Minggu, 28 Januari 2007

Khutbah Qardhawi; Mencari aib orang lain lebih mudah?


Khutbah Qardhawi; Mencari aib orang lain lebih mudah?
Saleh Lapadi

Yusuf Qardhawi hari Jumat kemarin dalam khotbahnya kembali menekankan agar Iran yang Syi’ah segera mengambil langkah-langkah praktis untuk mencegah pembunuhan orang-orang Sunni di Irak. Qardhawi meyakini bahwa pembunuhan orang-orang Sunni dilakukan oleh orang-orang Syi’ah. Dalam khutbah Jumatnya sebelum melawat ke Indonesia ia sempat menyeru kepada Sayyid Ali Khamene’i agar ikut secara aktif menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang Sunni oleh Syi’ah. Dalam lawatannya ke Indonesia, masalah ini juga diulang-ulangi dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia.

Yusuf Qardhawi seakan-akan tidak mau tahu apakah tokoh-tokoh Syi’ah baik Ayatullah Sayyid Ali Sistani di Irak dan Ayatullah Sayyid Ali Khamane’i di Iran pernah berkata apa tentang isu “konflik sektarian”. Qardhawi mengerti benar bahwa kedua tokoh besar Syi’ah berkali-kali memfatwakan keharaman memprovokasi perselisihan Sunni dan Syi’ah. Siapa saja yang melakukan itu berarti ia telah melakukan perbuatan haram dan berdosa. Lebih dari itu, Sayyid Ali Khamene’i mengulangi ucapan Imam Khomeini bahwa siapa saja membuat perselisihan antara Sunni dan Syi’ah bukan seorang Syi’ah dan Sunni.

Buat Qardhawi, saat ini ucapan dia diakses secara luar biasa. Hal itu setelah al-Jazirah menyiapkan siaran khususnya yang bernama “as-Syari’ah wa al-Hayah” (syariat dan kehidupan). Mendapat dukungan dari al-Jazirah membuat namanya semakin melambung. Beberapa komentar-komentarnya memang menyejukkan. Ia termasuk salah satu ulama Ahli Sunah yang membela Palestina. Ia juga dikenal sebagai ulama yang berusaha mendekatkan Sunni dan Syi’ah. Ketika Israel menyerang Hizbullah, di mana ulama Wahabi termasuk tidak setuju dan menganggap perjuangan Hizbullah tidak termasuk jihad Islam, Qardhawi membela Hizbullah.

Semua ini berubah ketika Saddam dihukum gantung. Karena ketidaksetujuannya atas hukuman mati Saddam yang dilakukan pada hari Idul Qurban. Semenjak itu, dalam menyikapi “konflik sektarian” di Irak, Qardhawi tidak lagi terlihat obyektif melihat masalah. Statemen Ayatullah Sayyid Ali Sistani tidak pernah digubris. Ayatullah Sayyid Ali Sistani mengutuk pembunuhan masyarakat sipil di Irak. Ayatullah Sistani, selaku tokoh Syi’ah Irak tidak pernah melemparkan kesalahan dan pemicu ini ke pundak Ahli Sunah Irak. Ayatullah Sistani dalam setiap kesempatan melemparkan penyebab ini kepada Amerika dan Inggris, sisa-sisa anggota Ba’ts dan kelompok takfir. Hal sama yang ditekankan oleh Ayatullah Sayyid Ali Khamene’i dalam ceramah-ceramahnya.

Di sini, hubungan Qardhawi dan al-Jazirah, perlu mendapat perhatian lebih. Apakah Qardhawi yang merasa mendapat dukungan al-Jazirah sehingga tidak mau lagi melihat kenyataan ataukah sebaliknya? Pendapat pertama kelihatannya lebih sulit untuk diterima. Dengan sedikit melihat latar belakang Qardhawi, sebagaimana sebagiannya telah disebutkan di muka, kemungkinan itu kelihatannya kecil sekali. Apa lagi, sebagai media internasional dan profesional, al-Jazirah tidak bakal mau dipakai sebagai alat. Sebisa mungkin ia mencari subyek tertentu untuk menaikkan rating dan jumlah pemirsanya. Dan sudah umum di dunia media, bila seorang tokoh, karena satu dan lain hal, tersandung sebuah kasus yang dapat mengancam citranya, maka tokoh itu pun akan dijauhi. Dan untuk sementara Qardhawi masih sesuai dengan misi mereka.

Kemungkinan kedua lebih bisa diterima. Secara terstruktur dan sistematis, al-Jazirah mampu menguasai Qardhawi. Kebencian al-Jazirah dapat terbaca dengan jelas. Setelah hukuman mati Saddam mereka mengambil gambar di sebuah kota kecil di Mesir dan menyebutkan bahwa seluruh Mesir melakukan upacara berkabung. Al-Jazirah tidak pernah menayangkan dan memberitakan berapa banyak orang-orang Syi’ah Irak yang terbunuh. Sekitar 70 persen orang yang mati, dari orang Syi’ah akibat teror yang dilakukan selama ini. Pemboman Samarra, Kazhimain, Najaf, Karbala dan kawasan-kawasan yang dihuni oleh orang-orang Syi’ah dan korbannya juga dari orang-orang Syi’ah.

Yusuf Qardhawi tidak mau tahu bahwa pada saat yang sama, ketika ia menyampaikan khutbah Jumatnya di Doha, sebuah masjid orang-orang Syi’ah diledakkan oleh orang yang mengatakan melakukan bom bunuh diri karena melakukan jihad. Ledakkan itu mengakibatkan puluhan orang mati dan luka-luka.

Yusuf Qardhawi seakan-akan lupa bahwa ada kelompok takfir yang juga ikut ambil bagian dalam “konflik sektarian” ini? Kelompok yang tidak hanya mengafirkan Syi’ah, tapi juga Ahli Sunah. Mereka tidak pernah memilih-milih korbannya kecuali berdasarkan kepentingan. Kelompok takfir yang dikenal sebagai Wahabi. Wahabi yang mendapat sokongan dana besar-besaran dari pemerintah Arab Saudi. Mengapa Yusuf Qardhawi tidak melontarkan ucapan yang sama kepada ulama Wahabi? Mengapa Qardhawi tidak mengambil sikap dan meminta kepada mufti-mufti Wahabi untuk menahan diri dan tidak mengafirkan Syi’ah. Mengapa ia tidak meminta kepada mufti besar Arab Saudi agar memerintahkan kepada kelompok takfir yang ikut bermain di Irak untuk tidak melakukan tindakan pembalasan yang sama?

Dalam khotbahnya hari Jumat kemarin, Qardhawi menyampaikan bahwa ia akan mengirim utusan ke Iran untuk membicarakan masalah pembunuhan orang-orang Syi’ah terhadap Sunni sekaligus mencarikan solusinya. Usaha yang baik dan patut untuk dihargai. Setidak-tidaknya ia bakal mendapatkan berita tidak secara sepihak. Walaupun terlambat, namun kita dapat berharap banyak, dari sikap yang diambil oleh Qardhawi. Sehingga diharapkan ia tidak hanya mendengar kabar dari al-Jazirah. Masih segar dalam ingatan, al-Jazirah memutar balikkan fakta pembunuhan massal yang terjadi di kota Sadr. Di sana sekitar 220 orang terbunuh dan ratusan lagi luka-luka. Al-Jazirah memberitakan bahwa telah terjadi penyerbuan ke masjid Ahli Sunah. Mengapa tidak ada pemberitaan yang seimbang mengenai korban yang tewas di pihak Syi’ah? Terima atau tidak, al-Jazirah termasuk yang memiliki saham meluasnya “konflik sektarian” di Irak.

Keinginan Qardhawi mengirim utusan ke Iran masih menunjukkan keinginan baiknya. Pertanyaannya di sini adalah, mengapa ia tidak mengirimkan utusan juga ke Arab Saudi? Seluruh ulama Syi’ah baik di Iran maupun Irak mengharamkan siapa saja yang ikut berperang atas nama perang Sunni dan Syi’ah. Bila pengiriman utusan ke Iran untuk menasihati ulama Syi’ah, maka pengiriman utusan ke Arab Saudi jauh lebih wajib untuk dilakukan. Bertahun-tahun ulama Wahabi memfatwakan Syi’ah kafir, orang-orang Syi’ah halal darahnya. Apakah fatwa-fatwa ini tiba-tiba terhapus dari ingatan Qardhawi?

Mengapa Qardhawi harus jauh-jauh mengirim utusan ke Iran. Berapa kilometer dari tempatnya menyampaikan khutbah Jumat ada pangkalan militer Amerika. Pangkalan ini menjadi pusat logistik bantuan Amerika kepada Israel untuk membom rakyat Sipil Lebanon. Pusat logistik untuk pasukan Amerika di Irak agar dengan mudah mereka membunuh rakyat tidak berdosa Irak. Beranikah Qardhawi dalam siaran khususnya menyampaikan kepada Amir Qatar agar pangkalan militer yang telah membunuh ratusan orang Arab untuk dibekukan? Militer Amerika harus meninggalkan Qatar sebagai negara berdaulat

Menasihati orang lain memang mudah. Tapi menasihati diri sendiri adalah sangat sulit. Itulah mengapa sebelum seorang diangkat sebagai Nabi, yang tugasnya menasihat masyarakat, selain tugas lainnya, untuk terlebih dahulu membersihkan dirinya. Karena kebersihan diri terlebih dahulu membuat seorang Nabi bersikap sama dan tidak memihak. Itulah mengapa dengan mudah Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa bila Fathimah mencuri niscaya aku potong tangannya. Mungkinkah Qardhawi memotong tangan kelompok takfir di Irak dengan mengirim utusan ke Arab Saudi dan berbicara dengan ulama Wahabi?

Bapak Yusuf Qardhawi...
Mencari aib orang lain memang lebih mudah.

Qom, 27 Januari 2007

Tidak ada komentar: