukul dan setiap kali memukul jumlah pukulannya berapa dan lain-lain. Dan lebih penting dari itu, bila terjadi pengulangan berapa kali suami diperbolehkan melakukan proses ini. Sampai kapan, hal ini harus dilakukan.

Dan jangan lupa, bahwa peringatan terakhir dengan memukul bahkan mungkin menimbulkan perkelahian di antara kedua pasangan suami istri. Di sini, lagi-lagi, usaha untuk saling memahami kembali dari keduanya malah sulit dicapai bahkan menjadi hilang. Memukul malah menghilangkan tujuan asli dari ayat tersebut yang menginginkan bersatunya kembali pasangan suami istri.

Di sini pemaknaan ayat dengan kata memukul menjadi naif dan sia-sia, karena memukul dengan pelan dan tidak menimbulkan bekas tidak akan banyak pengaruhnya. Bahkan, langkah kedua yang dilakukan boleh dikata lebih baik dan lebih berpengaruh dari memukul tapi ringan. Sementara itu, yang diinginkan dari tahapan terakhir dari perilaku seorang istri yang membangkang tadi adalah agar ia kemudian sadar. Namun ternyata dalam prakteknya tahapan akhir malah lebih ringan dari yang kedua. Kecuali bila dimaknai bahwa penyebutan ketiga cara yang dilakukan itu tidak memiliki arti tahapan. Dan, tahapan akhir adalah yang terberat. Namun ini juga sulit diterima setelah melihat cara dan gaya bertutur Al-Quran itu sendiri.

Akhir dari keributan pasangan suami istri adalah perceraian. Namun itu dilakukan ketika sudah tidak ada lagi logika yang dapat mengembalikan seorang istri ke pangkuan suaminya. Dan itu tidak didapatkan dengan memukul. Karena setelah memukul masih ada cara lain lagi yang dapat dilakukan yaitu tidak lagi melakukan hubungan dengan istri dan mengacuhkannya agar ia sadar bahwa ia masih diinginkan. Namun bila itu juga sudah tidak mempan baru ditempuh jalan terakhir yaitu perceraian. Perceraian tanpa harus dilakukan setelah baku hantam. Namun sebagaimana kata Al-Quran, bahwa bila kalian ingin berpisah, maka berpisahlah dengan cara yang baik, sebagaimana sebelumnya telah mengarungi kehidupan dengan baik.

lebih menarik lagi bila ayat tersebut ditarik dan dimaknai sebaliknya ketika suami yang melakukan pelanggaran. Apa yang harus dilakukan oleh istri? Kecuali bila dikatakan bahwa ayat ini hanya untuk suami maka tertutup kemungkinan seorang istri untuk melakukan usaha perbaikan keutuhan rumah tangganya. Atau setidak-tidaknya perempuan tidak memiliki tuntunan yang langsung diberikan oleh Al-Quran. Sementara dalam waktu yang bersamaan ayat menyebutkan bahwa suami istri saling menutupi yang lain. Keduanya punya hak yang sama. Dan bila dipahami bahwa cara ini untuk keduanya (baca: suami dan istri) maka jelas sangat naif sekali memaknai memukul untuk istri kepada suami. Oleh karenanya, aturan bagaimana seorang suami atau istri dalam usaha untuk menjaga keutuhan rumah tangganya ketika melihat salah satu melakukan tindakan menyimpang adalah: (1) Menasihati, (2) Pisah ranjang, dan (3) Mengacuhkan.

Ketiga cara ini adalah tuntunan yang diberikan oleh Alah dalam Al-Quran sebagai salah satu bentuk kontrol sosial dalam keluarga. Kontrol sosial yang ditekankan kepada kedua belah pihak, tidak diperuntukkan hanya kepada suami saja. Di sini, mengacuhkan pada tahapan ketiga dapat mengambil bentuk yang sesuai dengan kondisi yang ada. Untuk suami, Rasululah saw memberikan jalan keluar dengan tidak memberikan nafkah sehari-hari kepada istri.

Ada sebuah hadis yang menarik dan dapat dipakai untuk memaknai kata ‘dharaba’ dalam ayat tanpa mengartikannya dengan memukul. Namun mengacuhkan istri dengan tidak memberikan nafkah lahiriah. Setelah pada tahap sebelumnya telah mengacuhkannya dengan pisah ranjang. Rasululah saw bersabda, ‘Aku heran terhadap seorang yang memukul istrinya. Dialah yang semestinya lebih layak untuk dipukul. Jangan kalian memukul istri kalian dengan kayu karena akibatnya adalah kalian akan diqisas. Kalian dapat memutuskan untuk tidak memberikan istri kalian nafkah sehari-harinya. Perbuatan lebih bermanfaat bagi kalian di dunia dan di akhirat’.[9][10]

Dalam hadis di atas ternyata Nabi Muhammad saw tidak memperbolehkan kepada seorang suami untuk memukul istrinya dan malah menggantikannya dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya. Karena dari satu sisi, dapat menahan dan memperbaiki perilaku istri dan yang lebih penting lagi adalah tanggung jawab di hadapan Alah nantinya lebih ringan.

Seandainya kita bersikeras untuk tetap memaknai kata ‘dharabu’ dengan arti memukul maka yang perlu diketahui bahwa itu tidak wajib. Memukul istri bukan sebuah kewajiban ketika tahapan kedua telah dilalui. Mengapa demikian? Karena setidak-tidaknya Nabi memberikan satu contoh lain memperlakukan istri dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya. Artinya, makna memukul bukan satu-satunya makna yang dimiliki oleh kata ‘dharabu’ dalam ayat 34 surat An-Nisa’ di atas. Sangat mungkin sekali bahwa pada suatu kesempatan untuk mengembalikan istri ke pangkuan suami dengan cara memukul dan pada suatu kesempatan lain dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya atau mengacuhkannya.[]

Rujukan:

[1] . Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami istri. Nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. (makna ini dari Depag sendiri. –pen)

[2] . Terjemahan ini diambil dari terjemahan DEPAG dalam Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran Dept. Agama RI Pelita V/Tahun III/1986/1987. Dicetak oleh PT. Serajanya Santra.

[3] . QS. 14:24.

[4] . QS. 4:94.

[5] . QS. 16:74.

[6] . QS. 24:31.

[7] . Dalam kaidah ilmu usul fikih dikenal dengan hujjiah zuhur yang berarti bahwa sebuah kata bila memiliki makna yang beragam maka pemaknaan kata tersebut adalah yang biasa dipakai dan yang paling pertama tersurat dalam benak pendengar.

[8] . QS. 4:19.

[9] . Mirza An-Nuri, Mustadrak Al-Wasail, jilid 14, hal 250, cetakan Muassasah Alul Bayt. Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar, jilid 103, hal249, hadis ke 38, cetakan Teheran.

[10] . Hadis ini menurut para ilmuwan hadis dan rijal dianggap dapat dipercaya (muwatssaq) bahkan oleh sebagian yang lain menyebutnya sahih. Dengan demikian hadis-hadis yang menyebutkan memukul perempuan dengan ungkapan ‘Al-Madhrab bis Siwak’ yang berarti memukul dengan kayu siwak menjadi lemah.Pertama dari sisi sanad karena hanya diriwayatkan oleh At-Thabarsi dalam bukunya Majma’ Al-Bayan. Dan yang kedua, dari sisi matan. Hal ini dikarenakan ulama ketika sampai pada hadis-hadis seperti ini kemudian memberikan penafsiran lain tidak seperti apa adanya.Seperti disebutkan oleh Syahid Ats-Tsani bahwa yang dimaksud memiliki hikmah berhubungan seks karena memukul sangat tidak mendidik. Begitu juga Marhum Al-Bahrani dalam bukunya Al-Hadaiq, jilid 24, hal 617.

Belumkah tiba saatnya? (Nasehat irfan dan akhlak Imam Khomeini RA)

Belumkah tiba saatnya? (Nasehat irfan dan akhlak Imam Khomeini RA)

Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’id

Al-Quran telah menentukan dengan jelas arah perjalanan manusia untuk menuju kesempurnaan yang dikenal dengan istilah sirath mustaqim. Jalan ini hanya bisa ditempuh dengan penyembahan dan penghambaan kepada Allah swt. Dalam al-Quran Allah berfirman: “Sembahlah Aku! Sesungguhnya ini adalah jalan yang lurus” (Yasin:61) “Ikutilah Aku! Sesungguhnya ini adalah jalan yang lurus” (Zukhruf:61)

Melangkah menuju jalan yang lurus adalah satu-satunya jalan yang bisa mengembangkan potensi baik manusia, dan menekan benih-benih kejahatan yang ada dalam diri manusia. Allah swt tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa memberikan arah harus ke mana, akan tetapi manusia dilengkapi dengan dua penunjuk jalan. Pertama penunjuk dari dalam diri manusia itu sendiri yang disebut dengan akal, dan kedua adalah penunjuk dari luar yaitu para Nabi dan utusan-Nya.

Untuk menengok kembali lembaran-lembaran hidup, serta menuju kepada kehidupan yang lebih baik, mari kita ikuti nasehat-nasehat serta wejangan irfan dan akhlak Imam Khomeini RA. Semoga hari-hari kehidupan kita menjadi lebih baik.

Penyucian Diri dan Suluk

Belumkah tiba saatnya kita harus memperbaiki diri dan menyingsingkan lengan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit jiwa?

Kalian yang mulia! Bangunlah dari tidur dan sembuhkan segala penyakit dengan al-Quran dan hadis.

Ketahuilah! Jika kamu melangkah menuju jalan kebahagiaan, dan berdamai dengan Allah serta meminta ampunan kepada-Nya, maka pintu kebahagiaan akan dibuka untukmu, kalian akan mendapatkan pertolongan dari alam gaib.

Kalian yang mulia! Ketauhilah bahwa keinginan hawa nafsu tidak akan berakhir dan tidak mengenal batas akhir!

Jangan sampai terjadi di mana seseorang belum memperbaiki dirinya sementara masyarakat berduyun-duyun menggemarinya dan menjadi orang terpercaya di tengah-tengah masyarakat. Sehingga ia harus melupakan dan kehilangan kontrol dirinya.

Bila kalian ketika di dunia (ladang akhirat) tidak mampu memperbaiki diri, niscaya segalanya telah terlambat untuk memperbaiki kebejatan jiwa.

Ini bukan masalah kerugian dunia, sehingga seseorang bisa mengatakan: “Bila saat ini tidak berhasil, maka besok aku akan menggantinya dan bila tidak bisa diganti tidak masalah, dan kemudian berlalu begitu saja. Ini terkait dengan kebahagian dan kecelakaan yang abadi. Kecelakaan yang tidak ada akhirnya, kesusahan yang tidak memiliki batas akhir.

Betapa banyak sifat buruk seperti bakhil atau hasut yang masih baru muncul dalam diri seorang pemuda, akan tetapi dengan sedikit perhatian dan perbaikan akan berubah menjadi sifat yang baik. Bila masalah ini dibiarkan saja, maka akan membutuhkan pelatihan yang serius, usaha sungguh-sungguh dan waktu yang cukup lama.

Boleh jadi nasib dan ajal tidak mau memberikan kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki dirinya, sehingga sampai mati ia tetap memiliki akhlak buruk yang menjadi penyebab siksa kubur dan siksa neraka.

Di masa muda, kemauan dan kebulatan tekat manusia juga masih muda dan kuat. Oleh karena itu, di masa ini perbaikan diri bagi seseorang akan lebih mudah. Namun, di masa tua kemauan dan tekat manusia menjadi melemah dan tua, sehingga sulit untuk menguasai kekuatan nafsu.

Musim seminya taubah

Kesempatan dan pintu taubat senatiasa terbuka bagi siapa saja yang berbuat dosa dan kesalahan. Rahmat Allah sangat luas.

Masa muda adalah musim seminya taubat. Masa muda, beban dosa masih ringan. Kotoran dan noda hati lebih sedikit. Kemungkinan bertaubat lebih mudah.

Oleh karena itu, takut dan hati-hatilah akan tipu muslihat setan, dan jangan membohongi Allah!

Pembicaraan yang sia-sia

Sedikit sekali orang yang berbuat sia-sia dan batil serta tidak menjaga lidahnya dengan benar, pada saat yang sama ia terjaga dari perbuatan dosa. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk diam dan menjaga mulut.

Kesucian dan menahan hawa nafsu

Orang-orang yang tidak menjaga kesucian dirinya bukan termasuk Syiahnya Imam Sadiq as, meskipun mereka menganggap dirinya sebagai Syiah. Orang-orang yang mengikuti nafsu binatang dan berperilaku seperti perilaku binatang, mereka telah keluar dari lingkungan akal dan bukan termasuk orang yang taat kepada Allah swt.

Mencari-cari kejelekan

Tidak ada kejelekan yang lebih parah daripada kejelekan di mana seseorang tidak memahami kejelekannya sendiri bahkan ia melalaikannya, dan pada saat yang sama ia mencari-cari kejelekan orang lain, sementara dalam dirinya bertumpuk-tumpuk kejelekan. Mengapa gangguan hati harus menyesatkan manusia? Mengapa kemauan hawa nafsu harus menyingkirkan segalanya? Mengapa yang tampak baginya hanya kejelekan orang lain?

Bukan tugas keagamaan, seseorang harus menfitnah sesama muslim lainnya, menjelek-jelekkan saudara segamanya! Ini adalah cinta dunia dan cinta hawa nafsu, Ini adalah bisikan-bisikan setan yang menyeret manusia ke dalam kehancuran.

Zikir dan mengingat Allah swt

Kalian yang mulia! Sebanyak-banyak mengingat Allah, tetap masih kurang. Biasakan hati untuk senantiasa mengingat Allah, sehingga atas kehendak-Nya, hati selalu mengingat Allah dan Allah selalu diingat hati!

Agar hati tetap hidup sebaiknya selalu mengingat Allah terutama dengan zikir nama-nama-Nya seperti “Ya Hayyu Ya Qayyum” dengan disertai kehadiran hati.

Diriwayatkan dari sebagian ahli zikir dan makrifat, untuk perbaikan hati sebaiknya bersujud sekali di siang hari dan sekali di malam hari sambil memperbanyak bacaan “La Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Min Al-Zalimin”.

Jangan sampai melupakan Allah meskipun hanya sekejap, karena melupakan Allah akan menyeret manusia kepada kehancuran.

Setelah hati hadir untuk mengingat Allah dan al-Quran, bacakan ayat-ayat tauhid, zikir-zikir tauhid dan zikir kesucian dengan disertai kehadiran hati dan kondisi suci, dengan pengertian anggap saja hati sebagai anak kecil yang belum bisa berbicara dan sedang mengajarinya agar berbicara.

Menghitung diri

Jika kamu di dunia menghitung dirimu sendiri (amal perbuatan selama masih hidup), maka di hari perhitungan kamu tidak akan mengalami kesulitan dan tidak merasa takut di hari itu.

Bila kamu mau membaca akhir surat Hasyr ayat 18 sampai selesai dimana ayat ini mencakup tentang tazakkur dan perhitungan diri serta mengandung seputar masalah tauhid, asma dan sifat-sifat Allah ketika pikiran kamu kosong misalnya di akhir malam ketika mau tidur atau sesudah terbitnya fajar sampai terbitnya matahari dengan kahadiran hati dan bertafakkur tentangnya, maka isyaallah mendapatkan hasil yang baik.

Jika kamu mau menghitung dirimu di waktu siang atau malam beberapa saat saja dengan kehadiran hati dan mencari cahaya dan pengaruh iman di dalamnya, maka kamu akan memperoleh hasilnya secepatnya.

Sebelum catatan amal kita sampai kepada Allah swt dan sebelum catatan amal kita sampai di tangan Imam Zaman af, mari kita perhatikan dulu diri kita!

Cinta dunia

Biasakan dirimu untuk hidup sederhana. Hindarkan dirimu dari mencintai harta kekayaan, kedudukan dan pangkat.

Ketergantungan diri kepada materi dan harta benda menahan seseorang dari kafilah manusia. Keluar dari ketergantungan materi dan harta benda dan perhatian kepada Allah swt membawa seseorang menuju kepada derajat kemanusiaan.

Penyembuhan total mayoritas kejahatan adalah dengan cara menyembuhkan penyakit cinta diri, karena dengan sembuhnya penyakit cinta diri, maka nafsu akan memperoleh ketenangan dan hati juga mengalami ketenangan, akhirnya ia akan terbiasa tenang dan tidak begitu serius dalam menghadapi masalah-masalah dunia. Bila ada yang mengganggu urusan dunianya, ia akan menghadapinya dengan tenang karena dunia bukan tujuan baginya.

Ikhlas

Orang-orang yang bekerja karena Allah tidak ada makna kalah baginya. Orang-orang yang bekerja karena dunia di dalamnya mengandung makna kekalahan artinya bila mereka tidak sampai pada tujuannya, maka ia kalah dan umurnya hilang sia-sia.

Di mana saja kamu berada berusahalah dan perbanyaklah ikhlasmu. Buang jauh-jauh tipuan hawa nafsu dan godaan setan! Pasti kamu akan berhasil dan mendapatkan jalan hakiki. Jalan petunjuk akan terbuka untukmu dan Allah akan menolongmu.

Kalian yang mulia! Jangan sampai Allah marah kepadamu hanya karena sebuah khayalan batil, hanya karena ingin digemari hamba-hamba yang lemah, hanya karena ingin diperhatikan masyarakat yang sial.

Teratur dalam ibadah

Pada intinya orang yang yang beriman harus menjaga waktu-waktu ibadahnya, terutama waktu-waktu salat karena salat adalah ibadah yang paling penting. Salat harus dilaksanakan pada waktu-waktu utama. Pada waktu-waktu utama jangan sampai menyibukkan diri dengan pekerjaan yang lain. Sebagaimana dalam mencari harta-benda atau untuk belajar dan diskusi ada waktunya secara khusus maka, dalam ibadah juga harus demikian di mana pada saat itu harus lepas dari urusan-urusan lainnya sehingga mudah untuk menghadirkan hati ketika melakukan salat karena kehadiran hati adalah intinya salat.

Sombong

Hati-hatilah kalian yang mulia! Bangunlah dari tidur! Hindari kesombongan setan karena sombong menyebabkan kehancuran abadi manusia, mencegah manusia dari kfilah ahli suluk dan menahan manusia agar tidak bisa mendapatkan makrifat.

Ketahuilah dengan kesombongan nasehat-nasehat ilahi dan ajakan-ajakan para nabi serta nasehat para wali tidak akan berpengaruh... Jangan sampai sombong karena kelebihan yang ada pada dirimu! Karena sombong bersumber dari setan. Pesimislah akan dirimu dan takut serta khawatirlah akan akibat yang buruk.

Marah

Sedikit sekali orang yang menderita dan hancur karena kemarahan. Namun, betapa banyak orang yang keluar dari agama Allah hanya karena marah...!

Menyerahkan diri

Dalam perjalanan spiritual manusia harus berusaha sampai menemukan penunjuk jalan. Ketika sudah menemukan, maka ia harus berserah diri kepadanya dan mengikuti serta menaatinya. Sebagimana kita telah menemukan Rasulullah saw sebagai penunjuk jalan, maka kita harus mengikutinya sepenuhnya dalam menelusuri perjalanan spiritual. Barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah dan utusan-Nya serta menaatinya sepenuhnya, maka dengan cepat akan sampai ke tempat tujuan.

Doa


Doa bisa mengeluarkan manusia dari kegelapan. Ketika manusia sudah keluar dari kegelapan, maka ia akan bekerja hanya karena Allah swt. Ia bekerja tetapi hanya karena Allah, bukannya doa yang menahan manusia dari bekerja.

syukur

Ketahuilah bahwa mensyukuri nikmat Allah baik nikmat lahir maupun nikmat batin adalah salah satu dari tugas penghambaan yang harus dilakukan oleh setiap orang sesuai dengan kemampuannya. Meskipun tidak ada satu makhlukpun yang bisa melakukannya.

Takabur

Barang siapa yang kebodohannya lebih besar dan akalnya lebih sedikit maka takaburnya lebih besar. Barang siapa yang amalnya lebih banyak dan jiwanya lebih luas dan dadanya lebih lapang, maka ia lebih tawadu.

Hati yang sehat

Hati yang sehat adalah hati yang tidak ada di dalamnya selain Allah dan suci dari segala keraguan dan kesyirikan.

Putus asa dan berharap

Salah satu jebakan iblis adalah pertama manusia diseret ke dalam kesombongan. Manusia dikendalikan dengan kesombongan, kemudian diseret untuk melakukan dosa-dosa kecil sampai pada dosa-dosa besar. Karena beberapa lama iblis bermain dengan cara ini, maka ia memenuhi manusia dengan khayalan harapan kepada rahmat Allah untuk memasukkanya ke dalam jurang kesombongan, bila akhirnya iblis melihat manusia sedikit insaf dan ada kemungkinan untuk melakukan taubat dan kembali kepada Allah, maka iblis akan menyeretnya ke dalam keputusasaan dari rahmat Allah dengan mangatakan kepadanya: “Sudah terlanjur, tidak mungkin kamu bisa baik”. Putus asa bersumber dari setan. Harapan bersumber dari Allah, maka senantiasa berharaplah kepada Allah!

Kelembutan dan kasih sayang

Tidak ada kesulitan sama sekali untuk menarik hati masyarakat dan menahan mereka dari perbuatan jahat bila dilakukan dengan kelembutan, kasih sayang dan rasa persudaraan.

Pada intinya, cara yang paling ampuh untuk mencapai tujuan adalah kelembutan dan rasa persudaraan. Bila dalam urusan-urusan duniawi memerlukan kelembutan dan rasa persudaraan, maka dalam urusan agama sebelum melakukan pengarahan kepada masyarakat, senjata yang diperlukan sebelumnya adalah kelembutan dan rasa persaudaraan. Tanpa itu, untuk mencapai tujuan tidak akan terwujud.

Konstan dan gigih

Dengan kegigihan manusia akan tetap tegar dalam menghadapi segala kejadian alam yang tidak menyenangkan. Dengan kegigihan manusia tetap tegar menghadapi tekanan jiwa maupun jasmani. Dengan kegigihan manusia tidak akan terpeleset dan lemah. Dengan ketenangan jiwa, penjagaan kekuatan iman dan agama dengan mudah bisa dilakukan. Dengan ketenangan jiwa manusia bisa terjaga dari cobaan alam sampai detik-detik akhir kematiannya.[disadur dari Majalah Afagh...].

Mendedah Ensiklopedia al-Quran Made in Leiden

Mendedah Ensiklopedia al-Quran Made in Leiden

Oleh: Muhammad Ali Rezai Esfahani

Seandainya saja Andrew mau menengok sedikit saja buku tafsir Ahli Sunah maupun Syi’ah akan dapat ia mengerti bahwa ungkapan itu disampaikan oleh mereka yang menentang Maryam. Dan ungkapan ini pun adalah sebuah peribahasa yang dipakai pada masanya. Untuk lebih jelas lagi, ada sebuah hadis dari Rasululah saw yang menyebutkan, Karena Harun adalah orang yang suci pada zamannya maka di kalangan Bani Israil kemudian dijadikan peribahasa.

Ensiklopedia Quran leiden telah diterbitkan hingga jilid ketiga. Pada jilid pertama, Jane Dammen Mc Auliffe chief editor proyek penulisan ensiklopedia ini memberikan kata pengantar sekaligus memberikan penjelasan mengenai proyek yang ditanganinya ini.

Ensiklopedia leiden berisikan sekumpulan makalah yang secara langsung atau tidak langsung menggambarkan tafsir al-Quran namun dengan titik berat pada al-Quran itu sendiri (bukan ensiklopedia al-Quran yang disertai tafsir). Makalah yang ada merupakan hasil penelitian yang bersandar pada ide-ide dan argumentasi yang telah berkembang. Harapan dari penulisan ini adalah guna memberikan pemahaman ilmiah tentang al-Quran dan bahkan berusaha menaikkan kualitas pemahaman kita tentang al-Quran.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa chief editor proyek penulisan ensiklopedia al-Quran leiden ini adalah Jane Dammen seorang dosen universitas George Town yang dibantu oleh empat peneliti al-Quran Barat terkenal seperti; Claude Giliot dari Prancis, Wiliam Graham dari Amerika, Dad Qadhy dari Chicago dan Andrew Rippin dari Kanada. Sementara format konsultan proyek ini didukung oleh Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammad Arkoun, Gerhard Bouring dari Amerika, Gerald Howthing dari Inggris, Fred limhous dari Belanda dan Angelica Newrourt dari Jerman. Tim ini didukung oleh sejumlah penulis dari negara-negara Islam dan penulis dari Barat. Penerbit Bril mendukung secara penuh proyek ini.

Proyek penulisan ensiklopedia ini dipimpin oleh Janne Dammen yang dimulai sejak tahun 1993 di kota leiden dengan bekerja sama bersama sejumlah ilmuwan. Jilid pertama dari ensiklopedia ini telah diterbitkan pada tahun 2001 oleh penerbit Bril di leiden. Pada jilid pertama ini, memuat sejumlah makalah yang dimulai dari huruf A dan berakhir hingga huruf D. Sementara pada jilid keduanya, memuat sejumlah makalah dari huruf E sampai huruf I. Jilid kedua ensiklopedia leiden itu diterbitkan pada tahun 2002. Setahun setelahnya (2003), diterbitkanlah jilid ketiganya yang memuat makalah dari huruf J hingga O.

Tujuan Proyek Penulisan Ensiklopedia:

1. Membukukan tulisan-tulisan terbaik abad ini dalam bidang al-Quran.

2. Sebagai batu loncatan bagi penelitian lanjutan dalam bidang al-Quran.

3. Sebagai rujukan kalangan akademik dan peneliti al-Quran yang tidak menguasai bahasa Arab.

Beberapa petunjuk teknis dalam penulisan makalah oleh ensiklopedia leiden ini menitikberatkan pada beberapa poin berikut:

1. Penulisan ensiklopedia leiden tetap berupaya memperhatikan kenyataan yang telah lalu dan yang akan datang.

2. Format dan susunan huruf disesuaikan sedemikian rupa sehingga ensiklopedia leiden dapat menampung makalah yang panjang sekalipun.

3. Di samping tetap menjaga hasil karya ilmuwan sebelumnya, apa yang terjadi kemudian pun mendapat perhatian yang cukup. 4. Ensiklopedia Quran leiden bukan tafsir al-Quran. Oleh karenanya, jika terkait dengan para mufassir seperti Thabari dan Fakhr ar-Razi, tentu tidak mendapat tempat. Namun tanpa melupakannya, tetap dicantumkan beberapa rujukan tentang mereka.

4. Ensiklopedia Quran leiden bukan tafsir al-Quran. Oleh karenanya, jika terkait dengan para mufassir seperti Thabari dan Fakhr ar-Razi, tentu tidak mendapat tempat. Namun tanpa melupakannya, tetap dicantumkan beberapa rujukan tentang mereka.

5. Sebisanya penelitian ilmiah tentang al-Quran dimasukkan dalam ensiklopedia ini.

6. Dengan sengaja ensiklopedia leiden memberikan tempat bagi metodologi dan pandangan yang berbeda.

Ensiklopedia Quran leiden memiliki dua struktur ilmiah penulisan yang dipertahankan bersama dalam sekitar seribuan makalah yang disusun berdasarkan alfabet latin. Dua bentuk penulisan ini sebagai berikut:

1. Makalah yang memuat informasi tentang tokoh, pengertian-pengertian, tempat, nilai-nilai, perilaku dan kejadian-kejadian yang terjadi baik yang tersebut dalam matan al-Quran maupun yang terkait secara signifikan dengan matan al-Quran.

2. Makalah yang berkenaan dengan tema-tema penting dalam bidang penelitian al-Quran seperti; seni, arsitektur dalam al-Quran atau sejarah dan al-Quran.

Sekali lagi, sebagai pengingat bahwa ensiklopedia al-Quran leiden ditulis berdasarkan alfabet latin tidak seperti ensiklopedia yang ditulis dalam bingkai ensiklopedia Islam. Namun untuk tidak menyulitkan atau bahkan untuk memudahkan mereka yang terbiasa memakai ensiklopedia dalam alfabet Arab disediakan pada akhir setiap jilid indeks dalam bentuk alfabet Arab.

Sebagai tambahan informasi, tiga jilid yang telah diterbitkan terkait dengan ensiklopedia leiden ini memuat sekitar 788 makalah dengan perincian bahwa pada jilid awal memuat 325 dan jilid kedua 265 makalah dan jilid ketiga sekitar 200 makalah.

Poin-poin positif ensiklopedia leiden

1. latar belakang para penulis yang beragam, baik penulis Islam maupun Barat.

2. Di samping perhatian terhadap tema-tema tradisional, ensiklopedia leiden juga memuat tema-tema baru seperti masalah Feminisme.

3. Kemampuan ensiklopedia leiden dalam mengambil jarak dari cara penulisan tafsir al-Quran.

4. Waktu penyelesaian proyek mulai dari penulisan hingga penerbitan begitu diperhatikan sehingga sesuai dengan perkiraan sebelumnya.

5. Tidak lagi mempergunakan metode dan cara yang dilakukan oleh orientalis lama dan sebisa mungkin menjaga obyektifitas. Sebagai contoh, Margot Badran dalam makalahnya tentang al-Quran dan Feminisme secara transparan menunjukkan bagaimana al-Quran sebagai pembela hak-hak wanita yang hilang. Demikian juga Newboy dalam makalahnya tentang tahrif al-Quran juga secara transparan menyebutkan bahwa tuduhan yang dialamatkan tentang adanya tahrif al-Quran dalam mazhab Syi’ah adalah tuduhan tanpa dasar. Ia bahkan menekankan bahwa al-Quran yang dimiliki oleh Ahli Sunah dan Syi’ah adalah satu dan tidak berbeda. Dennis I, dalam makalahnya tentang Aisyah menyebutkan bahwa Fathimah as. adalah wanita yang paling mulia dibandingkan dengan semua wanita dunia.

Poin-poin negatif ensiklopedia leiden

1. Klaim bahwa makalah yang ditulis berdasarkan penelitian yang serius. Klaim ini dapat dilihat pada mukadimah jilid pertama dari ensiklopedia leiden, namun sayangnya hal ini tidak terlihat merata pada semua penulis. Sebagai contoh, Claude Giliot dalam makalahnya “Tafsir al-Quran di masa-masa awal” menyebutkan bahwa buku ‘Haqaiq at-Ta’wil fi Mutashabi al-Quran’ milik Sayyid Murtadha (W. 406 H) sebagai buku tafsir milik mazhab Mu’tazilah. Bahkan Syaikh Thusi (W. 460 H) dan Syaikh Thabresi (W. 548 H) dimasukkan pada kelompok mufassir Syi’ah yang Mu’tazilah! Terlihat bahwa penulis mengalami kerancuan akibat perbedaan yang terjadi di antara para teolog. Mazhab Islam dalam masalah teologi terbagi menjadi Asya’riah, Mu’tazilah dan Syi’ah. Sekalipun dalam masalah rasionalitas, Mu’tazilah dan Syi’ah memiliki kesamaan, namun itu tidak berarti pada semua hal terdapat kesamaan. Kesalahan ini mungkin dapat ditelusuri pada buku at-Tafsir wa al-Mufassirun milik adz-Dzahabi yang memuat penisbatan ini dan Claude Giliut tanpa melakukan penelitian lebih lanjut kemudian menukilkannya dalam tulisannya itu.

2. Problem metodologi dalam memperkenalkan tafsir-tafsir. Sebagai contoh, Ratroud Wielandt dalam makalahnya “Tafsir al-Quran pada masa modern” menggolongkan tafsir rasional hanya terbatas pada tafsir ijtihad orang-orang tertentu seperti Sayyid Ahmad Khan dari India (W. 1898 M) dan Muhammad Abduh (W. 1905 M). Buku tafsir keduanya digolongkan tafsir rasional karena menggabungkan peradaban dan sains Barat dengan al-Quran.

Yang lebih menarik lagi adalah ia menisbatkan buku ‘al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir al-Quran bi al-Quran’ sebagai milik Muhammad Abu Zaid (W. 1930 M), padahal buku tersebut milik Sir. Sayyid Ahad Khan India dan kesalahan kedua, buku tersebut semestinya dimasukkan dalam kelompok tafsir ilmiah bukan tafsir rasional. Sementara kesalahan ketiga adalah tafsir rasional tidak terbatas hanya pada tafsir ijtihad. Hal ini dikarenakan penggunaan kata akal/rasio dapat ditemukan pada dua bidang;

Pertama, akal burhani (demonstratif) di mana dalam menafsirkan al-Quran menggunakan akal burhani. Sebagai contoh, dalam ayat ‘Yadulahi Fauqa Aidihim’, sesuai dengan akal burhani bahwa ‘Alah tidak berjasad’ mengharuskan ayat ini mesti ditakwil. Apa yang diinginkan dari kata ‘yad’, pada awalnya berarti tangan materi, namun kemudian harus ditakwil dan memaknainya dengan qudrat atau kekuasaan Alah.

Kedua, akal mishbahi atau potensi kognitif yang dapat mempersepsi sesuatu (kekuatan berpikir). Akal dengan makna kedua ini dipergunakan dalam beberapa metode penafsiran. Hal ini dikarenakan akal sebagai potensi yang menggerakkan manusia untuk memahami dan memikirkan ayat al-Quran. Dengan pengertian inilah semestinya kemudian digolongkan dalam tafsir ijtihad.

Berdasar penjelasan yang dikemukakan di atas, tafsir ijtihad tidak terbatas hanya pada tafsir Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan. Format tafsir seperti ini telah dimulai oleh buku-buku tafsir sebelumnya seperti buku tafsir Syaikh Thusi dan Tabresi.

Penjelasan ini tidak untuk menekan kelebihan dari tafsir Muhammad Abduh karena kelebihan yang dimilikinya adalah merangkul ilmu sosial dalam usahanya menafsirkan al-Quran, selain juga karena perhatiannya terhadap metodologi sains dan peran sains dalam tafsir. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tafsir juz ‘amma dan tafsir muridnya, Rasyid Ridha dalam al-Mannar.

3. Pengulangan tema tanpa asas dan tuduhan orientalis lama terkait dengan al-Quran.

Secara umum, gaya penelitian ensiklopedia leiden ini telah berhasil mengambil jarak dengan gaya orientalis lama dan lebih obyektif dalam melakukan penilaian. Namun masih saja ada beberapa penulis yang secara taklid dan tanpa penelitian yang lebih serius, tetap juga mengulangi tema yang pernah disampaikan oleh para orientalis lama.

Sebagai contoh, dalam makalah Andrew Rippin tentang masalah Harun ia menuliskan: “al-Quran secara salah telah menisbatkan ibu nabi Isa as. sebagai saudara nabi Harun dengan menyebutnya ‘Yaa Ukhti Harun’”.[1] Sementara Harun hidup berabad-abad lamanya sebelum ibu nabi Isa. Dalam al-Kitab disebutkan bahwa Harun memang memiliki seorang adik wanita yang juga bernama Maryam namun ia hidup di zaman Harun dan Musa as. tidak di zaman Isa as.”

Seandainya saja Andrew mau menengok sedikit saja buku tafsir Ahli Sunah maupun Syi’ah akan dapat ia mengerti bahwa ungkapan itu disampaikan oleh mereka yang menentang Maryam. Dan ungkapan ini pun adalah sebuah peribahasa yang dipakai pada masanya. Untuk lebih jelas lagi, ada sebuah hadis dari Rasululah saw yang menyebutkan, Karena Harun adalah orang yang suci pada zamannya maka di kalangan Bani Israil kemudian dijadikan peribahasa. Sejak saat itu, siapa saja orang yang suci dan bersih dalam perilakunya mereka berkata padanya, ‘Orang ini adalah saudara laki-laki atau perempuan Harun’.

Kesalahan dan pengulangan masalah ini oleh Rippin dan tidak telitinya Jane Dammen sebagai chief editor ensiklopedia leiden dalam perkara ini adalah keteledoran yang sangat fatal yang akan mengurangi nilai ensiklopedia ini. Tema ini untuk pertama kalinya digaungkan oleh seorang orientalis bernama Adrian Ryland (1676-1718). Ilmuwan muslim telah banyak yang membantah kritikan ini dengan tulisan-tulisan mereka. Salah satu di antaranya adalah Abdurrahman Badwi (W. 1988) dalam bukunya Difa’ ‘an al-Quran (membela al-Quran). Dalam buku ini Badwi kembali mengulang kritikan dan kemudian secara luas dan detil menjawabnya. Dan sayangnya, Rippin hanya menukil kritikan tanpa membawakan juga jawaban dari Abdurrahman Badwi setelah 14 tahun bukunya diterbitkan.

4. Pertentangan pada kesimpulan dari makalah-makalah yang ada.

Dalam sebuah buku, idealnya adalah tidak ada pertentangan di dalamnya. Terlebih-lebih itu menyangkut sejarah yang dinisbatkan kepada aliran atau kitab suci tertentu. Sekalipun sudah diusahakan sedemikian rupa agar kesalahan yang demikian tidak terjadi, sayangnya masih juga kesalahan itu terlihat dalam ensiklopedia leiden. Sebagai contoh, Joan Paul dalam makalahnya “Hadis dan al-Quran” menuliskan tentang adanya tahrif al-Quran. Dan ia membawakan contoh ayat Rajm yang dinukil oleh Suyuthi bahwa nabi Muhammad saw telah menerima wahyu namun di dalam al-Quran tidak ada. Ia juga menuliskan bahwa kata ‘Aimmah’ (para imam) telah diubah menjadi kata ‘Ummah’ (umat). Dan ini dinisbatkan kepada Syi’ah. Begitu juga, masih menurut Joan Paul, Syi’ah berkeyakinan bahwa surat al-Ahzab aslinya lebih panjang dari surat al-Baqarah namun kemudian diubah dan diganti. Syi’ah juga memperbolehkan berijtihad lewat qira’ah sab’ah (tujuh bacaan)!

Sementara itu pada saat yang sama, Newboy dalam makalahnya tentang “Tahrif” menafikan segala bentuk tahrif baik itu dari Ahli Sunah atau Syi’ah.

Kedua tulisan ini jelas mengungkapkan pertentangan isi dari ensiklopedia leiden. Hal lain lagi, riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Joan Paul telah dikritik sendiri oleh ulama besar baik Ahli Sunah dan Syi’ah, dan dianggap mardud dan tidak dapat diterima. Alasannya sangat jelas karena ia tidak sesuai dengan al-Quran itu sendiri. Yang lebih aneh lagi adalah penisbatan kepada Syi’ah bahwa surat al-Ahzab dahulunya lebih dari surat al-Baqarah. Sementara riwayat ini dari jalur Ahli Sunah adanya. lalu mengapa penisbatan ini diarahkan kepada Syi’ah?

Mengenai qira’ah sab’ah yang disebutkan bahwa ulama Syi’ah memperbolehkan berijtihad lewat itu adalah sebuah tuduhan tanpa dasar. Ulama Syi’ah sendiri melihat qira’ah sab’ah sebagai hadis yang bermasalah, baik dalam masalah sanad maupun dalalah (matan). Syi’ah berpendapat qira’ah sab’ah tidak mutawatir dan lewat itu al-Quran tidak dapat ditetapkan sehingga dengan sendirinya tidak dapat dijadikan dasar dalam berijtihad. Dan memang benar adanya bahwa Syi’ah juga beramal dengan riwayat Hafsh dari ‘Ashim, karena qira’ah ini lebih banyak kesesuaiannya dengan al-Quran yang mutawatir dan al-Quran yang ada sekarang ini umumnya diterbitkan dengan qira’ah Hafsh.

5. Kekurangan informasi yang mencukupi dalam bidang tertentu.

Salah satu karakteristik ensiklopedia adalah mengumpulkan sebuah tema secara lengkap dan disuguhkan secara ringkas. Dengan demikian, orang yang membaca ensiklopedia diharapkan merasa cukup dan tidak lagi perlu melakukan perujukan ke buku yang lain. Namun sayangnya, ensiklopedia leiden justru menampilkan kondisi sebaliknya.

Sebagai contoh, Jane Dammen dalam makalahnya “Fathimah” menulis bahwa para mufassirin menyebutkan surat Ali Imran ayat 61 (ayat mubahlah) dan surat al-Ahzab ayat 33 (ayat tathhir) turun berkenaan dengan Fathimah as.

Ia kemudian menukil dari tafsir Thabari bahwa maksud dari ‘ahli bayt’ dalam surat al-Ahzab adalah Muhammad, Fathimah, Ali, Hasan dan Husein as. Sementara itu, dari ‘Ikrimah dinukil bahwa maksud dari ‘ahli bayt’ adalah istri-istri nabi. Padahal ayat-ayat yang turun berkenaan dengan Fathimah berjumlah sekitar 60 hingga 135 ayat.

Tentunya selisih ini menunjukkan bahwa pada sebagian ayat, Fathimah as. hanya sebagai salah satu yang dimaksud oleh takwil ayat, batinnya ayat atau juga tafsirnya ayat. Namun, ada juga ayat-ayat yang memang disepakati oleh ulama Ahli Sunah dan Syi’ah bahwa ayat tersebut turun berkenaan secara langsung dengan Fathimah as. seperi surat al-Kautsar dan ayat-ayat nazar dalam surat al-Insan.

Berkenaan dengan Fathimah as. telah ditulis sekitar 2400 buku dan hampir semuanya menyebutkan ayat-ayat yang berkenaan dengan beliau.

Kurangnya perhatian terhadap khazanah Ahli Sunah dan Syi’ah tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan Fathimah as. dari chief editor ensiklopedia leiden sangat tidak diharapkan. Bahkan mungkin dapat dikatakan bahwa informasi yang dimiliki Jane Dammen memang kurang.

Sebagai tambahan, semestinya penulis menginformasikan secara sempurna akan aliran dan pandangan yang ada tentang tema yang dibahas. Sehingga ketika menginformasikan sebuah tema dari sudut pandang sebuah mazhab seyogyanya ia juga membawakan pandangan dari mazhab yang kontra dengan pandangan tersebut. Sebagai contoh, dalam tema di atas ketika hadis dari ‘Ikrimah disebutkan perlu juga dinukil tentang kelemahan sanad yang dimilikinya. Apalagi ulama Ahli Sunah dan Syi’ah menganggapnya sebagai orang yang dha’if dan lemah bahkan ia adalah dari golongan khawarij. Selain itu, perlu ditambahkan pula tentang kelemahan dalalah dan matan hadis di atas, karena menganggap ayat tersebut turun kepada istri-istri nabi. Pasalanya, sebagian para mufassir menyatakan bahwa maksud ayat tersebut menunjukkan akan kesucian (kemaksuman) dari segala dosa dan salah Ahlulbayt. Dan ini jelas tidak ada hubungan dengan semua istri-istri nabi, sebagaimana ayat 4-6 surat at-Tahrim menjelaskan taubatnya mereka.[]

Penulis: Pelajar Hauzah Ilmiah, Doktor bidang Tafsir, Ulumul Quran dan Teologi. Anggota kehormatan ilmiah di Markaz Jahani Ulum Islami dan peneliti pada Farhang va Andisheye Eslami.

Penerjemah: Saleh Lapadi

Rujukan:

Tulisan ini adalah saduran dari artikel yang berjudul ‘Mughayese va Naghd Dairatul Ma’arefhaye Quraniye Muaser’ (Studi Kritis Komparatif antara Ensiklopedia Quran Modern) dimuat dalam jurnal Pezhuhesh Hauzeh, tahun ke V volume 19-20

[1] . QS. Maryam:28