Minggu, 24 Juni 2007

Sayyidah Fathimah Az-Zahra as Teladan Wanita Seluruh Alam

Sayyidah Fathimah Az-Zahra as Teladan Wanita Seluruh Alam

Hari Lahir Sayyidah Fathimah as

Sayyidah Fathimah lahir pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun ke lima hijriah. Pada masa itu usia ayahnya; Nabi Muhammad saw 45 tahun dan usia ibunya; Khadijah binti Khuwailid 60 tahun.

Nama-nama beliau antara lain: Fathimah, Shiddiqah, Zahra, Mubarakah, Radhiyah, Mardhiyah, Thohirah, Zakiyah, Muhaddatsah.

Julukan beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein, Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.

Beliau dinamakan Fathimah yang artinya putus, pisah yakni beliau dan para pengikutnya terpisah dan terputus dari api neraka.[1]

Masa Kecil Sayyidah Fathimah as

Beliau hidup pada zaman yang penuh tantangan karena pada masa itu adalah masa dakwah ayahnya dalam mengajak masyarakat untuk beriman kepada Allah swt. di mana orang-orang Quraisy pada saat itu karena kesombongannya dengan harta kekayaan dan nasabnya mereka merasa bangga dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Faktor lain yang membuat mereka tidak beriman adalah mengikuti agama dan keyakinan nenek moyang mereka sebagai penyembah berhala. Pada kondisi seperti ini hanya sedikit orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan kenabian Muhammad saw. mereka yang beriman khususnya para mustadh’afin dan orang-orang yang teraniaya.

Selain Nabi Muhammad sekeluarga ada beberapa keluarga yang beriman antara lain keluarga Yasir bin Amir dan anak istrinya yang bernama Sumayyah dan Ammar bin Yasir. Sumayyah adalah wanita syahid pertama dalam islam. Ia terbunuh karena membela islam dan Rasulullah saw sehingga rela dibantai oleh kaum Quraisy. Orang yang mendukung Rasulullah dalam rumah adalah Khadijah binti Khuwailid dan pendukung di luar rumah adalah paman Rasulullah saw yang bernama Abu Thalib. Akan tetapi setelah meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib, Fathimah lah yang menjadi pendukung ayahnya di rumah karena sepeninggal Khadijah dan Abu thalib orang-orang kafir semakin merajalela dalam memusuhi Rasulullah saw.

Pada tahun kelima hijriah ibu Sayyidah Fathimah a.s. meninggal dunia. Beliau hidup bersama ayahnya sehingga saat orang-orang kafir menganiaya ayahnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang selalu menjadi pendingin dan penenang hati ayahnya oleh karenanya beliau dijuluki sebagai Ummu abiha, yakni ibu ayahnya. Beliau selain sebagai putri juga sebagai ibu dari ayahnya dalam mengemban risalah islam.

Fathimah adalah Bagian dari Diri Nabi saw

Para perawi baik dari Syi’ah maupun Ahli Sunah telah meriwayatkan hadis yang berbunyi: “Fathimah adalah bagian dariku barang siapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku”. [2]

Karena Fathimah adalah bagian dari Nabi saw. maka saat beliau gembira hati Nabi juga ikut gembira dan di saat beliau sedih hati Nabi juga ikut sedih. Ucapan Nabi yang demikian ini bukan hanya karena ucapan kasih sayang atau lebih bersifat emosional tapi sebuah hakikat. Hakikat yang akan menjelaskan rahasia dari salah satu perilaku Nabi saw. di mana setiap Nabi mau bepergian beliau selalu mengucapkan selamat tinggal terlebih dahulu dengan putrinya Fathimah. Fathimah adalah orang yang terakhir yang ditemui Nabi ketika mau pergi dan ketika datang dari bepergian yang pertama kali beliau temui adalah putrinya Fathimah.[3]

Fathimah dalam Ucapan Nabi Muhammad saw

Dia adalah jantungku.[4]

Dia adalah cahaya mataku.[5]

Dia adalah buah hatiku.[6]

Dia adalah bagian dari diriku.[7]

Dia adalah pemimpin seluruh wanita alam. Di hari kiamat juga dia sebagai pemimpin seluruh wanita.[8]

Sesungguhnya Allah akan marah jika dia marah dan Allah akan senang jika dia merasa senang.[9]

Bau surga tercium darinya.[10]

Cahaya Fathimah diciptakan sebelum diciptakannya seluruh cahaya langit dan bumi.[11]

Orang yang pertama menyusul nabi Muhammad saw. setelah wafat ayahnya.[12]

Orang yang pertama kali masuk surga.[13]

Dia bisa memberikan syafaat di hari kiamat.[14]

Seandainya dalam Al-Quran tidak ada ayat yang diturunkan sekaitan dengannya dan tidak ada ayat yang tafsirannya berkaitan dengannya dalam masalah sebab-sebab turunnya ayat maka hanya dengan ayat yang berbunyi ‘Dan dia tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu akan tetapi pembicaraanya adalah hanya wahyu yang di wahyukan kepadanya,[15] tidak ada keraguan sama sekali tentang keutamaan yang disebutkan Nabi Muhammad saw. sekaitan dengan putrinya dan ini bukan hanya sekedar karena sebagai putrinya sehingga beliau menyebutkan keutamaan ini, akan tetapi beliau menyebutkannya karena untuk umatnya supaya mereka tahu dan satu-satunya teladan dalam Islam adalah putri rasul; Fathimah, yang berada di bawah naungan dan pendidikan wahyu ilahi. Ayah, suami dan anak-anaknya adalah utusan Allah swt.

Fathimah sebagai Sosok Teladan Bagi Wanita Seluruh Alam

Sebelum membahas masalah meneladani Sayyidah Fathimah a.s. kita lihat bagaimana Allah swt. mendidik makhluknya yang bernama manusia dengan perantaran para utusan-Nya. Allah dalam mendidik hambanya dengan menggunakan berbagai macam cara seperti memberikan kabar gembira berupa nikmat-nikmat yang abadi, menakut-nakuti dengan azab yang pedih, menceritakan kisah kaum terdahulu, menceritakan kisah para nabi, menggunakan contoh atau sumpah dan sebaginya.

Salah satu cara yang paling mujarab yang digunakan berkali-kali dalam Al-Quran adalah menyodorkan teladan yang layak dan baik dengan cara langsung atau tidak langsung. Begitu juga menentukan teladan yang baik dan menekankan untuk mengikutinya serta tidak menganggap baik mengikuti teladan yang buruk dan menghancurkan pemikiran dan budaya yang tidak baik.

Al-Quran mengenalkan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik bagi kaum beriman: “Dalam diri Rasulullah saw. ada teladan untuk kalian orang-orang yang berharap kepada Allah dan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.[16] Artinya, mengikuti Rasul sebagai teladan adalah sebuah taufik dan sifat yang terpuji yang tidak bisa didapatkan oleh setiap orang, akan tetapi hanya bisa didapatkan oleh orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat serta orang-orang yang betul-betul mencintai Allah dan banyak mengingat-Nya saja. Yang pada akhirnya mengingat dan perhatian yang terus menerus inilah yang akan menyebabkan seseorang untuk meneladani Rasulullah secara sempurna.[17] Sebaliknya, jika keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari kiamat semakin lemah maka semangat dan taufik untuk meneladani Rasulullah saw. juga akan semakin kecil dan lemah.[18]

Sebuah misal, Al-Quran menganjurkan kepada Rasulullah saw untuk meneladani para nabi ulul Azmi dalam menyampaikan risalahnya artinya hendaknya seperti mereka sabar dan istiqomah dan hindarilah tergesa-gesa “(Dalam bertablig dan menahan godaan umat). Bersabarlah sebagaimana para nabi ulul azmi bersabar dan jangan tergesa-gesa (dalam mengazab mereka)”.[19]

Al-Quran dalam mendidik umat menggunakan contoh dalam bentuk cerita, seperti dalam ayat yang menceritakan kisah Asiyah; istri Firaun dan Maryam; putri Nabi Imran as mereka adalah teladan bagi para mukminin alam, baik laki-laki maupun perempuan. “Allah mencontohkan Asiyah istri Firaun untuk orang-orang yang beriman ketika dia berkata Ya Allah bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisimu di surga dan selamatkanlah aku dari keburukan Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim. Dan Maryam; putrinya Imran yang menjaga kesuciannya”....[20]

Dalam ayat ini Allah mengenalkan masalah teladan yang baik. Kalau mau meneladani maka teladanilah dua wanita ini, dari sisi panjangnya jangkauan dan semangat tingginya Asiyah; istri Firaun di mana ia saat itu berada dalam istana dengan fasilitas yang memadai, tetapi ia tidak menghiraukan masalah dunia dan memandangnya sebagai sesuatu yang hina bahkan meminta kepada Allah untuk dibangunkan sebuah rumah yang abadi di akhirat dan hendaknya diselamatkan dari tangan Firaun yang zalim dan kaumnya. Begitu juga teladanilah Maryam, dari sisi kesuciannya dan iman serta penghambaannya yang murni kepada Allah swt.

Sekaitan dengan contoh teladan Maryam, dia adalah teladan untuk zamannya. Sementara Sayyidah Fathimah adalah teladan seluruh wanita sepanjang sejarah. Rasulullah saw. bersabda bahwa Maryam adalah teladan bagi para wanita di zamannya sementara Fathimah adalah teladan wanita seluruh alam dari awal sampai akhir.[21] Rasulullah bersabda bahwa malaikat telah turun kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah teladan seluruh wanita penghuni surga dan teladan seluruh wanita umatku.[22]

Dari sini jelas, bahwa kedudukan Sayyidah Fathimah lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Kedudukan Fathimah tidak hanya lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Bahkan puncak kedudukan keduanya adalah di saat mereka mendapatkan taufiq untuk membantu ibu Sayyidah Fathimah ketika melahirkan beliau as Kisah lahirnya Sayyidah Fathimah ini diriwayatkan dari ucapan Imam Shadiq as bahwa ketika Khadijah binti Khuwailid kawin dengan Muhammad saw tidak ada seorang wanita Quraisy pun yang mau menjenguk Khadijah, terutama ketika melahirkan putrinya yang bernama Fathimah a.s. maka dengan izin Allah datanglah empat wanita surga dan salah satunya mengenalkan diri seraya berkata saya adalah Sarah istri Ibrahim as dan ini adalah Asiyah putri muzahim (istri Firaun) dan dia adalah temanmu di surga dan ini adalah Maryam putri Imran as dan ini adalah Shafura putri Syuaib as kami adalah utusan Allah swt untuk menolongmu di mana setiap wanita menolong wanita-wanita lain yang membutuhkan. Maka lahirlah Sayyidah Fathimah yang suci dan sinarnya menyinari rumah-rumah daerah sekelilingnya. Pada saat itu sepuluh peri dari surga masuk ke rumah Khadijah yang masing-masing dari mereka membawa dua bejana air telaga Kautsar. Wanita yang berada di depan Khadijah adalah Maryam. Ia mengangkat Sayyidah Fathimah dan memandikannya dengan air telaga Kautsar kemudian membungkusnya dengan kain putih yang putihnya lebih putih dari susu dan lebih harum dari misyk (minyak wangi). Dan mengerudunginya dan pada saat itu berbicara dengan Fathimah. Dan Fathimah berkata:

اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ اَبِى رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ الْاَنْبِيَاءِ وَ اَنَّ بَعْلِى سَيِّدُِ الْاَوْصِيَاءِ وَ وُلْدِى سَادَةُ الْاَسْبَاطِ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya ayahku adalah pemimpin para nabi dan suamiku adalah pemimpin para imam maksum dan anakku adalah pemimpin para pemuda”.

Kemudian Sayyidah Fathimah memanggil nama masing-masing wanita surga itu dan mengucapkan salam kepada masing-masing mereka. Para peri surga tertawa bahagia. Para penduduk langit dengan lahirnya Sayyidah Fathimah as saling memberikan kabar gembira. Pada saat itu langit bersinar dengan sinarnya yang tidak ada bandingannya di mana setelah itu tidak terlihat lagi sinarnya. Kemudian keempat wanita surga ini menyerahkan Sayyidah Fathimah ke pangkuan Khadijah seraya berkata ambillah putri ini di mana dia adalah penyuci (thahir) dan sudah disucikan (muthahhar) dan penuh barakah (mubarakah) Allah memberkatinya dan memberkati keturunannya.[23]

Setelah mengkaji masalah meneladani dan caranya dalam Al-Quran sekarang bagaimana kita meneladani Sayyidah Fathimah as di mana faktor pembentuk kepribadian seorang teladan merupakan masalah yang betul-betul menjadi bahan kajian. Kalau hanya berbicara faktor pembentuk seperti genetik, lingkungan, lingkungan geografi dan lingkungan masyarakat maka meneladani tidak memiliki makna karena faktor tersebut adalah keterpaksaan. Oleh karena itu, selain kita mengakui faktor tersebut maka kita juga harus mengakui faktor yang terpenting lainnya yaitu kebebasan dan kemauan seorang sosok teladan. Lantas bagaimana dengan faktor pembentuk kepribadian Sayyidah Fathimah as dan bagaimana caranya kita meneladani beliau.

Kalau kita lihat dari sisi genetik, lingkungan, baik lingkungan sebelum lahir maupun lingkungan setelah lahir, lingkungan sosial, lingkungan geografi Sayyidah Fathimah tidak diragukan bahwa beliau adalah sosok teladan yang patut untuk diteladani dan diikuti karena ayah beliau adalah Muhammad saw makhluk yang paling mulia dan ibunya Khadijah binti khuwailid wanita yang paling suci dan mulia di zamannya sementara kakek neneknya adalah orang-orang yang saleh dan paling suci di bumi pada masa itu. Nutfah Sayyidah Fathimah telah dibuahi di saat ayahnya telah mencapai kesucian ruh karena ibadahnya kepada Allah swt. selama empat puluh hari dan bahan nutfahnya adalah makanan surgawi yang paling suci dan bagus.[24] Oleh karena itu beliau dinamakan Haura’ Al-Insiyah, peri yang berupa manusia dan Rasulullah selalu merindukan bau surga dalam wujud beliau.

Fathimah dipelihara dalam keluarga yang penuh kasih sayang, ceria dan suci di mana setelah wafat ibunya beliau dididik oleh pendidik yang paling bagus akhlaknya yaitu ayahnya sendiri dan berada di sisi suami yang selalu berada di bawah naungan Rasulullah saw. dan faktor lain yaitu faktor secara gaib yaitu selalu mendapatkan ilham dari Allah swt. melalui malaikat yang turun kepadanya.

Dari sisi faktor-faktor ini kita bisa meneladaninya dalam kehidupan ini seperti ketika ada niat untuk kawin maka harus teliti dalam memilih pasangan hidup, pentingnya kedua orang tua untuk membangun dan membersihkan diri dan kejiwaan sebelum terjadinya pembuahan dan setelah itu keharusan kedua orang tua dalam mengonsumsi makanan halal dalam masa kehamilan sampai menyusui.

Kita sebagai manusia biasa dalam meneladani orang suci seperti Sayyidah Fathimah sekalipun tidak akan sampai walau hanya pada tanah bekas kakinya akan tetapi pandangan seperti ini jangan sampai menjadikan kita putus asa dan menjadi penghalang dalam meneladaninya. Kedudukan beliau yang sangat tinggi hendaknya menjadikan spirit bagi kita yang mau meneladaninya karena faktor yang paling pokok dalam pembentukan kepribadian beliau adalah ikhtiar dan pilihan bebas beliau.

Betul, Sayyidah Fathimah adalah manusia maksum dan suci dari dosa, tetapi beliau adalah manusia juga, sehingga dalam meneladani kita lihat sisi kesamaannya dengan kita sebagai manusia, di mana kita bisa meneladani beliau dari sisi dia juga memiliki kecondongan dan syahwat, hawa nafsu, fitrah, akal , penghambaan dan ibadah dan hubungan sosial sehingga bagaimana beliau menggunakan semua ini kita bisa mencontohnya dan meneladaninya.

Meneladani seorang teladan seperti Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang maksum bisa dengan dua model:

1. Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan dari ayahnya.[25]

2. Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Meneladani para maksum dengan cara tidak langsung artinya walaupun mereka hidup di zaman yang cukup jauh perbedaannya dengan zaman kita, kita tetap bisa meneladaninya karena dalam hal ini kita tidak harus mengikuti gaya hidup mereka di zaman itu dan memang tidak mungkin bisa kita praktekkan di zaman kita ini. Berarti kita harus memahami maksud dan kandungan dari perilaku mereka dan kita praktekkan dengan gaya baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat kita. Sebagi contoh dari riwayat yang sampai ke tangan kita bahwa Sayyidah Fathimah hidup bersama Imam Ali as dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah, mereka memakai alas dari kulit kambing dan kalau siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan untanya.[26] Sayyidah Fathimah menggunakan jilbab dari tenunan kulit pohon kurma. Bentuk kehidupan seperti ini sama sekali tidak bisa diteladani pada zaman sekarang, akan tetapi kandungan dari kehidupan seperti ini bisa kita teladani artinya secara tidak langsung kita meneladani kehidupan mereka dari sisi kesederhanaannya dan tidak tertipu dengan tipuan gemerlapan dunia dan menjauhi kemewahan.

Kalau Sayyidah Fathimah menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangan beliau luka artinya bahwa betapa tingginya nilai sebagai ibu rumah tangga, usaha untuk menghasilkan produksi sendiri dan merasa cukup dengan apa yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.

Sayyidah Fathimah as Sebagai Istri

Mendekatkan diri kepada Allah swt hanya bisa dicapai dengan menjalankan tugas. Setiap orang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat akan tetapi ia harus berpikir apa sebenarnya yang diinginkan oleh Allah swt atas dirinya. Tugas-tugas ilahi bisa dibagi menjadi tiga kelompok:

1. Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus, haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.

2. Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi istri, hamil, menyusui dan mengasuh serta mendidik anak.

3. Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.

Dengan mengenal tugas masing-masing maka seseorang akan dengan mudah dan tanpa ragu-ragu ia akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya.

Pada zaman Rasulullah ada yang bertanya kenapa kita sebagai perempuan tidak mendapatkan andil untuk berjihad? Rasulullah menjawab jihadul mar’ati husnuttaba’ul[27] (jihadnya perempuan adalah menjadi istri yang baik).

Kalau kaum laki-laki ada tugas jihad dan pahalanya sangat besar sekali, dari sisi lain kaum perempuan juga tidak ketinggalan dalam mendapatkan pahala yang sangat besar juga yaitu menjadi istri yang baik. Berdasarkan kemauan Allah swt, secara fitrah kehidupan laki-laki dan perempuan saling bergantung satu sama lainnya. Keluarga adalah satu kesatuan yang bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan adanya saling ketergantungan ini dengan bentuk yang paling baik sehingga baik laki-laki maupun perempuan bisa mencapai kesempurnaan yang diinginkan ilahi. Kesuksesan masing-masing mereka tergantung pada keharmonisan keluarga dan hubungan mereka sendiri, seorang istri bisa menjalankan tugasnya dengan baik di saat dia mendapatkan dukungan jiwa, perasaan dan ekonomi dari suaminya. Begitu juga sebaliknya suami dengan jiwanya yang tenang karena dukungan kerelaan istrinya ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Akan tetapi jika suasana rumah tangga dikuasai oleh rasa egois, kekerasan dan tidak adanya kehormatan satu sama lainnya maka kejiwaan istri dan suami akan terganggu sehingga mereka tidak akan bisa mencapai kesuksesan baik dari sisi materi maupun maknawi, tidak hanya istri tidak bisa menjalankan tugas rumah tangganya dan mendidik anaknya dengan baik akan tetapi suami pun tidak akan sukses dalam menjalankan tugas sosialnya, oleh karena itu keselamatan dan ketenangan sebuah masyarakat akan dimulai dari setiap kesatuan rumah tangga.

Secara global kejujuran dan kasih sayang serta keakraban hubungan suami istrilah yang menjadi punggung kesuksesan laki-laki maupun perempuan dan dalam menerapkan keharmonisan rumah tangga peran istri yang lebih berpengaruh dan kelihatan.

Kunci ketenangan dan keakraban dalam rumah tangga ada di tangan wanita, oleh karena itu, ketenangan jiwa dan perasaan laki dalam aktivitas sosialnya tergantung pada perilaku dan watak perempuan dalam rumah tangga. Kaidah ini berlaku pada semua bidang kehidupan laki-laki baik dari sisi kehidupan pribadi maupun masyarakat.

Laki-laki yang sukses baik dari segi materi maupun maknawi adalah karena dukungan istrinya sehingga jika ia sukses dan mendapatkan pahala istrinya juga sama seperti dia mendapatkan pahalanya juga.

Menjadi istri adalah sebuah seni seperti seni lainnya yang memerlukan adanya ketelitian, keuletan dan pemikiran. Wanita yang ingin sukses dalam menjalani seni ini ia memerlukan adanya teladan yang universal sehingga dengan meneladani teladan yang sempurna ia bisa menjalankan tugasnya dengan gaya yang paling baik. Dan yang menjadi teladan dalam seni ini tidak ada teladan yang lebih sempurna dan universal kecuali wujudnya Sayyidah Fathimah as.

Sayyidah Fathimah sejak beliau menginjakkan kakinya di rmuah suaminya; Imam Ali as, beliau selalu menerima dan beradaptasi dengan apa yang ada baik dari sisi materi maupun maknawi. Sayyidah Fathimah begitu lembut dan ceria serta menjadi pendamping setia suaminya sehingga bisa menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suaminya. Imam Ali as dalam hal ini mengatakan bahwa setiap saat aku melihat wajahnya maka hilanglah semua kesedihanku.[28]

Sayyidah Fathimah selalu berusaha untuk mendapatkan ridha kesenangan suaminya, sehingga Imam Ali a.s. sekaitan dengan beliau berkata: “Demi Tuhannya Zahra’, sampai ia meninggal dunia tidak pernah menyakiti aku dan tidak melakukan sesuatu yang membuatku tidak suka”.[29] Kalau mau kita paparkan bentuk kehidupan Sayyidah Fathimah, maka memerlukan pembahasan yang lebar akan tetapi bisa kita sebutkan antara lain bahwa beliau sangat beradab dan selalu membarengi suaminya dalam keadaan senang maupun susah, adanya perhatian penuh kepada kejiwaan suaminya dan tanggung jawab yang dipikul suaminya, berperilaku baik dan berbicara sopan serta pemaaf dihadapkan suaminya, memberikan ketenangan jiwa suami dalam menjalankan tugas dan mendidik anak-anaknya, sabar dan menerima adanya kekurangan materi, membantu kehidupan rumah tangga untuk cukup dan tidak adanya ketergantungan ekonomi keluarga pada orang lain serta mendidik anak-anaknya dengan baik.

Dengan membaca dan mempelajari kehidupan putri Rasulullah saw. di mana beliau adalah makhluk yang paling sempurna dan suci dari dosa dan dengan menelaah sabda-sabda beliau, maka kita sebagai penganutnya akan bisa menjadikan keluarga dan karakter kepribadian mereka sebagai sebuah teladan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai muslim yang cerdas tentu akan menjadikan putri Rasululullah saw sebagai teladan untuk bisa mencapai kesempurnaan. Karena sudah menjadi tabiat manusia bahwa dalam hidup manusia selalu ada yang ingin diikuti dan ditiru. Dan satu-satunya teladan yang dikenalkan oleh Rasulullah Adalah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as

Kesimpulannya bahwa kita dalam meneladani perkataan dan perilaku para sosok teladan adalah bukan dari bentuk perkataannya atau model perilakunya itu sendiri, akan tetapi maksud dan kandungannya yang harus kita pahami dan kita teladani dan harus kita sesuaikan dengan zaman kita sekarang ini, oleh karena itu, sebagai seorang mukmin kita harus selalu mencari sejarah dan mempelajarinya sehingga dari sejarah itu dengan menganalisa dan memahami kandungannya, kita teladani dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang kita alami. Kita sebagai umat Muhammad sudah disiapkan oleh Allah para sosok teladan yang harus kita teladani sehingga tidak perlu harus meneladani orang-orang yang tidak layak untuk diteladani.



[1] . Syeikh Thusy, Biharul Anwar, jilid 43, hal 18. Nasai dan Hafidh Abu Al-Qasim Dimasyqi dan lain-lainnya telah menukil hadis ini. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 160.

[2] . As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114. Faidh Al-Qadir, jilid 4 hal 421.

[3] . Mustadrak sahihain, jilid 3, hal 156. Isti’ab, jilid 2 hal 750.

[4] . Nur Al-Abshar, Syablanji, hal 52.

[5] . Ahl Al-Bait, Taufiq Abu Ilm, hal 124.

[6] . Idem.

[7] . As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114.

[8] . ‘Awalim, julid 11, hal 49.

[9] . Al-Masyru’ Ar-Ariwa, hal 86.

[10] . Ahqaq Al-Haq, jilid 1 hal 185 dan 186.

[11] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 4.

[12] . Ahl Al-Bait,hal 124.

[13]. Musnad Fathimah, Suyuthi, hal 45 dan 46.

[14] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 24.

[15] . Al-Quran, surat Najm, ayat 3 dan 4. “ Wama Yantiqu Anil Hawa In Huwa Illa WahyunYuha”.

[16] . Al-Quran, Al-Ahzab: 21.

[17] . Tafsir Al-Mizan, jilid 16, hal 305, dinukil dari kitab Jami az zelale kautsar, hal 75.

[18] . Akhlak dar Quran , Ayatullah Misbah Yazdi, jilid 1 hal 156.

[19] . Al-Quran, Al-Ahqaf: 35.

[20] . Al-Quran, AT-Tahrim: 11 dan 12.

[21] . Biharul Anwar, jilid 43, hal 22, hadis ke 20.

[22] . Idem, jilid 21, hal 279.

[23] . Amaliye syeikh shaduq, hal 457. Ghayah Al-Haram, hal 177. Dalail Al-Imamah, hal 8, Biharul Anwar, jilid 43, hal 2.

[24] . Biharul Anwar, jilid 16, hal 78. ‘Awalim, jilid 16, hal 15.

[25] . Imam Ali as berkata: “Ketika pekerjaan dalam rumah banyak sekali badan Sayyidah Fathimah menjadi lelah dan saya berkata kepadanya seandainya kamu pergi ke ayahmu meminta seorang pembantu supaya dapat membantumu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan badanmu tidak lelah seperti ini. Sayyidah Fathimah pergi ke ayahnya dan merasa malu untuk mengutarakan maksudnya dan kembali ke rumahnya sendiri. Esok harinya Rasulullah saw. datang ke rumah kami dan berkata; wahai Fathimah kebutuhanmu sama ayah kemarin apa? Saya berkata kepada Rasulullah saw. keberatan pekerjaan rumah mempengaruhi badan Sayyidah Fathimah dan melelahkannya. Saya minta kepadanya untuk datang kepada anda, Rasulullah saw bersabda apakah saya belum mengajarkan kepada kalian yang lebih baik dari pembantu? Kemudian Rasulullah mengajarkan tasbih-tasbih ini, pada saat itu Fathimah berkata tiga kali: “Aku ridha sama Allah swt dan Rasul-Nya”. Biharul Anwar, jilid 43, hal 82, hadis ke 5, di nukil dari Jami az zelale kautsar, hal 92.

[26] .ucapan Imam Khomeini di hadapan pegawai isolasi dan panti asuhan, 23/4/58, Sahifehe Nur, jilid 8 hal 18. dinukil dari Jami az zelale kautsar, hal 216.

[27] . Tuhaf Al-uqul, hal 60. Makrim Al-Akhlak, hal 215.

[28] . Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492.

[29] . Idem.

Tidak ada komentar: