Minggu, 24 Juni 2007

Kecerdikan Hamas kecemasan Barat

Kecerdikan Hamas kecemasan Barat

Saleh Lapadi

Pada bulan Januari tahun 2006 Hamas dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif Palestina memenangkan mayoritas kursi yang disediakan. Dari 132 kursi yang diperebutkan Hamas berhasil merebut 76 kursi. Kemenangan ini akibat keikutsertaan Hamas dalam pemilu setelah pada tahun 1996 mereka melakukan boikot terhadap pemilihan. Di samping itu kemenangan mereka diakibatkan penurunan drastis popularitas Fatah setelah dinilai korup dan tak mampu mengurusi Palestina. Kemenangan Hamas dilakukan dalam pemilihan umum yang bersih dan diawasi oleh negara-negara asing.

Dalam sistem politik Palestina, Perdana Menteri dipilih oleh Presiden Otoritas Nasional Palestina dan bukan dipilih oleh Dewan Legislatif Palestina atau tidak juga dipilih secara langsung oleh rakyat. Meskipun begitu, sang perdana menteri masih umumnya mewakili koalisi mayoritas di parlemen. Dan pada tanggal 29 Maret 2006 Ismail Haniyeh terpilih menjadi Perdana Menteri Palestina sampai Presiden Otoritas Nasional Palestina Mahmud Abbas pada tanggal 14 Juni 2007 membubarkan pemerintah koalisi Hamas-Fatah dan mengangkat Salam Fayyad sebagai Perdana Menteri yang baru.

Kemenangan Hamas dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif yang berujung pada pengangkatan Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri memunculkan kecemasan bagi Israel, Barat dan negara-negara Arab pro perdamaian Arab Israel. Sejak awal membentuk kabinetnya Ismail Haniyeh mengumumkan tidak mengakui secara resmi keberadaan negara Israel. Hal itu membuat negara-negara Barat menghentikan bantuan kepada Palestina. Hanya keteguhan hari rakyat Palestina yang benci dengan sikap Israel selama ini yang memberi semangat kepada pemerintahan Haniyeh.

Konflik Hamas dan Fatah

Konflik yang terjadi selama ini antara Hamas dan Fatah merupakan sebuah miniatur dari tarik-menarik antara kekuatan-kekuatan yang ingin melakukan perdamaian dengan Israel dan kekuatan-kekuatan yang menganggap hanya perjuangan yang dapat membebaskan rakyat Palestina dari kebiadaban Israel. Fatah mewakili kelompok pro perdamaian dengan Israel dan Hamas mewakili kelompok yang kontra perdamaian dengan Israel. Rakyat Palestina sendiri telah muak dengan berbagai macam perundingan yang dilakukan dengan Israel, karena ujung-ujungnya Israel tidak pernah menghormati hasil-hasil perundingan itu. Setiap kali perjanjian gencatan senjata ditandatangani, Israel adalah pihak pertama yang melanggar perjanjian itu. Itulah mengapa rakyat Israel memilih dan mendukung Hamas yang memperhatikan mereka dan benar-benar berjuang bagi rakyat Palestina.

Di satu sisi, Hamas yang secara sah memerintah di Palestina diboikot oleh negara-negara Barat dan sebagian negara-negara Arab yang menghentikan bantuannya, bantuan dana tetap mengucur untuk Fatah. Tidak itu saja dalam ketegangan yang semakin memuncak, Fatah mendapat kiriman senjata beberapa truk lewat Mesir. Hamas berhasil menghentikan sebuah truk yang membawa senjata dan beberapa truk yang lain berhasil lolos dan sampai ke tangan Fatah.

Perundingan Mekkah dan Kabinet Persatuan

Konflik antar Fatah dan Hamas semakin meruncing. Korban yang jatuh di kedua belah pihak semakin besar. Raja Abdullah dari Arab Saudi kemudian mengusulkan sebuah perundingan di Mekkah. Ismail Haniyeh dan Mahmud Abbas menyetujui untuk menghentikan konflik yang terjadi. Raja Abdullah memanfaatkan Mekkah sebagai kiblat kaum muslimin dan simbol persatuan untuk mendamaikan kedua kelompok yang berselisih.

Sebenarnya, dalam masalah ini, usulan Raja Abdullah merupakan pengkhianatan atas suara rakyat Palestina yang telah diberikan kepada Hamas dalam pemilihan yang jujur, bebas dan rahasia. Raja Abdullah, negara-negara Arab bahkan Barat tidak pernah menyetujui pemilihan demokratis yang terjadi di Palestina. Demokrasi bagi Barat biasanya dinyanyikan dengan mengatakan bahwa sebuah pemilihan harus berlandaskan suara terbanyak. Bila sudah terpenuhi mereka akan menambahkan lagi bahwa harus ada persaingan. Bila ini juga sudah terpenuhi, biasanya mereka menambahkan alasan lain, harus ada kebebasan yang menjamin bahwa pemilihan umum itu sebagai manifestasi sebuah demokrasi. Terakhir, bila hal ini juga sudah dipenuhi, mereka akan mengatakan bahwa kelompok pemenang memiliki ideologi yang menyimpang. Seluruh syarat-syarat sebelumnya telah dipenuhi oleh Hamas, tapi mereka masih punya satu alasan pamungkas. Hamas memiliki ideologi menyimpang. Untuk itu Hamas dimasukkan dalam kelompok teroris. Padahal, kesalahan Hamas hanya satu tidak mengakui Israel dan meyakini jalan perjuangan yang dapat membebaskan mereka dari Israel.

Ismail Haniyeh secara cerdik menerima usulan Raja Abdullah dan menerima upayanya sebagai pihak penengah konflik Hamas-Fatah ini. Mahmud Abbas lebih antusias menuju Mekkah, karena itu berarti dalam tawar-menawar ini, Fatah akan mendapat jatah kue kekuasaan. Dan akhirnya memang demikian. Dalam perundingan itu disetujui untuk membentuk “Kabinet Persatuan”.

Mahmud Abbas merasa memang dengan upayanya yang tersalurkan dalam perundingan Mekkah. Namun, ternyata ia dan Raja Abdullah salah perhitungan. Karena ternyata yang paling banyak diuntungkan adalah Hamas. Secara politis, pemerintah yang dipimpinnya mau tidak mau harus diakui oleh dunia internasional, terutama kelompok kuartet; sebutan bagi kelompok Uni Eropa, Amerika, Rusia dan PBB, karena mengikutsertakan Fatah dan menteri dari kelompok netral.

Sementara itu Mahmud Abbas yang merasa gembira beberapa kabinet Palestina berasal dari orang-orangnya secara sesumbar langsung mengeluarkan pernyataan bahwa Kabinet Persatuan ini akan mengakui Israel, namun Ismail Haniyeh segera menepis isu itu. Ternyata, tidak saja ia harus menerima Hamas dan menyetujui langkah-langkah Hamas setelah Fatah mendapat kursi di kabinet Haniyeh, pernyataan Ismail Haniyeh bahwa Kabinet Persatuan juga tidak menerima Israel, membuat ia menjadi salah tingkah; baik menghadapi Hamas karena terikat perjanjian dan menghadapi Israel karena pro perdamaian Palestina Israel.

Berbeda dengan permasalahan Mahmud Abbas, kesediaan Arab Saudi menjadi pihak ketiga dalam upaya menyelesaikan konflik Hamas dan Fatah, Arab Saudi yang merasa berjasa, mau tidak mau secara finansial harus membantu kabinet Ismail Haniyeh. Dan secara politis, ketika muncul lagi konflik, Hamas tidak sendirian tapi di belakangnya ada Arab Saudi.

Sampai di sini, game yang coba dimainkan oleh Arab Saudi dalam perundingan Mekkah sebenarnya dimenangkan oleh Hamas berkat kecerdikan Ismail Haniyeh.

Usulan gencatan senjata yang ditolak

Setelah terbentuknya Kabinet Persatuan, sekali lagi terjadi pelecehan demokrasi oleh Barat. Hubungan mereka dengan pemerintah Palestina dilakukan dengan mengontak menteri-menteri dari kelompok netral. Upaya mereka ini dalam rangka memarginalkan Hamas. Namun, ini juga jelas menjadi kemenangan Hamas, karena tetap saja hubungan itu masih dalam kontrolnya. Dengan memiliki Kabinet Persatuan, upaya mengontrol kelompok-kelompok oposisi lebih baik.

Israel meradang dan tidak mampu melihat kemenangan berturut-turut dalam diplomasi dan kebijakan Hamas. Mereka kemudian melakukan serangan militer yang lebih hebat terhadap rakyat Palestina. Namun, sebagaimana biasanya tindakan teror mereka ditujukan kepada tokoh-tokoh Hamas. Tidak urung Ismail Haniyeh menjadi sasaran bahkan rumahnya menjadi sasaran tembak rudal Israel. Semakin berkurangnya jumlah korban dari tokoh-tokoh Hamas menandakan bahwa kemampuan Hamas baik dari sisi militer dan intelijen semakin baik. Apa lagi mereka menguasai jalur Gaza yang berada di luar pendudukan Israel. Ini membuat mereka dengan mudah merencanakan serangan balik ke pemukiman Yahudi.

Mengikuti taktik yang dilakukan oleh Hizbullah, Hamas lewat Brigade al-Qassam menembakkan rudal-rudal ke arah pemukiman Yahudi. Rudal-rudal yang sebagian besarnya dibuat sendiri. Perang bertahun-tahun dengan Israel membuat Brigade ini semakin dewasa. Tentu saja Israel dibuat repot karena ketakutan yang melanda pemukiman Yahudi.

Menyaksikan hal ini, kembali lagi Mahmud Abbas sebagai corong Israel meminta kepada Hamas untuk melakukan gencatan senjata. Namun, ini ditolak oleh Hamas. Bila harus melakukan gencatan senjata, maka yang harus memulainya adalah Israel dan bukan Hamas. Hamas hanya melakukan serangan balasan demi membela dirinya dan rakyat Palestina yang dibantai oleh Israel, begitu pembelaan Hamas.

Rupanya ini tidak bisa diterima oleh Mahmud Abbas. Maka dimulai lagi konflik babak kedua Hamas-Fatah yang memakan korban lebih banyak dari konflik pertama. Konflik ini dimulai dengan tekanan hebat Fatah yang diarahkan kepada Menteri Dalam Negeri yang kemudian berakhir dengan pengunduran dirinya. Ismail Haniyeh untuk sementara waktu merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri.

Fatah memulai konflik ini dengan menyerang gedung-gedung milik Hamas, bahkan tempat tinggal Ismail Haniyeh tidak luput dari sasaran. Aksi-aksi Fatah ini berusaha menutup-nutupi siapa sebenarnya musuh rakyat Palestina. Ditambah lagi orang-orang seperti Mahmud Hilali salah seorang anggota Fatah yang punya hubungan dekat dengan Israel berusaha memperluas kawasan konflik. Sebelumnya, ia pernah membuat kamp perlawanan menentang Yasir Arafat.

Hamas tidak bisa berdiam diri melihat apa yang dilakukan oleh Fatah dan anggota-anggotanya. Para pelaku kerusuhan ditangkapi dan dijebloskan ke dalam penjara. Pemerintah yang dipimpin oleh Hamas hampir berhasil menangkap semua anggota Fatah yang bersenjata. Mahmud Abbas yang sejak semula menanti reaksi Hamas yang seperti ini dan sekaligus melanggar perundingan Mekkah, ia membubarkan Kabinet Persatuan yang dipimpin oleh Ismail Haniyeh. Ia kemudian mengangkat Sallam Fayyad untuk membentuk pemerintahan darurat tanpa perlu dukungan parlemen yang dikuasai 75 persen kursi yang ada.

Siapa Salim Fayyad?

Israel menganggap Salim Fayyad sebagai Perdana Menteri yang paling tepat. Fayyad sejak intifadhah pertama dari sekitar tahun 1987 hingga tahun 1995 bekerja di Bank Dunia. Dari Tahun 1995 sampai tahun 2001 ia menjadi wakil PLO di IMF. Dari tahun 2002 hingga 2005 ia menjadi Menteri Keuangan PLO. Setelah kemenangan Hamas, ia tidak dipakai dan diangkat kembali setelah terbentuknya Kabinet Persatuan.

Mahmud Abbas dengan mengangkat Fayyad dapat meraih beberapa tujuan yang diinginkannya. Dari satu sisi, ia akan membawa rakyat Palestina untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan Israel. Dan dari sisi lain, ia mengharapkan Uni Eropa, Bank Dunia dan IMF dapat bekerja sama dengan pemerintah Palestina. Di samping itu, ia berhasil mengamankan kecemasan negara-negara Arab yang selama ini menginginkan perdamaian dengan Israel. Itulah mengapa ketika Mahmud Abbas membubarkan Kabinet Persatuan dan mengangkat Salim Fayyad, Persatuan Negara-negara Arab langsung mengadakan pertemuan darurat untuk membicarakan masalah ini dan relatif mereka semua menerima keputusan Mahmud Abbas.

Beberapa hari lalu, menteri-menteri luar negeri Arab mengeluarkan pernyataan agar Hamas menghormati Mahmud Abbas sebagai presiden dan pemimpin tertinggi di Palestina. Mereka memakai kata pemimpin tertinggi Palestina ditujukan kepada Mahmud Abbas, karena sepeninggal Yasir Arafat, tidak ada pribadi yang dapat mengisi kekosongan kharismatik Yasir Arafat, tidak juga Mahmud Abbas. Bahkan, mayoritas rakyat Palestina tidak mengakuinya.

Uni Eropa, Amerika bahkan Israel tanpa menunggu lebih lama langsung mendukung keputusan Mahmud Abbas. Amerika bahkan telah mengucurkan dana untuk Kabinet yang dibentuk oleh Salim Fayyad. Tidak kurang PBB memberikan dukungan secara penuh kepada keputusan Mahmud Abbas.

Dalam menyikapi keputusan Mahmud Abbas ini, negara-negara seperti Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi dan Sekjen Persatuan Negara-negara Arab mengambil sikap yang agak berbeda. Rusia mengembalikan masalah pada perundingan Mekkah, Afrika Selatan dengan bahasa yang agak mirip meminta kelompok-kelompok yang bertikai kembali pada Kabinet Persatuan, sementara Saud al-Faishal menunjukkan sikap tidak setujunya terhadap sikap yang diambil oleh Mahmud Abbas. Ia masih mendukung pemerintah yang dibentuk setelah perundingan Mekkah. Amr Musa sendiri mengecam pertikaian yang terjadi dan mengajak kedua belah pihak untuk kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Kecemasan Israel dan Amerika

Sekalipun rencana pembubaran Kabinet Persatuan yang diumumkan oleh Mahmud Abbas oleh New York Times hasil dari usulan dan dorongan Bush, Menteri Pertahanan Amerika mengatakan bahwa ikut campur Amerika dalam konflik ini akan merusak apa yang telah dicapai. Pencitraan yang dilakukan oleh pertemuan negara-negara Arab, Amerika, Israel dan Uni Eropa menguntungkan Fatah dan melemahkan posisi Hamas. Padahal, kenyataannya tidak demikian.

Jalur Gaza adalah satu-satunya daerah yang bebas dari pendudukan Israel dan saat ini dikuasai oleh Hamas dan pemerintah yang lahir dari kemenangan mereka di parlemen. Sementara itu, Mahmud Abbas dan pemerintah yang ditunjuknya, Salim Fayyad berdiam di kawasan yang diduduki oleh Israel, Tepi Sungai Yordan.

Bila kembali mengamati tujuan Hamas ketika memutuskan untuk mengikuti pemilihan umum adalah mendapatkan sejengkal tanah untuk menjadi basis perjuangan mereka melawan Israel dan bukan berkuasa dan mendirikan pemerintahan, maka mereka telah mencapai tujuan itu dan menang. Memiliki negara dan berkuasa bersanding dengan Israel tidak pernah ada dalam kamus Hamas bahkan secara politis mereka tidak percaya itu. Dan dalam masalah ini Mahmud Abbas dan Fatah bukan rivalnya. Sejak awal ketika Hamas memenangkan pemilu dan menguasai jalur Gaza, Mahmud Abbas dan Fatah telah menjadi pecundang.

Dengan perhitungan ini, sekalipun Amerika dan Israel berusaha keras untuk mendukung Fatah dan Mahmud Abbas lewat publikasi media besar-besaran sebagai pengganti Hamas, namun kecemasan itu tetap ada karena Hamas masih menguasai Jalur Gaza. Koran Yedioth Ahronoth menukil ucapan Perdana Menteri Israel Olmert yang mengatakan bahwa kemenangan Hamas atas Fatah mengingatkannya akan kekalahan pasukan Israel setelah keluar dari Lebanon Selatan.

Salah seorang senator garis keras Amerika dengan mengejek aksi yang dilakukan oleh Mahmud Abbas mengatakan, “Mahmud Abbas mengumumkan pembentukan pemerintahannya ketika Hamas telah menguasai Jalur Gaza.

Sebagian orang masih memberikan harapan dengan kosongnya Jalur Gaza dari anggota Fatah dengan mendirikan pemerintah di Tepi Sungai Yordan, akan memberikan kesempatan kepada Israel untuk yang kedua kalinya menduduki Jalur Gaza. Atau Jalur Gaza akan diserang habis-habisan oleh militer Israel. Dalam hal ini, analisa ini terlalu menganggap remeh kekuatan Hamas. Selama ini Tentara Israel selalu mengingat Jalur Gaza sebagai neraka bagi anggotanya dan mereka tidak akan kembali ke Jalur Gaza. Serangan udara yang diarahkan ke Gaza bukanlah hal baru bagi Hamas sehingga akan menghasilkan sebuah perubahan. Israel tahu benar bahwa serangan udara mereka memberikan kesempatan luas kepada Hamas untuk menembakkan rudal-rudal mereka ke pemukiman Yahudi.

Sebagian lain menganggap Gaza yang berbatasan dengan Mesir dengan kebijakan Hosni Mubarak di satu sisi dan di sisi lain berdampingan dengan Tepi Barat Sungai Yordan yang didukung oleh Mahmud Abbas akan menjadikan Gaza sebagai kekalahan dan kuburan Hamas. Harus dikatakan bahwa Mesir dan Yordania sejak lama punya kebijakan yang seperti ini dan sampai sekarang mereka belum mampu menghentikan Hamas atau sekurang-kurangnya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Fatah.

Penutup

Taktik yang selama ini dipakai oleh Hamas dalam menghadapi Israel adalah strategi yang selama ini diterapkan oleh Hizbullah. Dan itu tentunya setelah mereka sampai pada kesimpulan bahwa untuk meraih kemenangan perundingan bukan jalan yang terbaik. Apa lagi Israel adalah pihak pertama yang lebih dulu melanggar perjanjian.

Untuk itu, Hamas mengikuti pemilihan umum dan setelah menang mereka menguasai daerah Gaza sebagai basis perjuangan mereka. Ikut sertanya Hamas dalam pemilu tidak dengan harapan menjadi penguasa, tapi seperti yang dilakukan oleh Hizbullah, mereka berharap mendapat pengakuan dan sejengkal tanah untuk dapat berjuang melawan Israel dan membebaskan rakyat Palestina dari cengkeraman kejahatan Israel.

Taktik perangnya pun mengikuti model Hizbullah dalam membalas serangan dan aksi teror yang dilakukan oleh militer Israel. Brigade al-Qassam saya militer Hamas telah mampu memproduksi sendiri rudal-rudal yang bakal ditembakkan ke pemukiman Yahudi sebagai upaya bela diri atas serangan dan aksi teror Israel.

Ketika Hizbullah tak terkalahkan karena didukung penuh oleh rakyat Lebanon, saat ini Hamas mendapat dukungan dari hampir seluruh rakyat Palestina. Mereka menganggap hanya Hamas yang benar-benar memperhatikan keadaan mereka. Dan perlindungan maksimal Hamas selalu ditunjukkannya dengan membalas setiap serangan yang dilakukan oleh militer Israel.

Qom, 20 Juni 2007

Sayyidah Fathimah Az-Zahra as Teladan Wanita Seluruh Alam

Sayyidah Fathimah Az-Zahra as Teladan Wanita Seluruh Alam

Hari Lahir Sayyidah Fathimah as

Sayyidah Fathimah lahir pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun ke lima hijriah. Pada masa itu usia ayahnya; Nabi Muhammad saw 45 tahun dan usia ibunya; Khadijah binti Khuwailid 60 tahun.

Nama-nama beliau antara lain: Fathimah, Shiddiqah, Zahra, Mubarakah, Radhiyah, Mardhiyah, Thohirah, Zakiyah, Muhaddatsah.

Julukan beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein, Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.

Beliau dinamakan Fathimah yang artinya putus, pisah yakni beliau dan para pengikutnya terpisah dan terputus dari api neraka.[1]

Masa Kecil Sayyidah Fathimah as

Beliau hidup pada zaman yang penuh tantangan karena pada masa itu adalah masa dakwah ayahnya dalam mengajak masyarakat untuk beriman kepada Allah swt. di mana orang-orang Quraisy pada saat itu karena kesombongannya dengan harta kekayaan dan nasabnya mereka merasa bangga dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Faktor lain yang membuat mereka tidak beriman adalah mengikuti agama dan keyakinan nenek moyang mereka sebagai penyembah berhala. Pada kondisi seperti ini hanya sedikit orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan kenabian Muhammad saw. mereka yang beriman khususnya para mustadh’afin dan orang-orang yang teraniaya.

Selain Nabi Muhammad sekeluarga ada beberapa keluarga yang beriman antara lain keluarga Yasir bin Amir dan anak istrinya yang bernama Sumayyah dan Ammar bin Yasir. Sumayyah adalah wanita syahid pertama dalam islam. Ia terbunuh karena membela islam dan Rasulullah saw sehingga rela dibantai oleh kaum Quraisy. Orang yang mendukung Rasulullah dalam rumah adalah Khadijah binti Khuwailid dan pendukung di luar rumah adalah paman Rasulullah saw yang bernama Abu Thalib. Akan tetapi setelah meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib, Fathimah lah yang menjadi pendukung ayahnya di rumah karena sepeninggal Khadijah dan Abu thalib orang-orang kafir semakin merajalela dalam memusuhi Rasulullah saw.

Pada tahun kelima hijriah ibu Sayyidah Fathimah a.s. meninggal dunia. Beliau hidup bersama ayahnya sehingga saat orang-orang kafir menganiaya ayahnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang selalu menjadi pendingin dan penenang hati ayahnya oleh karenanya beliau dijuluki sebagai Ummu abiha, yakni ibu ayahnya. Beliau selain sebagai putri juga sebagai ibu dari ayahnya dalam mengemban risalah islam.

Fathimah adalah Bagian dari Diri Nabi saw

Para perawi baik dari Syi’ah maupun Ahli Sunah telah meriwayatkan hadis yang berbunyi: “Fathimah adalah bagian dariku barang siapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku”. [2]

Karena Fathimah adalah bagian dari Nabi saw. maka saat beliau gembira hati Nabi juga ikut gembira dan di saat beliau sedih hati Nabi juga ikut sedih. Ucapan Nabi yang demikian ini bukan hanya karena ucapan kasih sayang atau lebih bersifat emosional tapi sebuah hakikat. Hakikat yang akan menjelaskan rahasia dari salah satu perilaku Nabi saw. di mana setiap Nabi mau bepergian beliau selalu mengucapkan selamat tinggal terlebih dahulu dengan putrinya Fathimah. Fathimah adalah orang yang terakhir yang ditemui Nabi ketika mau pergi dan ketika datang dari bepergian yang pertama kali beliau temui adalah putrinya Fathimah.[3]

Fathimah dalam Ucapan Nabi Muhammad saw

Dia adalah jantungku.[4]

Dia adalah cahaya mataku.[5]

Dia adalah buah hatiku.[6]

Dia adalah bagian dari diriku.[7]

Dia adalah pemimpin seluruh wanita alam. Di hari kiamat juga dia sebagai pemimpin seluruh wanita.[8]

Sesungguhnya Allah akan marah jika dia marah dan Allah akan senang jika dia merasa senang.[9]

Bau surga tercium darinya.[10]

Cahaya Fathimah diciptakan sebelum diciptakannya seluruh cahaya langit dan bumi.[11]

Orang yang pertama menyusul nabi Muhammad saw. setelah wafat ayahnya.[12]

Orang yang pertama kali masuk surga.[13]

Dia bisa memberikan syafaat di hari kiamat.[14]

Seandainya dalam Al-Quran tidak ada ayat yang diturunkan sekaitan dengannya dan tidak ada ayat yang tafsirannya berkaitan dengannya dalam masalah sebab-sebab turunnya ayat maka hanya dengan ayat yang berbunyi ‘Dan dia tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu akan tetapi pembicaraanya adalah hanya wahyu yang di wahyukan kepadanya,[15] tidak ada keraguan sama sekali tentang keutamaan yang disebutkan Nabi Muhammad saw. sekaitan dengan putrinya dan ini bukan hanya sekedar karena sebagai putrinya sehingga beliau menyebutkan keutamaan ini, akan tetapi beliau menyebutkannya karena untuk umatnya supaya mereka tahu dan satu-satunya teladan dalam Islam adalah putri rasul; Fathimah, yang berada di bawah naungan dan pendidikan wahyu ilahi. Ayah, suami dan anak-anaknya adalah utusan Allah swt.

Fathimah sebagai Sosok Teladan Bagi Wanita Seluruh Alam

Sebelum membahas masalah meneladani Sayyidah Fathimah a.s. kita lihat bagaimana Allah swt. mendidik makhluknya yang bernama manusia dengan perantaran para utusan-Nya. Allah dalam mendidik hambanya dengan menggunakan berbagai macam cara seperti memberikan kabar gembira berupa nikmat-nikmat yang abadi, menakut-nakuti dengan azab yang pedih, menceritakan kisah kaum terdahulu, menceritakan kisah para nabi, menggunakan contoh atau sumpah dan sebaginya.

Salah satu cara yang paling mujarab yang digunakan berkali-kali dalam Al-Quran adalah menyodorkan teladan yang layak dan baik dengan cara langsung atau tidak langsung. Begitu juga menentukan teladan yang baik dan menekankan untuk mengikutinya serta tidak menganggap baik mengikuti teladan yang buruk dan menghancurkan pemikiran dan budaya yang tidak baik.

Al-Quran mengenalkan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik bagi kaum beriman: “Dalam diri Rasulullah saw. ada teladan untuk kalian orang-orang yang berharap kepada Allah dan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.[16] Artinya, mengikuti Rasul sebagai teladan adalah sebuah taufik dan sifat yang terpuji yang tidak bisa didapatkan oleh setiap orang, akan tetapi hanya bisa didapatkan oleh orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat serta orang-orang yang betul-betul mencintai Allah dan banyak mengingat-Nya saja. Yang pada akhirnya mengingat dan perhatian yang terus menerus inilah yang akan menyebabkan seseorang untuk meneladani Rasulullah secara sempurna.[17] Sebaliknya, jika keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari kiamat semakin lemah maka semangat dan taufik untuk meneladani Rasulullah saw. juga akan semakin kecil dan lemah.[18]

Sebuah misal, Al-Quran menganjurkan kepada Rasulullah saw untuk meneladani para nabi ulul Azmi dalam menyampaikan risalahnya artinya hendaknya seperti mereka sabar dan istiqomah dan hindarilah tergesa-gesa “(Dalam bertablig dan menahan godaan umat). Bersabarlah sebagaimana para nabi ulul azmi bersabar dan jangan tergesa-gesa (dalam mengazab mereka)”.[19]

Al-Quran dalam mendidik umat menggunakan contoh dalam bentuk cerita, seperti dalam ayat yang menceritakan kisah Asiyah; istri Firaun dan Maryam; putri Nabi Imran as mereka adalah teladan bagi para mukminin alam, baik laki-laki maupun perempuan. “Allah mencontohkan Asiyah istri Firaun untuk orang-orang yang beriman ketika dia berkata Ya Allah bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisimu di surga dan selamatkanlah aku dari keburukan Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim. Dan Maryam; putrinya Imran yang menjaga kesuciannya”....[20]

Dalam ayat ini Allah mengenalkan masalah teladan yang baik. Kalau mau meneladani maka teladanilah dua wanita ini, dari sisi panjangnya jangkauan dan semangat tingginya Asiyah; istri Firaun di mana ia saat itu berada dalam istana dengan fasilitas yang memadai, tetapi ia tidak menghiraukan masalah dunia dan memandangnya sebagai sesuatu yang hina bahkan meminta kepada Allah untuk dibangunkan sebuah rumah yang abadi di akhirat dan hendaknya diselamatkan dari tangan Firaun yang zalim dan kaumnya. Begitu juga teladanilah Maryam, dari sisi kesuciannya dan iman serta penghambaannya yang murni kepada Allah swt.

Sekaitan dengan contoh teladan Maryam, dia adalah teladan untuk zamannya. Sementara Sayyidah Fathimah adalah teladan seluruh wanita sepanjang sejarah. Rasulullah saw. bersabda bahwa Maryam adalah teladan bagi para wanita di zamannya sementara Fathimah adalah teladan wanita seluruh alam dari awal sampai akhir.[21] Rasulullah bersabda bahwa malaikat telah turun kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah teladan seluruh wanita penghuni surga dan teladan seluruh wanita umatku.[22]

Dari sini jelas, bahwa kedudukan Sayyidah Fathimah lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Kedudukan Fathimah tidak hanya lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Bahkan puncak kedudukan keduanya adalah di saat mereka mendapatkan taufiq untuk membantu ibu Sayyidah Fathimah ketika melahirkan beliau as Kisah lahirnya Sayyidah Fathimah ini diriwayatkan dari ucapan Imam Shadiq as bahwa ketika Khadijah binti Khuwailid kawin dengan Muhammad saw tidak ada seorang wanita Quraisy pun yang mau menjenguk Khadijah, terutama ketika melahirkan putrinya yang bernama Fathimah a.s. maka dengan izin Allah datanglah empat wanita surga dan salah satunya mengenalkan diri seraya berkata saya adalah Sarah istri Ibrahim as dan ini adalah Asiyah putri muzahim (istri Firaun) dan dia adalah temanmu di surga dan ini adalah Maryam putri Imran as dan ini adalah Shafura putri Syuaib as kami adalah utusan Allah swt untuk menolongmu di mana setiap wanita menolong wanita-wanita lain yang membutuhkan. Maka lahirlah Sayyidah Fathimah yang suci dan sinarnya menyinari rumah-rumah daerah sekelilingnya. Pada saat itu sepuluh peri dari surga masuk ke rumah Khadijah yang masing-masing dari mereka membawa dua bejana air telaga Kautsar. Wanita yang berada di depan Khadijah adalah Maryam. Ia mengangkat Sayyidah Fathimah dan memandikannya dengan air telaga Kautsar kemudian membungkusnya dengan kain putih yang putihnya lebih putih dari susu dan lebih harum dari misyk (minyak wangi). Dan mengerudunginya dan pada saat itu berbicara dengan Fathimah. Dan Fathimah berkata:

اَØ´ْÙ‡َدُ اَÙ†ْ Ù„َا اِÙ„َÙ‡َ اِÙ„َّا اللهُ Ùˆَ اَÙ†َّ اَبِÙ‰ رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ سَÙŠِّدُ الْاَÙ†ْبِÙŠَاءِ Ùˆَ اَÙ†َّ بَعْÙ„ِÙ‰ سَÙŠِّدُِ الْاَÙˆْصِÙŠَاءِ Ùˆَ ÙˆُÙ„ْدِÙ‰ سَادَØ©ُ الْاَسْبَاطِ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya ayahku adalah pemimpin para nabi dan suamiku adalah pemimpin para imam maksum dan anakku adalah pemimpin para pemuda”.

Kemudian Sayyidah Fathimah memanggil nama masing-masing wanita surga itu dan mengucapkan salam kepada masing-masing mereka. Para peri surga tertawa bahagia. Para penduduk langit dengan lahirnya Sayyidah Fathimah as saling memberikan kabar gembira. Pada saat itu langit bersinar dengan sinarnya yang tidak ada bandingannya di mana setelah itu tidak terlihat lagi sinarnya. Kemudian keempat wanita surga ini menyerahkan Sayyidah Fathimah ke pangkuan Khadijah seraya berkata ambillah putri ini di mana dia adalah penyuci (thahir) dan sudah disucikan (muthahhar) dan penuh barakah (mubarakah) Allah memberkatinya dan memberkati keturunannya.[23]

Setelah mengkaji masalah meneladani dan caranya dalam Al-Quran sekarang bagaimana kita meneladani Sayyidah Fathimah as di mana faktor pembentuk kepribadian seorang teladan merupakan masalah yang betul-betul menjadi bahan kajian. Kalau hanya berbicara faktor pembentuk seperti genetik, lingkungan, lingkungan geografi dan lingkungan masyarakat maka meneladani tidak memiliki makna karena faktor tersebut adalah keterpaksaan. Oleh karena itu, selain kita mengakui faktor tersebut maka kita juga harus mengakui faktor yang terpenting lainnya yaitu kebebasan dan kemauan seorang sosok teladan. Lantas bagaimana dengan faktor pembentuk kepribadian Sayyidah Fathimah as dan bagaimana caranya kita meneladani beliau.

Kalau kita lihat dari sisi genetik, lingkungan, baik lingkungan sebelum lahir maupun lingkungan setelah lahir, lingkungan sosial, lingkungan geografi Sayyidah Fathimah tidak diragukan bahwa beliau adalah sosok teladan yang patut untuk diteladani dan diikuti karena ayah beliau adalah Muhammad saw makhluk yang paling mulia dan ibunya Khadijah binti khuwailid wanita yang paling suci dan mulia di zamannya sementara kakek neneknya adalah orang-orang yang saleh dan paling suci di bumi pada masa itu. Nutfah Sayyidah Fathimah telah dibuahi di saat ayahnya telah mencapai kesucian ruh karena ibadahnya kepada Allah swt. selama empat puluh hari dan bahan nutfahnya adalah makanan surgawi yang paling suci dan bagus.[24] Oleh karena itu beliau dinamakan Haura’ Al-Insiyah, peri yang berupa manusia dan Rasulullah selalu merindukan bau surga dalam wujud beliau.

Fathimah dipelihara dalam keluarga yang penuh kasih sayang, ceria dan suci di mana setelah wafat ibunya beliau dididik oleh pendidik yang paling bagus akhlaknya yaitu ayahnya sendiri dan berada di sisi suami yang selalu berada di bawah naungan Rasulullah saw. dan faktor lain yaitu faktor secara gaib yaitu selalu mendapatkan ilham dari Allah swt. melalui malaikat yang turun kepadanya.

Dari sisi faktor-faktor ini kita bisa meneladaninya dalam kehidupan ini seperti ketika ada niat untuk kawin maka harus teliti dalam memilih pasangan hidup, pentingnya kedua orang tua untuk membangun dan membersihkan diri dan kejiwaan sebelum terjadinya pembuahan dan setelah itu keharusan kedua orang tua dalam mengonsumsi makanan halal dalam masa kehamilan sampai menyusui.

Kita sebagai manusia biasa dalam meneladani orang suci seperti Sayyidah Fathimah sekalipun tidak akan sampai walau hanya pada tanah bekas kakinya akan tetapi pandangan seperti ini jangan sampai menjadikan kita putus asa dan menjadi penghalang dalam meneladaninya. Kedudukan beliau yang sangat tinggi hendaknya menjadikan spirit bagi kita yang mau meneladaninya karena faktor yang paling pokok dalam pembentukan kepribadian beliau adalah ikhtiar dan pilihan bebas beliau.

Betul, Sayyidah Fathimah adalah manusia maksum dan suci dari dosa, tetapi beliau adalah manusia juga, sehingga dalam meneladani kita lihat sisi kesamaannya dengan kita sebagai manusia, di mana kita bisa meneladani beliau dari sisi dia juga memiliki kecondongan dan syahwat, hawa nafsu, fitrah, akal , penghambaan dan ibadah dan hubungan sosial sehingga bagaimana beliau menggunakan semua ini kita bisa mencontohnya dan meneladaninya.

Meneladani seorang teladan seperti Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang maksum bisa dengan dua model:

1. Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan dari ayahnya.[25]

2. Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Meneladani para maksum dengan cara tidak langsung artinya walaupun mereka hidup di zaman yang cukup jauh perbedaannya dengan zaman kita, kita tetap bisa meneladaninya karena dalam hal ini kita tidak harus mengikuti gaya hidup mereka di zaman itu dan memang tidak mungkin bisa kita praktekkan di zaman kita ini. Berarti kita harus memahami maksud dan kandungan dari perilaku mereka dan kita praktekkan dengan gaya baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat kita. Sebagi contoh dari riwayat yang sampai ke tangan kita bahwa Sayyidah Fathimah hidup bersama Imam Ali as dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah, mereka memakai alas dari kulit kambing dan kalau siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan untanya.[26] Sayyidah Fathimah menggunakan jilbab dari tenunan kulit pohon kurma. Bentuk kehidupan seperti ini sama sekali tidak bisa diteladani pada zaman sekarang, akan tetapi kandungan dari kehidupan seperti ini bisa kita teladani artinya secara tidak langsung kita meneladani kehidupan mereka dari sisi kesederhanaannya dan tidak tertipu dengan tipuan gemerlapan dunia dan menjauhi kemewahan.

Kalau Sayyidah Fathimah menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangan beliau luka artinya bahwa betapa tingginya nilai sebagai ibu rumah tangga, usaha untuk menghasilkan produksi sendiri dan merasa cukup dengan apa yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.

Sayyidah Fathimah as Sebagai Istri

Mendekatkan diri kepada Allah swt hanya bisa dicapai dengan menjalankan tugas. Setiap orang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat akan tetapi ia harus berpikir apa sebenarnya yang diinginkan oleh Allah swt atas dirinya. Tugas-tugas ilahi bisa dibagi menjadi tiga kelompok:

1. Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus, haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.

2. Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi istri, hamil, menyusui dan mengasuh serta mendidik anak.

3. Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.

Dengan mengenal tugas masing-masing maka seseorang akan dengan mudah dan tanpa ragu-ragu ia akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya.

Pada zaman Rasulullah ada yang bertanya kenapa kita sebagai perempuan tidak mendapatkan andil untuk berjihad? Rasulullah menjawab jihadul mar’ati husnuttaba’ul[27] (jihadnya perempuan adalah menjadi istri yang baik).

Kalau kaum laki-laki ada tugas jihad dan pahalanya sangat besar sekali, dari sisi lain kaum perempuan juga tidak ketinggalan dalam mendapatkan pahala yang sangat besar juga yaitu menjadi istri yang baik. Berdasarkan kemauan Allah swt, secara fitrah kehidupan laki-laki dan perempuan saling bergantung satu sama lainnya. Keluarga adalah satu kesatuan yang bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan adanya saling ketergantungan ini dengan bentuk yang paling baik sehingga baik laki-laki maupun perempuan bisa mencapai kesempurnaan yang diinginkan ilahi. Kesuksesan masing-masing mereka tergantung pada keharmonisan keluarga dan hubungan mereka sendiri, seorang istri bisa menjalankan tugasnya dengan baik di saat dia mendapatkan dukungan jiwa, perasaan dan ekonomi dari suaminya. Begitu juga sebaliknya suami dengan jiwanya yang tenang karena dukungan kerelaan istrinya ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Akan tetapi jika suasana rumah tangga dikuasai oleh rasa egois, kekerasan dan tidak adanya kehormatan satu sama lainnya maka kejiwaan istri dan suami akan terganggu sehingga mereka tidak akan bisa mencapai kesuksesan baik dari sisi materi maupun maknawi, tidak hanya istri tidak bisa menjalankan tugas rumah tangganya dan mendidik anaknya dengan baik akan tetapi suami pun tidak akan sukses dalam menjalankan tugas sosialnya, oleh karena itu keselamatan dan ketenangan sebuah masyarakat akan dimulai dari setiap kesatuan rumah tangga.

Secara global kejujuran dan kasih sayang serta keakraban hubungan suami istrilah yang menjadi punggung kesuksesan laki-laki maupun perempuan dan dalam menerapkan keharmonisan rumah tangga peran istri yang lebih berpengaruh dan kelihatan.

Kunci ketenangan dan keakraban dalam rumah tangga ada di tangan wanita, oleh karena itu, ketenangan jiwa dan perasaan laki dalam aktivitas sosialnya tergantung pada perilaku dan watak perempuan dalam rumah tangga. Kaidah ini berlaku pada semua bidang kehidupan laki-laki baik dari sisi kehidupan pribadi maupun masyarakat.

Laki-laki yang sukses baik dari segi materi maupun maknawi adalah karena dukungan istrinya sehingga jika ia sukses dan mendapatkan pahala istrinya juga sama seperti dia mendapatkan pahalanya juga.

Menjadi istri adalah sebuah seni seperti seni lainnya yang memerlukan adanya ketelitian, keuletan dan pemikiran. Wanita yang ingin sukses dalam menjalani seni ini ia memerlukan adanya teladan yang universal sehingga dengan meneladani teladan yang sempurna ia bisa menjalankan tugasnya dengan gaya yang paling baik. Dan yang menjadi teladan dalam seni ini tidak ada teladan yang lebih sempurna dan universal kecuali wujudnya Sayyidah Fathimah as.

Sayyidah Fathimah sejak beliau menginjakkan kakinya di rmuah suaminya; Imam Ali as, beliau selalu menerima dan beradaptasi dengan apa yang ada baik dari sisi materi maupun maknawi. Sayyidah Fathimah begitu lembut dan ceria serta menjadi pendamping setia suaminya sehingga bisa menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suaminya. Imam Ali as dalam hal ini mengatakan bahwa setiap saat aku melihat wajahnya maka hilanglah semua kesedihanku.[28]

Sayyidah Fathimah selalu berusaha untuk mendapatkan ridha kesenangan suaminya, sehingga Imam Ali a.s. sekaitan dengan beliau berkata: “Demi Tuhannya Zahra’, sampai ia meninggal dunia tidak pernah menyakiti aku dan tidak melakukan sesuatu yang membuatku tidak suka”.[29] Kalau mau kita paparkan bentuk kehidupan Sayyidah Fathimah, maka memerlukan pembahasan yang lebar akan tetapi bisa kita sebutkan antara lain bahwa beliau sangat beradab dan selalu membarengi suaminya dalam keadaan senang maupun susah, adanya perhatian penuh kepada kejiwaan suaminya dan tanggung jawab yang dipikul suaminya, berperilaku baik dan berbicara sopan serta pemaaf dihadapkan suaminya, memberikan ketenangan jiwa suami dalam menjalankan tugas dan mendidik anak-anaknya, sabar dan menerima adanya kekurangan materi, membantu kehidupan rumah tangga untuk cukup dan tidak adanya ketergantungan ekonomi keluarga pada orang lain serta mendidik anak-anaknya dengan baik.

Dengan membaca dan mempelajari kehidupan putri Rasulullah saw. di mana beliau adalah makhluk yang paling sempurna dan suci dari dosa dan dengan menelaah sabda-sabda beliau, maka kita sebagai penganutnya akan bisa menjadikan keluarga dan karakter kepribadian mereka sebagai sebuah teladan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai muslim yang cerdas tentu akan menjadikan putri Rasululullah saw sebagai teladan untuk bisa mencapai kesempurnaan. Karena sudah menjadi tabiat manusia bahwa dalam hidup manusia selalu ada yang ingin diikuti dan ditiru. Dan satu-satunya teladan yang dikenalkan oleh Rasulullah Adalah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as

Kesimpulannya bahwa kita dalam meneladani perkataan dan perilaku para sosok teladan adalah bukan dari bentuk perkataannya atau model perilakunya itu sendiri, akan tetapi maksud dan kandungannya yang harus kita pahami dan kita teladani dan harus kita sesuaikan dengan zaman kita sekarang ini, oleh karena itu, sebagai seorang mukmin kita harus selalu mencari sejarah dan mempelajarinya sehingga dari sejarah itu dengan menganalisa dan memahami kandungannya, kita teladani dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang kita alami. Kita sebagai umat Muhammad sudah disiapkan oleh Allah para sosok teladan yang harus kita teladani sehingga tidak perlu harus meneladani orang-orang yang tidak layak untuk diteladani.



[1] . Syeikh Thusy, Biharul Anwar, jilid 43, hal 18. Nasai dan Hafidh Abu Al-Qasim Dimasyqi dan lain-lainnya telah menukil hadis ini. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 160.

[2] . As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114. Faidh Al-Qadir, jilid 4 hal 421.

[3] . Mustadrak sahihain, jilid 3, hal 156. Isti’ab, jilid 2 hal 750.

[4] . Nur Al-Abshar, Syablanji, hal 52.

[5] . Ahl Al-Bait, Taufiq Abu Ilm, hal 124.

[6] . Idem.

[7] . As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114.

[8] . ‘Awalim, julid 11, hal 49.

[9] . Al-Masyru’ Ar-Ariwa, hal 86.

[10] . Ahqaq Al-Haq, jilid 1 hal 185 dan 186.

[11] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 4.

[12] . Ahl Al-Bait,hal 124.

[13]. Musnad Fathimah, Suyuthi, hal 45 dan 46.

[14] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 24.

[15] . Al-Quran, surat Najm, ayat 3 dan 4. “ Wama Yantiqu Anil Hawa In Huwa Illa WahyunYuha”.

[16] . Al-Quran, Al-Ahzab: 21.

[17] . Tafsir Al-Mizan, jilid 16, hal 305, dinukil dari kitab Jami az zelale kautsar, hal 75.

[18] . Akhlak dar Quran , Ayatullah Misbah Yazdi, jilid 1 hal 156.

[19] . Al-Quran, Al-Ahqaf: 35.

[20] . Al-Quran, AT-Tahrim: 11 dan 12.

[21] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 22, hadis ke 20.

[22] . Idem, jilid 21, hal 279.

[23] . Amaliye syeikh shaduq, hal 457. Ghayah Al-Haram, hal 177. Dalail Al-Imamah, hal 8, Biharul Anwar, jilid 43, hal 2.

[24] . Biharul Anwar, jilid 16, hal 78. ‘Awalim, jilid 16, hal 15.

[25] . Imam Ali as berkata: “Ketika pekerjaan dalam rumah banyak sekali badan Sayyidah Fathimah menjadi lelah dan saya berkata kepadanya seandainya kamu pergi ke ayahmu meminta seorang pembantu supaya dapat membantumu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan badanmu tidak lelah seperti ini. Sayyidah Fathimah pergi ke ayahnya dan merasa malu untuk mengutarakan maksudnya dan kembali ke rumahnya sendiri. Esok harinya Rasulullah saw. datang ke rumah kami dan berkata; wahai Fathimah kebutuhanmu sama ayah kemarin apa? Saya berkata kepada Rasulullah saw. keberatan pekerjaan rumah mempengaruhi badan Sayyidah Fathimah dan melelahkannya. Saya minta kepadanya untuk datang kepada anda, Rasulullah saw bersabda apakah saya belum mengajarkan kepada kalian yang lebih baik dari pembantu? Kemudian Rasulullah mengajarkan tasbih-tasbih ini, pada saat itu Fathimah berkata tiga kali: “Aku ridha sama Allah swt dan Rasul-Nya”. Biharul Anwar, jilid 43, hal 82, hadis ke 5, di nukil dari Jami az zelale kautsar, hal 92.

[26] .ucapan Imam Khomeini di hadapan pegawai isolasi dan panti asuhan, 23/4/58, Sahifehe Nur, jilid 8 hal 18. dinukil dari Jami az zelale kautsar, hal 216.

[27] . Tuhaf Al-uqul, hal 60. Makrim Al-Akhlak, hal 215.

[28] . Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492.

[29] . Idem.

DIALOG FATHIMAH AS DAN ABU BAKAR; Mengungkap kebohongan sebuah hadis politik

DIALOG FATHIMAH AS DAN ABU BAKAR; Mengungkap kebohongan sebuah hadis politik

Saleh Lapadi

Peristiwa Fadak banyak dianalisa oleh ahli sejarah. Beragam buku ditulis untuk menetapkan bahwa tanah Fadak milik Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah al-Zahra as. Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak bagi Syiah.

Namun, apakah sesungguhnya demikian?

Menilik khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as, ternyata dari keseluruhan khotbahnya tidak banyak menyinggung masalah Fadak. Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu itu, tidak menyela khotbah Sayyidah Fathimah as dan membawakan argumentasi mengapa ia mengambil Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as, maka khotbah tentang tanah FAdak semakin sedikit. Di samping itu, masalah Fadak dibawakan oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian akhir dari khotbahnya.

Untuk lebih jelasnya apa sebenarnya yang terjadi dalam dialog keduanya, perlu untuk mengkaji kembali khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan memperjelas apa sebenarnya yang terjadi antara keduanya.

Sanad khotbah

Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang dikenal oleh ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah Sayyidah Zahra as ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah ini diriwayatkan dari berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari Sayyidah Zainab as anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah khotbah, namun bagi Syiah menjadi sandaran dan dalil.

Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari dalam bukunya “Saqifah dan Fadak” menukil sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang diriwayatkan oleh al-Jauhari:

1. Al-Jauhari dari Muhammad bin Zakaria dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari Zainab binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.

2. Al-Jauhari dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein as.

3. Al-Jauhari dari Utsman bin Imran al-Faji’i dari Nail bin Najih dari Umar bin Syimr dari Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).

4. Al-Jauhari dari Ahmad bin Muhammad bin Yazid dari Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh bin Fathimah binti al-Husein dan ibnu al-Hasan al-Mutsanna.

Ali bin Isa al-Irbil salah seorang ulama Syiah menukil khotbah ini dari buku “Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Ia menyebutkan, “Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan Fadak karangan Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno yang telah dibaca dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan sanad yang berbeda-beda”.[1]

Mas’udi dalam bukunya Muruj al-Dzahab[2] mengisyaratkan mengenai khotbah ini.

Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir (lahir 204 H) ulama yang hidup pada zaman Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat al-Nisa’ meriwayatkan khotbah ini dari beberapa jalur:

1. Perawi mengatakan, “Aku berada di sisi Abu al-Hasan Zaid bin Ali bin al-Husein as. Pada waktu itu aku sedang berdialog dengan Abu Bakar Mauqi’i tentang masalah Sayyidah Fathimah as dan bagaimana Fadak diambil darinya. Aku berkata, “Kebanyakan masyarakat punya pendapat tentang khotbah ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa khotbah ini milik Abu al-‘Anina dan bukan milik Sayyidah Fathimah as. Zaid menjawab, “Saya sendiri melihat tokoh-tokoh dari keluarga Abu Thalib yang menukil khotbah ini dari ayah-ayah mereka. Khotbah ini juga saya dapatkan dari ayah saya Ali bin al-Husein as. Lebih dari itu, tokoh-tokoh Syiah meriwayatkan khotbahini dan mengejarkannya sebelum kakek Abu al-‘Aina lahir ke dunia.

2. Khotbah ini dinukil oleh Hasan bin Alawan dari Athiyah al-Aufi dari Abdullah bin al-Hasan dari ayahnya.

3. Ja’far bin Muhammad berada di Mesir. Suatu hari aku melihatnya di Rafiqah dan berkata, “Ayah saya meriwayatkan hadis kepada saya dan berkata, “Musa bin Isa mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Yunus dari Ja’far al-Ahmar dari Zaid bin Ali bin al-Husein as dari bibinya Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan khotbah ini.

Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir berkata, “Semua hadis ini saya lihat berada pada Abu Haffan.[3]

Tuntutan dan argumentasi Sayyidah Fathimah as

Untuk mengetahui secara detil apa sebenarnya yang terjadi dalam khotbah dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu Bakar sangat perlu untuk melihat langsung teks khotbah itu.[4]

Pada salah satu bagian dari khotbahnya Sayyidah Fathimah as menuntut haknya atas tanah Fadak:

Saat ini kalian menganggap bahwa kami tidak punya warisan!?

Apakah mereka menginginkan hukum jahiliah, padahal hukum mana yang lebih dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.

Apakah mereka tidak tahu!?

Ya, kalian mengetahui bahwa aku adalah putri Nabi. Pengetahuan kalian bak sinar mentari, jelas.

Wahai kaum muslimin! Apakah pantas aku menjadi pecundang atas warisan ayahku!?

Wahai anak Abu Quhafah! Apakah ada dalam al-Quran ayat yang menyebutkan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!

Apakah kalian secara sengaja meninggalkan al-Quran dan meletakkannya di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud”[5].

Al-Quran menukil cerita Yahya bin Zakaria ketika berkata: “Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub”.[6]

Dan Allah berfirman: “orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)di dalam Kitab Allah”.[7]

Dan allah berfirman: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.[8]

Dan Allah berfirman: “berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.[9]

Dan kalian menganggap aku tidak mewarisi sesuatu dari harta ayahku?

Apakah ada ayat yang turun kepada kalian yang mengecualikan ayahku?

Ataukah kalian akan mengatakan bahwa keduanya (aku dan ayahku) menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?

Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang satu?

Ataukah kalian merasa lebih tahu tentang al-Quran dari ayahku dan anak pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?

Bila memang kalian mengklaim demikian, maka ambil dan rampaslah warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia!? Tapi, ketahuilah! Ia akan menghadapimu di hari kiamat.

Sesunguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum Allah, sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah hari kiamat.

Ketika hari kiamat tiba, orang-orang yang batil akan mengalami kerugian. Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.

Setiap berita ada tempatnya dan kalian akan tahu siapa yang diazab sehingga hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!

Jawaban Abu Bakar

Setelah Sayyidah Fathimah as mengajukan tuntutan dan mengargumentasikan haknya, beliau kemudian menatap orang-orang Anshar dan mengingatkan siapa mereka dan betapa pentingnya peran mereka dalam menjaga Islam. Namun, nilai dan kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat mereka lupa menolong dan membantu putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang tidak sah dan zalim. Namun, ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak menerima alasan mereka. Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat kaum Anshar membela kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat sebagai khalifah waktu itu dengan jawabannya.

Abu Bakar menjawab tuntutan dan argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as dengan ucapannya:

Wahai putri Rasulullah saw! Ayahmu seorang yang lembut, pengasih dan dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila menghadapi orang-orang kafir ia sangat keras.

Bila dilihat dari sisi hubungan kekeluargaan, ia adalah ayahmu dan saudara ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang sepertimu.

Kami melihat bagaimana Nabi begitu memperhatikan suamimu lebih dari yang lain. Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.

Kalian adalah penunjuk dan penuntun ke arah kebaikan dan surga.

Dan engkau adalah wanita terbaik dan putri terbaik dari para Nabi.

Engkau benar dalam ucapanmu dan akal dan pemahamanmu lebih cerdas dari yang lain.

Tidak ada yang dapat menghalangi hak Anda dan kebenaranmu tidak bisa ditutup-tutupi.

Demi allah! Aku tidak melanggar pendapat Rasulullah saw dan aku tidak berbuat kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.

Dalam masalah ini aku menjadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi.

Aku mendengar sendiri dari Rasulullah saw bersabda: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam. Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu dan al-Nubuwah. Apa saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami. Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.

Apa yang engkau tuntut dari tanah Fadak, itu akan kami pakai untuk menyiapkan kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang jahat.

Masalah ini tidak aku putuskan sendiri, tetapi lewat kesepakatan seluruh kaum muslimin aku melakukan itu.

Ini kondisi dan apa yang saya miliki menjadi milik engkau.

Apa yang bisa saya lakukan akan saya lakukan dan saya tidak menyimpan apapun di hadapan engkau.

Engkau adalah panutan umat ayahmu dan pohon yang memiliki akar yang baik bagi keturunanmu.

Keutamaan yang engkau miliki tidak dapat dipungkiri oleh seorang pun.

Hak-hak engkau tidak akan dicampakkan begitu saja; baik masalah penting atau tidak.

Apa yang engkau perintahkan terkait dengan diri saya akan saya lakukan.

Apakah engkau merasa layak bahwa dalam masalah ini saya menentang aturan ayahmu?

Jawaban balik Sayyidah Fathimah as

Setelah mendengar jawaban dari Abu Bakar mengenai tuntutannya atas tanah Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:

Subhanallah! Rasulullah saw tidak pernah memalingkan wajahnya dari al-Quran dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.

Nabi senantiasa mengikuti al-Quran dan surat-suratnya.

Apakah engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu dengan berbohong atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?

Tipu daya ini sama persis seperti yang dilakukan terhadapnya ketika Nabi masih hidup.

Ini adalah al-Quran, Kitab Allah yang menjadi juru adil, pemutus perkara dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran mengatakan: “seorang putra yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub” dan “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.

Allah telah membagi bagian para ahli waris sesuai dengan bagiannya secara gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari. Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.

Namun engkau melakukan sesuatu yang lain karena hawa nafsu dan bisikan setan.

Dalam kondisi yang demikian, pilihan terbaik adalah bersabar karena kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian gambarkan.

Penjelasan terakhir Abu Bakar

Sanggahan terakhir Sayyidah Fathimah as membuat Abu Bakar tidak lagi menyangkal perbuatannya dengan hadis yang dipakai sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah Fathimah as menjelaskan premis mayor bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Setelah dihadapkan dengan ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar menjawab:

Maha benar Allah, benar apa yang disabdakan Rasulullah dan benar juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.

Engkau adalah tambang kebijakan, pusat hidayah dan rahmat, tiang agama dan sumber kebenaran.

Aku tidak mengatakan apa yang engkau katakan adalah salah dan tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin sebagai juri yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya sebagai khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua menjadi saksi.

Analisa argumentasi Abu Bakar

Bila dilihat secara teliti, sebenarnya Abu Bakar telah mengetahui bahwa bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah membawakan ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya kepada anaknya. Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun, untuk menjustifikasi perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh. Tidak cukup hanya dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang diwariskan kepada anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita tanah Fadak milik putri Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan kebijakan politik, tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda Nabi.

Sebagaimana telah disebutkan dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa yang paling mengetahui al-Quran adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran untuk memenangkan tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang disebutnya berasal dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim Sayyidah Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa ia menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam.

Sebenarnya, alasan itu juga yang dipakai untuk menyita paksa tanah Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu tidak disita, maka kemungkinan besar pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat melakukan perlawanan fisik bahkan bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat dipakai untuk mendanai angkatan bersenjatanya, maka hal yang sama dapat dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Itulah mengapa ketika Sayyidah Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak, Abu Bakar tidak melakukan protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as. Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum Anshar, di mana Sayyidah Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka dalam Islam dan setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw mengenai Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi tidak membela kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak yang telah disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata wayang Rasulullah saw ini.

Dari sini jelas, jawaban Abu Bakar menjadi terlihat terburu-buru. Karena yang harus dilakukannya adalah membawa argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar Sayyidah Zahra as menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi. Ketika mendapat jawaban dari Sayyidah Zahra as yang terlebih dahulu menyebutkan bagaimana Rasulullah saw tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau kemudian mengulangi lagi dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as tidak saja mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana caranya menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris. Pada akhirnya, Sayyidah Fathimah as menjelaskan filsafat hukumnya mengapa bagian-bagian ahli waris disebutkan secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi kerancuan dan kebingungan dalam masalah ini.

Pesan dialog

Melihat porsi pembahasan tanah Fadak dalam khotbah Sayyidah Fathimah as bila dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang cukup panjang itu, dapat diamati bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia dari sekedar yang dibayangkan oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah Fathimah as menuntut tanah Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain yang juga begitu menitikberatkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as adalah sekadar memenuhi kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu adalah miliknya, maka masalah Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah itu.

Bila dalam peristiwa Saqifah, Sayyidah Fathimah as datang ke sana dan menegaskan kepada mereka bahwa Rasulullah saw telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka akan menjawab bahwa ini hanya masalah keluarga. Ia menginginkan agar suaminya menjadi pemimpin dan yang berkuasa.

Bila sejak awal, Sayyidah Zahra as menekankan masalah Fadak dan itu adalah miliknya, ia akan dituduh sebagai mata duitan dan kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di tangannya dan tangan keluarga Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai rasialis, karena tidak senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.

Masalah warisan dalam krisis tanah Fadak waktu itu dipergunakan dengan baik oleh Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa mereka yang memerintah tidak memiliki kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak dijadikan sarana oleh Sayyidah Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa pengganti Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak mengerti masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.

Sayyidah Zahra as ingin mengatakan bahwa khalifah yang dipilih ini tidak punya kelayakan karena dalam masalah warisan yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya. Permasalahan sebenarnya bisa terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan menjawab khotbah Sayyidah Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah Zahra as dan merugikan Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah Zahra as dengan hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as kemudian mengadu hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan tolok ukur bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan dengan hukum-hukum al-Quran.

Pada kondisi yang seperti ini, Abu Bakar tidak dapat berbuat apa-apa, karena hadis yang dibawakannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran. Semua tentu masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan al-Quran harus dilemparkan ke tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan hadis Nabi. Lebih berat lagi, hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak bukan saja menyingkap masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah masalah ringan tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu; sengaja atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar terpaksa mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat terbongkar juga masalah ini.

Tidak ada jalan lain, Abu Bakar terpaksa mengakui kelihaian Sayyidah Zahra as dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar akhirnya hanya dapat berargumentasi bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh seluruh para sahabat tanpa paksaan dan kebijakan yang diambilnya adalah demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan menjadikan orang-orang sebagai tolok ukur dan bukan al-Quran.

Penutup

Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang masyhur. Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan keluasan pengetahuan putri Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling autentik mengenai kondisi umat Islam generasi awal. Selain kajian sosial, hukum dan politik tidak lupa juga membahas masalah isu-isu keislaman seperti tauhid, keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir, filsafat hukum dan lain-lain.

Salah satu kajian yang menarik dari khotbah Sayyidah Zahra as adalah dialognya dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog ini dapat memberikan nuansa baru untuk memahami polemik yang terjadi antara keduanya dalam masalah tanah Fadak.

Qom, 18 Juni 2007



[1] . Kasyf al-Ghummah, jilid 2, hal 304. Menukil dari buku Syarhe Khutbeye Hazrate Zahra as, Ayatullah Sayyid Izzuddin Huseini Zanjani, Qom, 1375, cet 5, hal 17.

[2] . Cetakan Najaf, hal 12. Ibid.

[3] . Dinukil dari Syrahe Khutbeye Hazrate Zahra as, ibid.

[5] . Al-Naml: 16.

[6] . Maryam: 5-6.

[7] . Al-Anfal:75.

[8] . Al-Nisa’: 11.

[9] . Al-Baqarah: 180