Senin, 05 Februari 2007

Dari konflik Qardhawi hingga persatuan Sistani


Dari konflik Qardhawi hingga persatuan Sistani
Saleh Lapadi

Setelah lama tidak terdengar suaranya, kemarin Ayatullah Sistani mengeluarkan pernyataan. Beliau menyeru kepada seluruh kaum muslimin di Irak untuk menghentikan pertikaian yang ada. Ayatullah Sistani meminta kepada kaum muslimin untuk bersatu.

Dalam pernyataannya, Ayatullah Sistani menjelaskan bahwa perbedaan yang ada antara Sunni dan Syi'ah pada abad-abad sebelumnya semestinya tidak berakibat pada pertumpahan darah. "Semua pihak harus sadar akan pentingnya persatuan dan meninggalkan konflik yang ada", kata Ayatullah Sistani. Kelompok-kelompok yang ada hendaknya berkerja sama agar konflik yang ada menjadi reda. Untuk itu, solusi yang ada adalah mendekati masalah lewat usuluddin dan akidah. Setiap perbedaan harus diselesaikan dengan mencari titik-titik persamaan.

Dalam pernyataannya juga disebutkan bahwa bila perselisihan ini tetap berlanjut, maka yang untung bukan siapa-siapa, tapi negara yang ingin menguasai negara ini, mereka yang tamak akan kekayaan Irak!

Pernyataan tegas Ayatullah Sistani disampaikan ketika badan intelijen Amerika mengeluarkan data tentang keadaan dalam negeri Irak. Disebutkan bahwa konflik yang terjadi semakin hebat. Dan dalam laporan itu disebutkan tengah terjadi perang saudara di Irak. Penyebutan "perang saudara" juga tidak tepat untuk menggambarkan sengitnya pertikaian yang ada. Laporan ini juga memperkirakan, bila 12 hingga 18 bulan ke depan pertikaian ini tidak kunjung reda dan polisi tidak mampu berbuat apa-apa, maka kondisi Irak semakin buruk.

Menarik sekali menyimak laporan ini. Tanpa menyebutkan keberhasilan pemerintah menghancurkan jaringan teroris di sekitar Najaf, pemerintah disebut sebut sebagai lemah. Pemerintah tidak mampu menguasai keadaan dengan terbaginya masyarakat Irak menjadi Syi'ah dan Sunni. Padahal, selama ini kota Najaf dan Karbala pusat Syi'ah Irak aman-aman saja. Aksi-aksi teror yang sering terjadi malah di kawasan yang dikuasai oleh Amerika dan Inggris. Kelemahan menjaga keamanan di kawasan mereka dinisbatkan kepada pemerintah.

Amerika mungkin lupa ketika pemerintah Nouri al-Maliki berhasil menewaskan ratusan kelompok teroris army of heaven dan melukai serta menawan ratusan orang lainnya, Bush segera bereaksi dan mengatakan bahwa pemerintah Irak mampu menjaga keamanan negaranya. Sayangnya, kekurangan, bila disebut sebagai kekurangan, tidak ada pernyataan langsung dari pejabat-pejabat tinggi negara Irak bahwa yang dihancurkan oleh pemerintah bukan kelompok Syi'ah, tapi kelompok teroris yang beranggotakan kelompok teroris al-Qaedah dan partai Ba'ts. Mereka yang ditawan terbukti banyak yang tidak memiliki warga negara Irak, melainkan Arab Saudi, Yordania, Aljazair, Afghanistan dan dari negara-negara Arab lainnya. Hanya pejabat daerah Najaf dan Karbala yang membongkar identitas para teroris.

Ketidaksigapan pemerintah pusat Irak mengumumkan substansi kelompok teroris army of heaven dan mereka yang terlibat dari negara mana saja, memberikan kesempatan kepada Amerika untuk melakukan tekanan kepada pemerintah Irak. Laporan badan intelejen Amerika saat ini adalah salah satunya.

Laporan itu sengaja mengaburkan masalah dengan tidak hanya mengatakan ada dua kelompok besar yang bertikai, tapi banyak kelompok yang bermain. Berbeda dengan pernyataan pejabat-pejabat Irak dan juga Abdul Aziz Hakim menyebutkan bahwa sekalipun saat ini Irak dalam kondisi kritis, tapi kondisi bakal berubah, laporan intelejen Amerika itu menyebutkan bahwa sekalipun konflik dan kekerasan di Irak dapat ditekan, pemerintah bakal kesulitan untuk menegakkan keamanan. Sebuah usaha provokasi agar rakyat Irak tidak percaya terhadap pemerintah.

Amerika perlu tahu bahwa yang menjadi kunci terjadinya kekerasan dan aksi-aksi teror adalah keberadaan mereka dan Inggris yang diikuti oleh kaki tangannya seperti al-Qaedah dan mazhab takfir. Kondisi Itu diperburuk oleh media baik Barat dan Arab yang terus memprovokasi. Pemimpin negara-negara Arab bukannya berusaha meredam ketegangan yang ada, malah ikut memanaskan suasana dengan komentar-komentar yang muncul dengan tendensi tertentu. Ironisnya, keadaan ini dilengkapi dengan fatwa dan statemen-statemen dari Ulama yang selama ini mendukung persatuan kaum muslimin.

Setelah Qardhawi menyebutkan adanya syi'ahisasi sistematik, raja Abdullah menirukan hal yang sama. Sehingga yang terjadi mulai muncul sentimen anti Syi'ah di sebagian negara-negara Arab. Aljazeera sengaja membesar-besarkan kekhawatiran penyebaran Syi'ah di Mesir. Hal ini menimbulkan masalah baru buat orang-orang Syi'ah di Mesir. Media massa Mesir juga akhirnya ikut andil dengan memberitakan bahwa oran-orang Syi'ah melakukan dakwahnya dengan membagi-bagikan buku. Abdul Mu'thi Bayyumi, salah satu dosen al-Azhar menyebutkan: "Begitu pesatnya dakwah Syi'ah di Mesir, sehingga dalam sebulan mereka menerbitkan 10 buah buku. Di dalam buku itu diminta kepada masyarakat Mesir untuk memeluk Syi'ah".

Berkaitan dengan masalah ini, pemerintah Arab Saudi berharap agar Mesir bersikap tegas dengan penyebaran Syi'ah. Saat ini, Syi'ah lagi menebarkan bahayanya.

Sementara itu, pemerintah Mesir menyegel kantor Syura Alul Bait. Muhammad ad-Durainy selaku sekjen melakukan protes keras. Pemerintah Mesir menyita fasilitas kantor dan juga media yang ada. Ad-Durainy menambahkan: "media massa Mesir memberitakan akan ada penangkapan besar-besaran terhadap anggota institusi-institusi Syi'ah Mesir. Berita ini menunjukkan ada tendensi tertentu dibalik itu. Sebuah sikap tidak terpuji yang dilakukan terhadap anggota masyarakat yang melakukan aktivitas sesuai dengan undang-undang".

Berbeda dengan di Mesir, di Aljazair yang menentang keras keberadaan Syi'ah di sana adalah mursyid tertinggi kelompok tasawwuf Qadiriyah. Muhammad bin Buraikah, tidak hanya mursyid tertinggi Aljazair tetapi juga untuk Afrika. Ia menyebutkan, sekalipun Syi'ah di Aljazair hanya berjumlah 300 orang, namun mereka cukup berbahaya. Tingkat bahaya Syi'ah dibawah kelompok Wahabi dan orang-orang sekuler.

Penyebaran Syi'ah, di Aljazair akibat kelemahan pemerintah, akunya. Ia menginginkan agar agar pemerintah, parlemen dan mahkamah agung menyepakati adanya mufti nasional untuk Aljazair. Mufti nasional ini harus independen dan tidak bergabung dengan kementrian agama. Syarat lain yang diajukannya adalah seorang yang bakal menjadi mufti agung harus seorang alim yang menguasai masalah-masalah kontemporer dan bahasa asing.

Sebuah tanda tanya besar. Kelihatannya Ibnu Buraikah ingin menggunakan isu syi'ahisasi untuk membuat sebuah institusi baru. Dan, kelihatannya sesuai dengan syarat yang diberikan, hanya dia yang paling layak.

Lebih menarik lagi adalah mengamati ucapannya tentang hukuman mati Sadam Husein. Ia berkata: "Hukuman mati yang dilakukan terhadap syahid Sadam Husein, secara lahiriah pembalasan dendam Muqtada Shadr yang ayahnya dibunuh oleh Sadam dan pembantaian Ahli Sunah. Namun, pada hakikatnya adalah pembalasan dendam orang Parsi atas orang Arab!!!

Lain juga di Yaman. Koran al-Wasath milik Bahrain menuliskan: "Jenderal Ali Abdullah Shaleh, presiden Yaman, bersama pemimpin-pemimpin angkatan bersenjatanya sedang berencana untuk menyerang orang-orang Syi'ah yang tinggal di Utara Yaman. Orang-orang Syi'ah pro Sayyid Abdul Malik awal minggu ini terlibat adu senjata dengan pemerintah di kota Sha'dah.

Kejadian-kejadian ini memang hanya lanjutan dari rancangan besar. Semua ini terjadi ketika Amerika bermaksud menambah jumlah pasukannya di Irak. Kali ini, Bush serius untuk melaksanan rencana barunya di Irak. Dan untuk melicinkan jalannya perlu ada yang melakukan itu. Terlalu jauh untuk mengatakan bahwa upaya menekan Syi'ah Arab adalah kerjaan kaum muslimin sendiri. Apa lagi mengandaikan mereka mendapat perintah langsung dari Amerika. Namun, sadar atau tidak, yang bisa dipastikan bahwa usaha itu akan melicinkan jalan Amerika untuk bercokol lebih lama di kawasan Timur Tengah. Upaya orang-orang Sunni Arab, media Arab, ulama dan pemimpin-pemimpin Arab menekan Syi'ah Arab tidak akan menyelesaikan pertikaian yang ada di Irak. Masalahnya adalah Irak diduduki oleh kekuatan-kekuatan asing. Ini inti permasalahan yang perlu diselesaikan.

Seruan terakhir Ayatullah Sistani setelah dibekuknya kelompok teroris army of heaven merupakan solusi terbaik. Sunni dan Syi'ah memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya dan sejarah mencata itu. Namun, saat ini yang dibutuhkan adalah persatuan di antara keduanya. Syi'ah dan Sunni harus saling bahu membahu agar stablitas keamanan dalam negeri tercipta. Isu Syi'ah membantai Sunni hanyalah isu yang muncul dari kekhawatiran karena selama ini, Sunni yang berkuasa senantiasa menindas Syi'ah, sekalipun syi'ah adalah mayoritas. Itu tidak akan terjadi ketika ada tuntunan dari seorang bijak semisal Ayatullah Sistani. Bila ia pernah mengeluarkan statemen "Bahwa bila orang-orang Syi'ah di bunuh hingga setengah dari jumlah mereka saat ini, tidak akan ada pembalasan".


Tidak ada komentar: