Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw
Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw
Emi Nur Hayati Ma’sum Said
Setelah munculnya kelompok Wahabi/Salafy, sedikit demi sedikit jasa dan perjuangan Rasulullah saw diberangus. Karena kedangkalan pemikiran merekalah sebagian peninggalan bersejarah Islam, semakin tidak dikenal oleh kaum muslimin terutama generasi yang akan datang. Salah satu usaha mereka untuk memberangus jasa dan perjuangan Nabi besar Muhammad saw adalah dengan mengeluarkan fatwa bahwa memperingati hari kelahiran beliau tidak diperbolehkan, dengan dalil bidah, syirik, khurafat. Bahkan dengan alasan bahwa:
1. Memperingati maulid Nabi Muhammad saw berarti mengikuti adat istiadat pemeluk agama Kristen yang memperingati ulang tahun Nabi Isa as.
2. Karena Nabi Muhammad saw sendiri tidak memperingati hari ulang tahun kelahirannya, maka kaum muslimin yang memperingatinya adalah musyrik dan telah melakukan bidah. Karena bidah adalah kesesatan, dan orang yang sesat adalah tempatnya di neraka, maka orang yang melakukan kesesatan adalah tempatnya di neraka.
3. kumpul-kumpul untuk makan-makan itu adalah bidah, dan dilarang.
Padahal memperingati Maulid Nabi Muhammad saw merupakan salah satu cara untuk mengenang kembali sosok pribadi agung ini, serta asal usul dan perjuangan-perjuangan yang dilakukannya untuk menyempurnakan agama-agama ilahi. Mereka akan gerah ketika orang lain tidak sesuai dengan keyakinannya. Orang lain dipaksa untuk menerima keyakinan mereka. Barang siapa yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka dikafirkan, Syiah maupun Ahli Sunah. Peninggalan-peninggalan bersejarah Islam dihancurkan. Namun, ketika Zionis merusak Masjid al-Aqsha, dan mengais-ngais asal usulnya dan membuat bangunan di bawah Masjid al-Aqsha dengan mengklaim bahwa mereka memiliki asal usul, Wahabi tidak melakukan reaksi sama sekali. Keberadaan sebuah kaum atau bangsa akan dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan bersejarahnya.
Kesempatan membaca dan meriset sejarah tidak menjadi nasib setiap orang. Bila ada beberapa orang berhasil mendapat kesempatan mengkaji kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad saw, sementara orang lain tidak, maka pada acara memperingati Maulid Nabi adalah kesempatan yang bagus bagi kaum muslimin yang hadir untuk mengenal lebih jauh nabinya. Sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan kaum muslimin; bagaimana Nabi saw menjalani kehidupannya, baik kehidupan pribadi, sosial, politik dan lain-lainnya.
Bukankah dalam al-Quran Allah berfirman: “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan bagi kalian” (al-Ahzab: 21) Dengan belajar dan bersandar pada kehidupan Nabi saw, kaum muslimin akan lebih baik dalam menjalani hidupnya.
Bila dikatakan bahwa Rasulullah saw tidak pernah memperingati hari ulang tahun kelahirannya, sehingga kaum muslimin dilarang dan dianggap bidah bila mereka memperingati hari kelahiran nabinya, adalah sebuah alasan yang dibuat-buat dan mengandung makna politis, ingin menghapus jasa-jasa Nabi saw dan menjauhkan umatnya dari nabinya.
Kalau Nabi saw tidak memperingati hari ulang tahun kelahirannya, bukan berarti lantas kaum muslimin tidak boleh memperingatinya sepeninggal beliau! Dan bukan berarti sesuatu yang bidah! Bahkan sesuatu yang mulia. Karena dengan acara memperingati maulid bisa menambah pengetahuan dan wawasan kaum muslimin. Dan kehidupan mereka akan lebih baik dengan meneladani Nabinya.
Menurut kebiasaan, orang-orang besar senantiasa hidup sederhana dan tawadu. Kendati mereka banyak harta, mereka tidak menggunakan kesempatan seenaknya saja. Harta mereka lebih banyak mereka infakkan kepada fakir miskin. Orang besar akan dirayakan hari lahirnya dengan mengenang jasa-jasanya, bila mereka sudah wafat. Tidak seperti manusia-manusia zalim, mereka merayakan ulang tahunnya dengan menghambur-hamburkan hartanya bersama keluarganya dan ditayangkan di layar televisi, sementara masih banyak orang yang membutuhkan.
Pada setiap masa akan muncul generasi baru yang memerlukan pengetahuan tentang generasi sebelumnya. Dengan mengadakan acara maulid Nabi saw, kita bisa mengemukakan sejarah Nabi kita kepada generasi baru. Apalagi di zaman sekarang, musuh-musuh Islam senantiasa bercokol di samping kita. Dengan segala tipu dayanya mereka menghancurkan jati diri kaum muslimin. Khususnya remaja dan wanita yang menjadi tancapan mereka.
Tidak itu saja, untuk mewujudkan tujuan jahatnya, tidak mungkin mereka mengatakan bahwa agar umat Islam lupa dan terlena dari Nabinya dan sejarah-sejarah peninggalan Islam, lantas mereka langsung bicara di depan publik dan mengatakan bahwa memperingati Ulang tahun kelahiran Nabi Muhammad hukumnya bidah. Jelas, kaum muslimin tidak akan menerima ucapan mereka. Karena jelas mereka adalah musuh Islam. Oleh karena itu mereka membentuk ulama-ulama bikinan untuk bisa masuk ke dalam tubuh kaum muslimin dengan stempel agama. Dengan cara inilah musuh-musuh Islam bisa masuk ke dalam tubuh kaum muslimin.
Ketika yang mengeluarkan fatwa adalah seorang muslim, maka sebagian kaum muslimin, terutama orang-orang awam akan menerimanya. Padahal kalau kita mau teliti dan jeli, fatwa pelarangan memperingati maulid Nabi saw, memiliki akar sejarah, dan kembalinya adalah pada tujuan-tujuan dibentuknya Wahabi konspirasi Inggris.
Faedah memperingati maulid Nabi Muhammad saw:
1. Peringatan maulid Nabi Muhammad saw merupakan tempat untuk silaturahmi antar sesama muslim. Imam Ja’far Shadiq as mengatakan: “Saling berziarahlah kalian satu sama lainnya! Sesungguhnya dalam zirah kalian dengan sesama akan menghidupkan hati kalian, dan mengingatkan hadis-hadis kami. Hadis-hadis kami membuat kalian lebih dekat dan lebih sayang satu sama lainnya”.(al-Kafi, jilid 2, hal 186).
2. Acara memperingati maulid Nabi saw merupakan wadah untuk mengkaji kehidupan beliau untuk memperkenalkan beliau kepada generasi muda lebih jauh.
3. Acara memperingati maulid Nabi saw adalah sarana untuk lebih mencintai dan meneladani beliau. Pepatah mengatakan: “tak kenal maka tak sayang”. Sangat mungkin seorang muslim tidak banyak tahu tentang sejarah kehidupan Nabinya, lantas bagaimana mungkin ia akan meneladani nabinya, jika ia sendiri tidak mengenalnya. Untuk menyayangi sosok pribadi yang agung perlu pengenalan lebih jauh, karena dengan banyak mengenal pribadi beliau kecintaan kita akan lebih bermakna. Dengan memperingati maulid Nabi saw, kaum muslimin akan menjadikan beliau sebagai teladan dalam hidupnya, dan tidak perlu meneladani orang-orang yang tidak layak untuk diteladani. Mengapa sebagian kaum muslimin meneladani gaya kehidupan orang kafir? Karena mereka kosong dari teladan. Kita sebagai muslimin harus mengikuti gaya hidup Rasulullah saw, tidak saja dalam melaksanakan salat, tetapi dalam ucapan, tingkah laku, pergaulan dan perdagangan. Oleh karena itu kita harus mengenal beliau.
Rasulullah saw adalah manusia luar biasa, kalau kita mau menyebutkan keutamaan-keutamaan beliau, tinta akan mengatakan ketidakmampuannya untuk menulis. Namun, menuliskan sedikit adalah sebuah kebanggaan dan pelajaran bagaikan merasakan setetes air itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Sebagai pengenang mari kita kenang kembali sebagian kecil dari kehidupan manusia agung ini.
Sikap Rasulullah saw terhadap orang lain selalu baik, wajahnya senantiasa ceria. Bila sedih, beliau tidak menampakkan kesedihannya di hadapan orang lain. Bila orang lain menyakitinya beliau sedih, tetapi tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Beliau senantiasa yang pertama mengucapkan salam kepada orang lain. Beliau tidak rela bila seseorang di hadapannya menghancurkan harga diri orang lain dan menjelek-jelekkannya. Beliau tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain. Beliau dalam beribadah tidak kenal lelah. Karena berdiri salat sehingga kakinya bengkak. Malam-malamnya dipenuhi dengan ibadah dan doa serta minta ampunan kepada Allah. Beliau banyak membaca istigfar. Sehingga dikatakan kepada beliau mengapa engkau banyak beristigfar? Engkau kan tidak berdosa? Istigfar untuk apa? Beliau menjawab: “Afala Akuna Abdan Syakura?” Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur, atas segala nikmat yang diberikan kepadaku? (Bihar Al-Anwar, jilid 10, hal 40).
Rasulullah saw adalah orang yang paling akhir marah dari yang lainnya, dan paling awal memaafkan orang lain. Ucapannya senada baik dalam keadaan marah atau rela. Kerelaan tidak membuat beliau menjadi penjilat dan kemarahan juga tidak membuat beliau lepas kontrol. Dalam keadaan marah atau rela beliau tidak berbicara melainkan berbicara kebenaran. Ini adalah sebagian kecil dari akhlak beliau yang agung, karena akhlaknya yang mulia sehingga Allah menjulukinya dengan “Innaka La’ala Khulukin Adhim” Sungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (al-Qalam: 4). Allah itu indah dan mencintai keindahan. Demikian juga dengan Rasulullah, beliau senantiasa rapi dan bersih. Imam Ali dalam hadisnya mengatakan: “Kecantikan adalah sebagian dari akhlak orang-orang mukmin” (Ghurar Al-Hikam, Amidi) Rasulullah saw bersabda: “Allah membenci kekotoran dan kekusutan” (Nahjul Fashahah, hadis 741). Beliau selalu menjaga kerapian rambutnya, memakai wangi-wangian, menjaga kebersihan badan, setiap hari Jumat membersihkan bulu-bulu bawah ketiak dan bawah pusar, memotong kuku dan memendekkan jenggotnya. Imam Shadiq as bersabda: “Setiap hari Jumat sebelum melaksanakan salat jumat, beliau memotong kuku dan jenggotnya” (Sunan Nabi, Allamah Thabathaba’i, hal 94 dan 106). Beliau sangat memperhatikan kebersihan giginya, setiap mau tidur dan setelah bangun tidur, beliau selalu menyikat giginya (Bihar Al-Anwar, jilid 16, hal 253). Dan masih banyak lagi perilaku-perilaku yang perlu kita teladani. Islam adalah agama sempurna dan disampaikan pula oleh manusia sempurna. Kaum muslimin tidak kekurangan contoh bila ingin menjalani hidup dengan baik. Namun, jalannya adalah mengenal terlebih dahulu teladan-teladan yang sudah disiapkan oleh Allah swt khususnya Nabi besar Muhammad saw. beliau adalah rahmat bagi seluruh alam. Semoga kita memiliki kelayakan untuk menjadikan beliau sebagai teladan dalam hidup, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
2 komentar:
Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian memujiku sebagimana kaum Nashrani memuji Nabi ‘Isa. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah : Hamba Alloh dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari : 3445]
Jika ada yang mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi termasuk konsekuensi wujud cinta kepada Nabi Muhammad. Ketahuilah : “Perkataan ini dusta ! tidak berdasar dalil sedikitpun. Sebab maulid Nabi tidak termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi. Cinta Nabi itu dengan ketaatan (dalam menjalankan sunnahnya), bukan dengan kemaksiatan dan kebid’ahan seperti halnya maulid Nabi. Bahkan maulid Nabi termasuk pelecehan dan penghinaan kepada Nabi”
Nasehat untuk saudaraku sesama muslim….
Ketahuilah wahai saudaraku - semoga Alloh memberi pemahaman kepadamu-, bahwa perayaan hari ulang tahun Nabi tidak dikenal di zaman Nabi, para sahabat, para tabi’I dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah para sahabat). Dan tidak dikenal pula oleh imam-imam madzhab, seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, Syafi’I, dan Ahmad bin Hambal.
Seputar Sejarah Maulid Adapun orang yang pertama kali mengadakannya adalah Bani Ubaid Al-Qoddakh yang menamai diri mereka dengan “Fatimiyyah”, yang mana mereka adalah dari golongan Syi’ah Rafidhah. Mereka memasuki kota Mesir pada tahun 362 H / 977 M. Dari situlah kemudian tumbuh berkembang perayaan maulid secara umum dan maulid nabi secara khusus.
Imam Ahmad bin Ali Al-Miqrizi -ulama ahli tarikh/sejarah- mengatakan dalam kitabnya “Al-Mawaidz wal I’tibar Bidzikri Khutoti wal Atsar” (1/490) : “Para khalifah Fatimiyyah mempunyai perayaan yang bermacam-macam setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, Asyuro’, maulid Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatmah az-Zahra, dan maulid khalifah. Serta perayaan lainnya seperti perayaan awal bulan Rajab, awal Sya’ban, Nisfu Sya’ban, awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan, dan penutupan Ramadhan….”
Orang yang pertama kali merayakan hari ulang tahun nabi setelah mereka adalah Raja Mudhafir Abu Sa’ad Kaukaburi pada awal abad ke 7 Hijriah. Sebagaimna diungkapkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al-Bidayah wa An-Nihayah : 13/137)” : “Dia (Raja Mudhafir) merayakan maulid Nabi di bulan Rabi’ul awal dengan amat mewah. As-Sibt berkata : Sebagian orang yang hadir disana menceritakan bahwa dalam hidangan raja Mudhafir disiapkan 5000 daging panggang, 10.000 daging ayam, 100.000 gelas susu, dan 30.000 piring makanan ringan….”.
Hingga beliau (Ibnu Katsir) berkata pula : “Perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan orang-orang Sufi (betapa serupanya dahulu dan sekarang, pen). Sang raja pun menjamu mereka. Bahkan bagi orang-orang Sufi ada acara khusus, yaitu bernyanyi di waktu Dzhuhur hingga fajar, dan raja pun juga ikut berjoget bersama mereka.”
Ibnu Khalikan berkata dalam kitabnya :“Wafayatul A’yaan” (4/117-118) : “Bila tiba awal bulan Safar, mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan mewah. Pada setiap kubah ada sekumpulan para penyanyi. Ahli penunggang kuda, dan pelawak. Pada hari itu manusia LIBUR KERJA karena ingin bersenang-senang di kubah-kubah tersebut bersama para penyanyi…..dan bila maulid kurang dua hari, raja mengeluarkan unta, sapi dan kambing, yang tak terhitung jumlahnya, dengan diiringi suara terompet dan nyanyian sampai tiba di lapangan….Pada malam maulid, raja mengadakan nyanyian setelah sholat Maghrib di benteng.”
Demikianlah sejarah awal perayaan hari ulang tahun Nabi yang penuh pemborosan dan kemaksiatan.
Perkataan Ulama tentang Maulid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya “I’qtidho’ Shirotil Mustaqim” (2/123-124) : “Demikian pula apa yang diadakan oleh sebagian manusia tentang perayaan hari kelahiran Nabi, padahal ulama telah berselisih tentang tanggal kelahirannya. Semua tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf (sahabat, tabi’in, tabi’ut dan tabi’in)….dan Seandainya hal itu baik (untuk diamalkan), Tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. Karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi dan mereka lebih semangat dalam melaksanakan amal kebaikan. Sesungguhnya cinta Rasul adalah dengan mengikuti beliau, mentaati perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara dzahir dan batin, menyebarkan ajarannya, dan berjihad untuk itu semua, baik dengan hati, tangan ataupun lisan. Karena inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.”
Syaik Muhammad Abdussalam As-Syaqiry (murid Syaikh Rasyid Ridha) berkata dalam kitab “As-Sunan wal Mubtada’at : 123″ bahwa : “Di bulan ini (Rabi’ul awal), Rasulullah dilahirkan dan diwafatkan…..Oleh karenanya, menjadikan kelahiran beliau sebagai perayaan merupakan perkara bid’ah munkaroh dan sesat serta tidak sesuai dengan syariat dan akal. Seandainya perkara ini baik, Bagaimana mungkin amalan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, serta para sahabat dan tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ulama kaum muslimin ? Tidak syak lagi bahwa perayaan tersebut hanyal Dibuat-buat oleh para Sufi yang suka makan, dan oleh para pengangguran dari kalangan ahlu bid’ah yang kemudian diikuti oleh mayoritas manusia. Pahala apa yang akan diperoleh dari harta yang dihambur-hamburkan ?”
K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari Al-Jombangi pendiri Pesantren Tebu Ireng dan juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) berkata dalam kitabnya “At-Tanbihaat al-Waajibat liman Yashna’ Maulid bin Mungkarot” hal.17-18, yang nukilannya adalah : “Perayaan maulid seperti yang saya sifatkan pertama kali (dibumbui maksiat) hukumnya haram, dan tidak ada dua tanduk yang bertabrakan tentang terlarangnya maulid, tidak dianggap baik oleh orang yang mempunyai sifat takwa dan iman. Akan tetapi yang menyenanginya hanyalah orang yang dibutakan matanya dan sangat bernafsu terhadap makan dan minum serta tidak takut maksiat kepada siapapun dan tidak peduli dengan dosa apapun. Demikian pula menontonnya, menghadiri undangannya, dan menyumbang harta untuk perayaan maulid tersebut. Semua itu hukumnya haram dan sangat haram, karena mengandung beberapa kemungkaran, yang akan kami sebutkan di akhir kitab.” Kemudian di halaman 8-10, beliau berkata pula : “Pada malam Senin tanggal 25 Rabi’ul Awal tahun 1355 H / 1935 M saya melihat sebagian santri pondok pesantren agama mengadakan perayaan maulid dengan menghadirkan alat-alat musik kemudian membacakan sedikit ayat Qur’an serta kisah kelahiran Nabi (kitab Barzanji). Kemudian setelah itu, mulai mengerjakan kemungkaran seperti (atraksi) pencak silat dengan menabuh gendang. Semua itu dilakukan dihadapan para wanita yang bukan mahram. Demikian pula sejenis judi (domino), campur baur laki-laki perempuan, joget, dan tenggelam dalam hal yang sia-sia, tertawa dan mengeraskan suara di masjid dan sekelilingnya. Melihat itupun SAYA MENGINGKARI mereka dari kemungkaran-kemungkaran tersebut. Lalu merekapun bubar. Tatkala perkaranya seperti yang saya gambarkan tadi, dan saya khawatir dan kejadian menjijikan ini akan bertambah menyebar ke tempat lainnya atau akan ditambah lagi oleh orang-orang awam dengan kemaksiatan lainnya, maka saya tulislah buku ini sebagai Nasehat dan Petunjuk kepada kaum Muslimin.”
Betul, setuju...
Silahkan nulis lagi...
Posting Komentar