Al-Maliki Unjuk Kekuatan; Irak Lebih Aman
Al-Maliki Unjuk Kekuatan; Irak Lebih Aman
Saleh Lapadi
Untuk pertama kalinya selama diduduki oleh Amerika, perayaan Asyura tidak dibarengi dengan pembunuhan massal. Padahal, tahun ini di Karbala hadir sekitar satu juta setengah pecinta Ahlul Bait. Sementara bila dibandingkan dengan perayaan Asyura tahun lalu, sekitar 250 orang meninggal.
Pada tahun ini, diperkirakan ada sekitar 500 kelompok dari daerah-daerah di Irak yang mengikuti pawai Asyura. Rahman al-Misyawi juru bicara kepolisian Karbala melaporkan bahwa polres Karbala menyiapkan sepuluh ribu polisi untuk menjaga keamanan Karbala.
Dalam memperingati peristiwa Asyura memang terjadi pengeboman di beberapa kota di Irak. Pada hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharam), terjadi ledakan bom di sebuah masjid Syi’ah di bagian Utara Baghdad. Ledakan bom itu mengakibatkan 23 orang meninggal dan 57 lainnya luka-luka. Sebelum ini juga, sebelas orang Syi’ah yang ingin mengikuti acara Asyura tewas karena ledakan bom dan 39 orang lainnya luka-luka. Bom itu diletakkan di dalam tong sampah.
Tidak hanya kota Karbala yang dapat melakukan acara memperingati Asyura dengan aman. Di Kazhimain, kota tempat kuburan Imam Musa al-Kazhim, yang penduduknya kurang lebih 60 sampai 70 persennya adalah Syi’ah, dapat mengadakan acara lebih aman. Padahal tahun lalu termasuk kota yang paling banyak mendapat serangan teroris.
Maliki dan sapu bersih teroris
Setelah berhasil menggantung Sadam Husein, Nouri al-Maliki tidak tinggal diam. Sekalipun dia dibawa tekanan Amerika dan sebagian negara-negara Arab pro Amerika, pada perayaan Asyura kali ini ia menunjukkan taringnya. Angkatan bersenjata Irak dan polisi dalam sebuah penyerbuan di sekitar kota Najaf, berhasil melumpuhkan kelompok teroris yang mengatasnamakan kelompok “army of heaven”. Dalam penyerbuan itu sekitar 320 teroris tewas, lebih dari 109 orang terluka dan 650 orang lainnya tertangkap. Kelompok ini terdiri dari anggota partai Ba’ts dan anggota al-Qaedah.
Aksi pemerintah itu berhasil menghancurkan sekitar 70 persen dari kekuatan pasukan kelompok teroris dan 100 persen kekuatan militernya. Dalam aksi itu hanya tiga orang dari pasukan pemerintah yang meninggal dan sekitar 30 orang luka-luka. Lebih penting dari itu adalah Dhiya ad-Din Kazhim Garawy komandan kelompok teroris ikut tewas dalam bentrokan senjata.
Setelah berhasil menewaskan dan membekuk kelompok teroris, pasukan pemerintah menyisiri satu persatu rumah-rumah di kawasan Zaraq. Usaha untuk mencari anggota lainnya tidak hanya dilakukan di kota Najaf dan sekitarnya, tapi juga di kota-kota lain. Di kota Tikrit, dalam bentrokan bersenjata, pasukan pemerintah berhasil menewaskan dua orang anggota al-Qaedah dan 59 orang tertangkap. Dari pasukan pemerintah sendiri ada seorang yang tewas dan empat lainnya luka-luka. Data-data diri dari mereka yang tewas dan tertangkap ditemukan sebagian besar berasal dari negara-negara Arab.
Wakil gubernur Najaf, Abdul Husein Abthan, menjelaskan bahwa sudah lama mereka mendeteksi adanya pergerakan kelompok teroris ini. Kelompok “army of heaven” berasal dari anggota al-Qaedah dan sisa-sisa kekuatan partai Ba’ts. Kewarganegaraan mereka juga beragam; Irak, Afghanistan dan sebagian lain dari Arab. Tujuan mereka dengan penggalangan tentara berkekuatan besar ini untuk menguasai kota Najaf. Mereka ingin melakukan penghinaan terhadap kuburan Imam Ali as. Selain itu, mereka ingin membunuh ulama Syi’ah terutama Ayatullah Sayyid Ali Sistani dan tentunya meneror peziarah Imam Husein as dalam perayaan Asyura.
Sekaitan dengan usaha membunuh Ayatullah Sayyid Ali Sistani, tiga orang bersenjata ditangkap. Mereka beberapa hari sebelumnya menyewa sebuah rumah yang berdekatan dengan rumah Ayatullah Sistani. Usaha mereka ini tercium oleh pasukan keamanan dan langsung ketiganya dibekuk.
Sejak awal masuk bulan Muharam, secara berkelompok perlahan-lahan mereka berkumpul di sekitar kota Najaf. Rencananya, pada hari kesembilan dan kesepuluh bulan Muharam mereka akan melakukan aksi terornya. Dengan informan pemerintah yang menyusup ke dalam kelompok teroris ini, pemerintah dengan rencana yang matang berhasil menggagalkan rencana tersebut.
Ini tentu sebuah prestasi besar buat al-Maliki. Pasukan pemerintah berhasil mengamankan daerah Najaf dan Karbala. Padahal pada saat yang sama, dengan penambahan jumlah pasukan sekitar 20 ribu personil, kota Baghdad dan sekitarnya sampai saat ini belum pernah merasakan keamanan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah dapat mengatur stabilitas dalam negerinya sendiri.
Provokator itu bernama Aljazeera
Setelah dibekuknya kelompok teroris di sekitar kota Najaf, televisi Aljazeera dan al-Arabiah menayangkan berita berbeda. Mereka meyakini bahwa bentrokan bersenjata itu bukan antara pasukan pemerintah dengan kelompok teroris. Pertempuran itu antara Syi’ah dengan Syi’ah. Kelompok teroris oleh kedua tv ini dianggap sebagai Syi’ah ekstrim. Lebih dari itu, keduanya memberitakan bahwa anggota kelompok “Syi’ah ekstrim” yang mengatasnamakan “army of heaven” itu berasal dari Iran dan Afghanistan.
Untuk kesekian kalinya, Aljazeera telah melakukan kebohongan publik. Media pendukung fanatik Wahabi ini secara sengaja di akhir tahun 2006 menyiarkan setiap beberapa waktu proses penggantungan Sadam Husein. Mereka ingin mengobarkan semangat anti Syi'ah. Namun, pada saat yang sama Aljazeera melakukan pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Aljazeera dengan sikap fanatiknya telah memberikan kado tahun baru paling manis buat Amerika. Semua tidak menyangka bahwa Amerika yang setiap kali berusaha mengagresi sebuah negara dengan alasan yang dibuat-buat, senantiasa menyaksikan jatuhnya korban di pihaknya, di Afghanistan dan di Irak. Ini menimbulkan gelombang protes di luar dan di dalam negeri Amerika. Ketika memasuki dan menguasai Somalia tanpa ada satu korban pun yang mati di pihaknya.
Aljazeera telah berjudi dengan mempertaruhkan nyawa ratusan pejuang muslim Somalia dengan isu rendahan balas dendam Syi'ah atas Sadam sebagai wakil Sunni. Bila saja Aljazeera secara proporsional memberitakan bagaimana tentara Ethiopia dan pasukan pemerintah Somalia, yang di kontrol oleh Amerika membunuh dan membantai kaum muslimin, negara-negara Arab dan Islam akan melakukan protes dan Amerika tidak bakal semudah itu menguasai Somalia. Ketika kota terakhir yang dikuasai oleh pejuang-pejuang muslim digempur oleh pasukan Ethiopia dan pemerintah, Aljazeera asik memprovokasi dunia Islam untuk memusuhi Syi'ah lewat tokoh bengis Sadam. Akhirnya, dengan tanpa korban jiwa seorang pun, Amerika masuk dan menguasai Somalia.
Aljazeera telah menjual nyawa kaum muslimin di Somalia dengan harga isu fanatisme Wahabi lewat tokoh bejat yang ingin dibangun kembali, Sadam Husein. Tidak satupun manusia di muka bumi ini yang berakal sehat ingin menjadikan Sadam Husein sebagai pahlawan apalagi menyebutnya sebagai martir. Yang berani melakukan perbuatan menjijikkan ini hanyalah kelompok Wahabi. Dan yang mengorganisir isu-isu ini adalah Aljazeera.
Itulah mengapa pemerintah Irak mengeluarkan Aljazeera dari Irak karena pemberitaannya yang tidak benar dan lebih cenderung memprovokasi. Yang menjadi pertanyaan penting adalah, dari mana Aljazeera mendapatkan berita mengenai kelompok army of heaven ini?
Mengapa army of heaven?
Mengamati fenomena baru bernama army of heaven sebenarnya dapat ditelusuri sejak dibesar-besarkannya berita penggantungan Sadam Husein. Ditengarai bahwa hukuman mati Sadam Husein di hari raya Idul Qurban merupakan pembalasan orang-orang Syi'ah terhadap orang-orang Sunni. Padahal, yang terjadi adalah penggantungan seorang penjagal berdarah dingin. Tidak sampai di situ saja, diusahakan sedemikian rupa agar tampak dalam pengambilan keputusan itu, pemerintah Irak yang dikuasai oleh mayoritas Syi'ah, atas perintah dan tekanan Amerika.
Usaha ini tidak berhasil. Pemerintah Irak secara tegas akan meninjau kembali hubungannya dengan negara-negara Arab yang coba campur tangan dalam urusan negaranya. Pemerintah Irak menganggap bahwa proses hukuman mati Sadam Husein murni urusan dalam negeri Irak dan keputusan itu tidak dipengaruhi oleh kekuatan lain.
Usaha pertama gagal menghadapi ketegasan pemerintah Irak.
Melihat usaha untuk menekan pemerintah Irak yang Syi'ah lewat isu Sadam Husein menemui jalan buntu, dilontarkan isu selanjutnya. Pembantaian orang-orang Ahli Sunah oleh orang-orang Syi'ah. Media tiba-tiba ramai, setelah Qardhawi menyampaikan khutbah Jumatnya pada tanggal 5 Januari, membicarakan adanya "konflik sektarian" di Irak. Isu ini juga menjadi pemanis ceramahnya dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh di Indonesia. Usaha kedua ini pun menemui jalan buntu. Sebelum Qardhawi mengumbar omongannya, pemimpin Syi'ah di Irak dan Iran telah melarang bahkan mengharamkan siapa saja yang ikut dalam "konflik sektarian" ini.
Usaha kedua ini pun gagal menghadapi ketegasan ulama Syi'ah.
Lewat jalur ini pun mereka gagal. Qardhawi masih berusaha mencari celah. Pada konferensi persatuan Islam di Doha kemarin, ia melontarkan isu syi'ahisasi. Ada program sistematik untuk mensyi'ahkan orang-orang Sunni. Rupanya, kali ini Qardhawi tidak sendiri. Beberapa hari setelah itu, raja Abdullah dalam wawancaranya dengan as-Siyasah Kuwait mengulangi pernyataan Qardhawi.
Tentunya, buat kita bangsa Indonesia isu ini lebih menyerupai lelucon. Setelah semua tahu bagaimana Arab Saudi begitu royal mendanai orang-orang Wahabi di Indonesia untuk menghadapi Syi'ah dan kelompok-kelompok lain. Orang-orang wahabi di Indonesia hanya sempat kedodoran setelah peristiwa 11 September. Ketika Indonesia disebut sebagai sarang teroris. Pasokan dana dari Arab Saudi kemudian sempat mengendur.
Kekhawatiran isu syi'ahisasi di Irak sangat tidak bermakna. Kekhawatiran yang muncul setelah kaum Sunni tidak lagi memerintah. Itu karena kesalahan mereka sendiri setelah membela Sadam habis-habisan. Negara-negara Arab yang Sunni dan Wahabi hanya sekali membenci Sadam, ketika ia mengagresi Kuwait.
Setelah Sadam jatuh dan kelompok Syi'ah yang mayoritas menguasai pemerintah, itu pun dengan demokrasi, negara-negara Arab yang Sunni, terutama yang Wahabi merasa menghadapi ancaman. Ancaman yang sebenarnya mereka buat sendiri. Karena pemerintah Syi'ah telah membuktikan dirinya tidak sebagai ancaman. Iran adalah buktinya.
Isu ini jelas lebih rendah dari isu-isu sebelumnya. Oleh karenanya, tidak banyak mendapatkan perhatian dunia.
Usaha paling anyar yang dilakukan saat ini adalah dengan menghembuskan isu perang antara Syi'ah melawan Syi'ah. Syi'ah yang ekstrim melawan Syi'ah moderat, pemerintah. Kembali lagi, corong pertama munculnya isu ini adalah Aljazeera. Isu ini dimunculkan untuk menunjukkan bahwa betapa rumitnya kondisi di Irak. Tidak hanya terjadi "konflik sektarian" antara Syi'ah dan Sunni, tapi juga antara Syi'ah dan Syi'ah. Irak telah menjadi kawasan berdarah.
Isu ini untuk menepis keberhasilan Nouri al-Maliki menghancurkan dan meringkus kelompok teroris army of heaven. Isu ini dihembuskan untuk menutup-nutupi bahwa anggota-anggota kelompok teroris ini merupakan pasukan multi nasional yang berasal dari negara-negara Arab terutama Arab Saudi, Yordania, Irak, Aljazair dan Afghanistan.
Sehari sebelum bentrokan senjata itu, pasukan keamanan Irak berhasil menggagalkan bom mobil dengan menangkap tiga orang pelakunya. Setelah ditahan dan diperiksa, ternyata seorang dari mereka adalah warga negara Arab Saudi, satunya lagi Afghanistan dan yang ketiga belum diketahui kewarganegaraannya.
Siapa army of heaven?
Dhiya ad-Din Kazhim Garawi adalah pemimpin kelompok teroris ini. Ia biasa dipanggil dengan nama Qadhi as-Sama' (hakim langit). Ia seorang Irak asli yang berasal dari daerah Hilla. Ia mengklaim sebagai anak dari Imam Ali bin Abi Thalib secara langsung. Dengan demikian, Imam Hasan as dan Husein adalah saudaranya. Untuk menjawab mengapa baru sekarang ia dilahirkan ke dunia? Ia menjawab, karena sel telur yang telah dibuahi sejak 1400 tahun yang lalu, hanya berpindah dari satu rahim ke rahim yang lain sampai ia kemudian lahir.
Qadhi as-Sama' memiliki sebuah buku setebal 416 halaman, judulnya juga sama persis dengan julukannya. Dalam bukunya, ia mengklaim dirinya sesuai dengan gambaran di atas. Pada lembaran kedua dari bukunya, ia mengaku sebagai Imam Mahdi af. Namun, dalam lembara-lembaran bukunya ia tidak percaya dengan Imam Hasan Askari as, ayah dari Imam Mahdi af. Ia mengatakan bahwa pada masa ini ia dilahirkan dan dipenjarakan di zaman Sadam.
Kelompok ini mengaku dirinya sebagai Syi'ah. Kelompok teroris Syi'ah yang mencoba menghancurkan kuburan Imam Ali as. Bila ia benar anak dari Imam Ali as, apa yang menyebabkannya ingin menghancurkan kuburan ayahnya sendiri? Apa yang menyebabkan ia ingin meneror orang-orang yang ingin melakukan ziarah ke makam saudaranya Imam Husein as?
Jelas, orang yang belajar perbandingan mazhab akan mengetahui bahwa ajaran yang seperti ini bukan Syi'ah. Klaim sebagai anak langsung dari Ali bin Abi Thalib merupakan kebohongan yang nyata. Aljazeera semestinya menjaga prestasinya sehingga tidak menjadi sekedar media gosip.
Ini adalah cara lama yang dipakai oleh agen-agen Amerika, Inggris dan Israel. Bila usaha mengadu domba musuh yang telah ada tidak berhasil, maka dibuatlah tandingannya dari dalam. Wahabi dibuat di dunia Sunni. Baha'i dibuat di dunia Syi'ah. Untungnya, dengan kesadaran ulama Syi'ah, tumor bernama Baha'i berhasil dienyahkan dari Iran pusat Syi'ah. Sementara Arab Saudi belum berhasil mengangkat tumor Wahabi di negaranya.
Ironisnya, yang menjadi alat untuk memberitakan kebohongan ini adalah media Islam. Ataukah media musuh yang sengaja dibesarkan dalam proses Amerika menghadapi al-Qaedah? Musuh dan media yang digagas untuk melicinkan jalan kolonialisme Barat di dunia Islam. Tentunya, orang akan percaya "media Islam" ketimbang media Barat yang memberitakan masalah ini.
Penutup
Isu perang antara Syi'ah dengan Syi'ah masih satu paket dengan isu-isu sebelumnya yang telah lebih dahulu digulirkan. Tentunya, hal ini tidak akan berhenti begitu saja. Masih akan ada isu selanjutnya. Di sini kearifan kita diuji.
Kondisi kekinian di Timur Tengah menuntut Syi’ah dan Sunni untuk bersatu. Persatuan itu dibutuhkan untuk mengenyahkan hegemoni Amerika di Timur Tengah. Negara-negara Arab harus mengakui kedaulatan Irak dan tidak ikut campur dalam urusan negerinya. Karena stabilitas Irak menjamin stabilitas Timur Tengah.
Proses Syi'ah memerintah di Irak lewat demokrasi adalah sangat wajar ketika mereka adalah mayoritas. Bila sebagian negara-negara Arab, terutama Arab Saudi yang tidak demokratis khawatir semangat demokrasi menyebrang ke negaranya, maka solusinya bukan dengan menggerakkan isu anti Syi'ah di Irak. Tapi lebih bersikap netral dalam kasus di Irak. Karena itu akan semakin menyulitkan Syi'ah Arab Saudi untuk berkerja sama lebih luas dengan pemerintahnya.
Apa yang telah ditunjukkan oleh Maliki dengan membekuk kelompok teroris “army of heaven”, menunjukkan kesungguhannya untuk mengembalikan rasa aman bagi rakyatnya. Ini harus direspon secara positif. Baik dari kelompok Sunni maupun Syi’ah yang ada di Irak maupun negara-negara tetangganya.
Qom, 1 Pebruari 2007
Saleh Lapadi
Untuk pertama kalinya selama diduduki oleh Amerika, perayaan Asyura tidak dibarengi dengan pembunuhan massal. Padahal, tahun ini di Karbala hadir sekitar satu juta setengah pecinta Ahlul Bait. Sementara bila dibandingkan dengan perayaan Asyura tahun lalu, sekitar 250 orang meninggal.
Pada tahun ini, diperkirakan ada sekitar 500 kelompok dari daerah-daerah di Irak yang mengikuti pawai Asyura. Rahman al-Misyawi juru bicara kepolisian Karbala melaporkan bahwa polres Karbala menyiapkan sepuluh ribu polisi untuk menjaga keamanan Karbala.
Dalam memperingati peristiwa Asyura memang terjadi pengeboman di beberapa kota di Irak. Pada hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharam), terjadi ledakan bom di sebuah masjid Syi’ah di bagian Utara Baghdad. Ledakan bom itu mengakibatkan 23 orang meninggal dan 57 lainnya luka-luka. Sebelum ini juga, sebelas orang Syi’ah yang ingin mengikuti acara Asyura tewas karena ledakan bom dan 39 orang lainnya luka-luka. Bom itu diletakkan di dalam tong sampah.
Tidak hanya kota Karbala yang dapat melakukan acara memperingati Asyura dengan aman. Di Kazhimain, kota tempat kuburan Imam Musa al-Kazhim, yang penduduknya kurang lebih 60 sampai 70 persennya adalah Syi’ah, dapat mengadakan acara lebih aman. Padahal tahun lalu termasuk kota yang paling banyak mendapat serangan teroris.
Maliki dan sapu bersih teroris
Setelah berhasil menggantung Sadam Husein, Nouri al-Maliki tidak tinggal diam. Sekalipun dia dibawa tekanan Amerika dan sebagian negara-negara Arab pro Amerika, pada perayaan Asyura kali ini ia menunjukkan taringnya. Angkatan bersenjata Irak dan polisi dalam sebuah penyerbuan di sekitar kota Najaf, berhasil melumpuhkan kelompok teroris yang mengatasnamakan kelompok “army of heaven”. Dalam penyerbuan itu sekitar 320 teroris tewas, lebih dari 109 orang terluka dan 650 orang lainnya tertangkap. Kelompok ini terdiri dari anggota partai Ba’ts dan anggota al-Qaedah.
Aksi pemerintah itu berhasil menghancurkan sekitar 70 persen dari kekuatan pasukan kelompok teroris dan 100 persen kekuatan militernya. Dalam aksi itu hanya tiga orang dari pasukan pemerintah yang meninggal dan sekitar 30 orang luka-luka. Lebih penting dari itu adalah Dhiya ad-Din Kazhim Garawy komandan kelompok teroris ikut tewas dalam bentrokan senjata.
Setelah berhasil menewaskan dan membekuk kelompok teroris, pasukan pemerintah menyisiri satu persatu rumah-rumah di kawasan Zaraq. Usaha untuk mencari anggota lainnya tidak hanya dilakukan di kota Najaf dan sekitarnya, tapi juga di kota-kota lain. Di kota Tikrit, dalam bentrokan bersenjata, pasukan pemerintah berhasil menewaskan dua orang anggota al-Qaedah dan 59 orang tertangkap. Dari pasukan pemerintah sendiri ada seorang yang tewas dan empat lainnya luka-luka. Data-data diri dari mereka yang tewas dan tertangkap ditemukan sebagian besar berasal dari negara-negara Arab.
Wakil gubernur Najaf, Abdul Husein Abthan, menjelaskan bahwa sudah lama mereka mendeteksi adanya pergerakan kelompok teroris ini. Kelompok “army of heaven” berasal dari anggota al-Qaedah dan sisa-sisa kekuatan partai Ba’ts. Kewarganegaraan mereka juga beragam; Irak, Afghanistan dan sebagian lain dari Arab. Tujuan mereka dengan penggalangan tentara berkekuatan besar ini untuk menguasai kota Najaf. Mereka ingin melakukan penghinaan terhadap kuburan Imam Ali as. Selain itu, mereka ingin membunuh ulama Syi’ah terutama Ayatullah Sayyid Ali Sistani dan tentunya meneror peziarah Imam Husein as dalam perayaan Asyura.
Sekaitan dengan usaha membunuh Ayatullah Sayyid Ali Sistani, tiga orang bersenjata ditangkap. Mereka beberapa hari sebelumnya menyewa sebuah rumah yang berdekatan dengan rumah Ayatullah Sistani. Usaha mereka ini tercium oleh pasukan keamanan dan langsung ketiganya dibekuk.
Sejak awal masuk bulan Muharam, secara berkelompok perlahan-lahan mereka berkumpul di sekitar kota Najaf. Rencananya, pada hari kesembilan dan kesepuluh bulan Muharam mereka akan melakukan aksi terornya. Dengan informan pemerintah yang menyusup ke dalam kelompok teroris ini, pemerintah dengan rencana yang matang berhasil menggagalkan rencana tersebut.
Ini tentu sebuah prestasi besar buat al-Maliki. Pasukan pemerintah berhasil mengamankan daerah Najaf dan Karbala. Padahal pada saat yang sama, dengan penambahan jumlah pasukan sekitar 20 ribu personil, kota Baghdad dan sekitarnya sampai saat ini belum pernah merasakan keamanan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah dapat mengatur stabilitas dalam negerinya sendiri.
Provokator itu bernama Aljazeera
Setelah dibekuknya kelompok teroris di sekitar kota Najaf, televisi Aljazeera dan al-Arabiah menayangkan berita berbeda. Mereka meyakini bahwa bentrokan bersenjata itu bukan antara pasukan pemerintah dengan kelompok teroris. Pertempuran itu antara Syi’ah dengan Syi’ah. Kelompok teroris oleh kedua tv ini dianggap sebagai Syi’ah ekstrim. Lebih dari itu, keduanya memberitakan bahwa anggota kelompok “Syi’ah ekstrim” yang mengatasnamakan “army of heaven” itu berasal dari Iran dan Afghanistan.
Untuk kesekian kalinya, Aljazeera telah melakukan kebohongan publik. Media pendukung fanatik Wahabi ini secara sengaja di akhir tahun 2006 menyiarkan setiap beberapa waktu proses penggantungan Sadam Husein. Mereka ingin mengobarkan semangat anti Syi'ah. Namun, pada saat yang sama Aljazeera melakukan pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Aljazeera dengan sikap fanatiknya telah memberikan kado tahun baru paling manis buat Amerika. Semua tidak menyangka bahwa Amerika yang setiap kali berusaha mengagresi sebuah negara dengan alasan yang dibuat-buat, senantiasa menyaksikan jatuhnya korban di pihaknya, di Afghanistan dan di Irak. Ini menimbulkan gelombang protes di luar dan di dalam negeri Amerika. Ketika memasuki dan menguasai Somalia tanpa ada satu korban pun yang mati di pihaknya.
Aljazeera telah berjudi dengan mempertaruhkan nyawa ratusan pejuang muslim Somalia dengan isu rendahan balas dendam Syi'ah atas Sadam sebagai wakil Sunni. Bila saja Aljazeera secara proporsional memberitakan bagaimana tentara Ethiopia dan pasukan pemerintah Somalia, yang di kontrol oleh Amerika membunuh dan membantai kaum muslimin, negara-negara Arab dan Islam akan melakukan protes dan Amerika tidak bakal semudah itu menguasai Somalia. Ketika kota terakhir yang dikuasai oleh pejuang-pejuang muslim digempur oleh pasukan Ethiopia dan pemerintah, Aljazeera asik memprovokasi dunia Islam untuk memusuhi Syi'ah lewat tokoh bengis Sadam. Akhirnya, dengan tanpa korban jiwa seorang pun, Amerika masuk dan menguasai Somalia.
Aljazeera telah menjual nyawa kaum muslimin di Somalia dengan harga isu fanatisme Wahabi lewat tokoh bejat yang ingin dibangun kembali, Sadam Husein. Tidak satupun manusia di muka bumi ini yang berakal sehat ingin menjadikan Sadam Husein sebagai pahlawan apalagi menyebutnya sebagai martir. Yang berani melakukan perbuatan menjijikkan ini hanyalah kelompok Wahabi. Dan yang mengorganisir isu-isu ini adalah Aljazeera.
Itulah mengapa pemerintah Irak mengeluarkan Aljazeera dari Irak karena pemberitaannya yang tidak benar dan lebih cenderung memprovokasi. Yang menjadi pertanyaan penting adalah, dari mana Aljazeera mendapatkan berita mengenai kelompok army of heaven ini?
Mengapa army of heaven?
Mengamati fenomena baru bernama army of heaven sebenarnya dapat ditelusuri sejak dibesar-besarkannya berita penggantungan Sadam Husein. Ditengarai bahwa hukuman mati Sadam Husein di hari raya Idul Qurban merupakan pembalasan orang-orang Syi'ah terhadap orang-orang Sunni. Padahal, yang terjadi adalah penggantungan seorang penjagal berdarah dingin. Tidak sampai di situ saja, diusahakan sedemikian rupa agar tampak dalam pengambilan keputusan itu, pemerintah Irak yang dikuasai oleh mayoritas Syi'ah, atas perintah dan tekanan Amerika.
Usaha ini tidak berhasil. Pemerintah Irak secara tegas akan meninjau kembali hubungannya dengan negara-negara Arab yang coba campur tangan dalam urusan negaranya. Pemerintah Irak menganggap bahwa proses hukuman mati Sadam Husein murni urusan dalam negeri Irak dan keputusan itu tidak dipengaruhi oleh kekuatan lain.
Usaha pertama gagal menghadapi ketegasan pemerintah Irak.
Melihat usaha untuk menekan pemerintah Irak yang Syi'ah lewat isu Sadam Husein menemui jalan buntu, dilontarkan isu selanjutnya. Pembantaian orang-orang Ahli Sunah oleh orang-orang Syi'ah. Media tiba-tiba ramai, setelah Qardhawi menyampaikan khutbah Jumatnya pada tanggal 5 Januari, membicarakan adanya "konflik sektarian" di Irak. Isu ini juga menjadi pemanis ceramahnya dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh di Indonesia. Usaha kedua ini pun menemui jalan buntu. Sebelum Qardhawi mengumbar omongannya, pemimpin Syi'ah di Irak dan Iran telah melarang bahkan mengharamkan siapa saja yang ikut dalam "konflik sektarian" ini.
Usaha kedua ini pun gagal menghadapi ketegasan ulama Syi'ah.
Lewat jalur ini pun mereka gagal. Qardhawi masih berusaha mencari celah. Pada konferensi persatuan Islam di Doha kemarin, ia melontarkan isu syi'ahisasi. Ada program sistematik untuk mensyi'ahkan orang-orang Sunni. Rupanya, kali ini Qardhawi tidak sendiri. Beberapa hari setelah itu, raja Abdullah dalam wawancaranya dengan as-Siyasah Kuwait mengulangi pernyataan Qardhawi.
Tentunya, buat kita bangsa Indonesia isu ini lebih menyerupai lelucon. Setelah semua tahu bagaimana Arab Saudi begitu royal mendanai orang-orang Wahabi di Indonesia untuk menghadapi Syi'ah dan kelompok-kelompok lain. Orang-orang wahabi di Indonesia hanya sempat kedodoran setelah peristiwa 11 September. Ketika Indonesia disebut sebagai sarang teroris. Pasokan dana dari Arab Saudi kemudian sempat mengendur.
Kekhawatiran isu syi'ahisasi di Irak sangat tidak bermakna. Kekhawatiran yang muncul setelah kaum Sunni tidak lagi memerintah. Itu karena kesalahan mereka sendiri setelah membela Sadam habis-habisan. Negara-negara Arab yang Sunni dan Wahabi hanya sekali membenci Sadam, ketika ia mengagresi Kuwait.
Setelah Sadam jatuh dan kelompok Syi'ah yang mayoritas menguasai pemerintah, itu pun dengan demokrasi, negara-negara Arab yang Sunni, terutama yang Wahabi merasa menghadapi ancaman. Ancaman yang sebenarnya mereka buat sendiri. Karena pemerintah Syi'ah telah membuktikan dirinya tidak sebagai ancaman. Iran adalah buktinya.
Isu ini jelas lebih rendah dari isu-isu sebelumnya. Oleh karenanya, tidak banyak mendapatkan perhatian dunia.
Usaha paling anyar yang dilakukan saat ini adalah dengan menghembuskan isu perang antara Syi'ah melawan Syi'ah. Syi'ah yang ekstrim melawan Syi'ah moderat, pemerintah. Kembali lagi, corong pertama munculnya isu ini adalah Aljazeera. Isu ini dimunculkan untuk menunjukkan bahwa betapa rumitnya kondisi di Irak. Tidak hanya terjadi "konflik sektarian" antara Syi'ah dan Sunni, tapi juga antara Syi'ah dan Syi'ah. Irak telah menjadi kawasan berdarah.
Isu ini untuk menepis keberhasilan Nouri al-Maliki menghancurkan dan meringkus kelompok teroris army of heaven. Isu ini dihembuskan untuk menutup-nutupi bahwa anggota-anggota kelompok teroris ini merupakan pasukan multi nasional yang berasal dari negara-negara Arab terutama Arab Saudi, Yordania, Irak, Aljazair dan Afghanistan.
Sehari sebelum bentrokan senjata itu, pasukan keamanan Irak berhasil menggagalkan bom mobil dengan menangkap tiga orang pelakunya. Setelah ditahan dan diperiksa, ternyata seorang dari mereka adalah warga negara Arab Saudi, satunya lagi Afghanistan dan yang ketiga belum diketahui kewarganegaraannya.
Siapa army of heaven?
Dhiya ad-Din Kazhim Garawi adalah pemimpin kelompok teroris ini. Ia biasa dipanggil dengan nama Qadhi as-Sama' (hakim langit). Ia seorang Irak asli yang berasal dari daerah Hilla. Ia mengklaim sebagai anak dari Imam Ali bin Abi Thalib secara langsung. Dengan demikian, Imam Hasan as dan Husein adalah saudaranya. Untuk menjawab mengapa baru sekarang ia dilahirkan ke dunia? Ia menjawab, karena sel telur yang telah dibuahi sejak 1400 tahun yang lalu, hanya berpindah dari satu rahim ke rahim yang lain sampai ia kemudian lahir.
Qadhi as-Sama' memiliki sebuah buku setebal 416 halaman, judulnya juga sama persis dengan julukannya. Dalam bukunya, ia mengklaim dirinya sesuai dengan gambaran di atas. Pada lembaran kedua dari bukunya, ia mengaku sebagai Imam Mahdi af. Namun, dalam lembara-lembaran bukunya ia tidak percaya dengan Imam Hasan Askari as, ayah dari Imam Mahdi af. Ia mengatakan bahwa pada masa ini ia dilahirkan dan dipenjarakan di zaman Sadam.
Kelompok ini mengaku dirinya sebagai Syi'ah. Kelompok teroris Syi'ah yang mencoba menghancurkan kuburan Imam Ali as. Bila ia benar anak dari Imam Ali as, apa yang menyebabkannya ingin menghancurkan kuburan ayahnya sendiri? Apa yang menyebabkan ia ingin meneror orang-orang yang ingin melakukan ziarah ke makam saudaranya Imam Husein as?
Jelas, orang yang belajar perbandingan mazhab akan mengetahui bahwa ajaran yang seperti ini bukan Syi'ah. Klaim sebagai anak langsung dari Ali bin Abi Thalib merupakan kebohongan yang nyata. Aljazeera semestinya menjaga prestasinya sehingga tidak menjadi sekedar media gosip.
Ini adalah cara lama yang dipakai oleh agen-agen Amerika, Inggris dan Israel. Bila usaha mengadu domba musuh yang telah ada tidak berhasil, maka dibuatlah tandingannya dari dalam. Wahabi dibuat di dunia Sunni. Baha'i dibuat di dunia Syi'ah. Untungnya, dengan kesadaran ulama Syi'ah, tumor bernama Baha'i berhasil dienyahkan dari Iran pusat Syi'ah. Sementara Arab Saudi belum berhasil mengangkat tumor Wahabi di negaranya.
Ironisnya, yang menjadi alat untuk memberitakan kebohongan ini adalah media Islam. Ataukah media musuh yang sengaja dibesarkan dalam proses Amerika menghadapi al-Qaedah? Musuh dan media yang digagas untuk melicinkan jalan kolonialisme Barat di dunia Islam. Tentunya, orang akan percaya "media Islam" ketimbang media Barat yang memberitakan masalah ini.
Penutup
Isu perang antara Syi'ah dengan Syi'ah masih satu paket dengan isu-isu sebelumnya yang telah lebih dahulu digulirkan. Tentunya, hal ini tidak akan berhenti begitu saja. Masih akan ada isu selanjutnya. Di sini kearifan kita diuji.
Kondisi kekinian di Timur Tengah menuntut Syi’ah dan Sunni untuk bersatu. Persatuan itu dibutuhkan untuk mengenyahkan hegemoni Amerika di Timur Tengah. Negara-negara Arab harus mengakui kedaulatan Irak dan tidak ikut campur dalam urusan negerinya. Karena stabilitas Irak menjamin stabilitas Timur Tengah.
Proses Syi'ah memerintah di Irak lewat demokrasi adalah sangat wajar ketika mereka adalah mayoritas. Bila sebagian negara-negara Arab, terutama Arab Saudi yang tidak demokratis khawatir semangat demokrasi menyebrang ke negaranya, maka solusinya bukan dengan menggerakkan isu anti Syi'ah di Irak. Tapi lebih bersikap netral dalam kasus di Irak. Karena itu akan semakin menyulitkan Syi'ah Arab Saudi untuk berkerja sama lebih luas dengan pemerintahnya.
Apa yang telah ditunjukkan oleh Maliki dengan membekuk kelompok teroris “army of heaven”, menunjukkan kesungguhannya untuk mengembalikan rasa aman bagi rakyatnya. Ini harus direspon secara positif. Baik dari kelompok Sunni maupun Syi’ah yang ada di Irak maupun negara-negara tetangganya.
Qom, 1 Pebruari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar