Minggu, 08 April 2007

Keluarga Berencana: Usaha membentuk generasi yang sehat (sebelum lahir)

Keluarga Berencana: Usaha membentuk generasi yang sehat (sebelum lahir)

Emi Nur Hayati Ma’sum Said

Faktor utama dalam pendidikan mencakup; keturunan, lingkungan, kemauan dan alam luar di luar jangkauan manusia. Pendidikan tidak keluar dari lingkup kehidupan manusia. Ayat al-Quran mengatakan: “Dialah yang membersihkan mereka dan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka”. Pendidikan adalah sarana yang bertujuan untuk menyampaikan potensi manusia pada tujuan materi dan spiritual tertentu. Karena pendidikan yang menjadi telaah di sini adalah pendidikan Islam, maka tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan Ilahi. Karena pendidikan tidak lepas dari kehidupan manusia, dan manusia tidak lepas dari kehidupan masyarakat, maka pelaksanaan pendidikan pada mulanya ada dalam kehidupan rumah tangga. Untuk memulai pendidikan pada sebuah keluarga, setiap pribadi dalam keluarga harus mendidik dirinya sendiri, sebelum ia mendidik orang lain. Contoh nyatanya adalah ayah dan ibu bagi anaknya. Kedua orang tua sebelum mereka menjalin hubungan suami istri, mereka adalah calon pasangan suami istri. Islam mengajarkan berbagai aturan dalam semua bidang kehidupan. Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk membahas masalah pendidikan yang dimulai dari sejak manusia belum lahir sampai dia lahir. Sebelum manusia lahir, kedua orang tuanyalah yang bertugas untuk menyiapkan sarana bagi anaknya di kemudian hari. Sebelum pasangan suami istri menjalin ikatan sucinya ada aturan-aturan tersendiri.

Memilih Pasangan Hidup

Berkaitan dengan masalah keturunan, Islam memberikan gambaran-gambaran yang tercantum dalam hadis-hadis para maksum as seperti; “Kawinkanlah anak perempuan kalian dengan laki-laki yang sekufu dengannya, dan kawinkanlah anak laki-laki kalian dengan perempuan yang sekufu dengannya dan pilihlah rahim yang sesuai untuk nutfah kalian”.[1] selain masalah keturunan, kesekufuan adalah sebuah sarana untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Lingkungan harmonis merupakan sarana yang bagus untuk mendidik anak.

Suami istri sama-sama memiliki peran dalam pendidikan anaknya. Namun, peran istri lebih besar daripada peran suami terkait dengan masalah pendidikan anak. Oleh karena itu dalam memilih istri, harus melihat keturunan dan lingkungan hidupnya. Rasulullah saw bersabda: ”Kawinlah dengan perempuan dari keluarga baik-baik, karena keturunannya akan berpengaruh pada anak”.[2] Begitu juga pentingnya seorang suami. Syarat seorang suami harus beragama, berakhlak dan beramanat. Dalam hal ini Imam Hasan as mengatakan: “Kawinkanlah anak perempuanmu dengan laki-laki yang bertakwa. Karena, jika ia mencintai anakmu, ia akan menghormatinya, dan kalau ia tidak mencintainya, maka ia tidak akan menzalimi anakmu”.[3]

Dari hadis-hadis ini, bisa kita simpulkan bahwa syarat-syarat untuk suami tujuannya demi ketenangan hidup istrinya, dan syarat-syarat untuk istri mencakup semuanya. Karena, selain untuk lingkungan keluarga juga untuk sarana pendidikan anak baik dari sisi keturunan maupun lingkungan.

Standar yang ditawarkan oleh Islam untuk memilih pasangan hidup antara lain, masalah keilmuan dan keturunan, karena keduanya sangat berpengaruh dalam pendidikan anak. Begitu juga masalah keimanan dan akhlak yang baik.

Seseorang dalam memilih pasangan hidup jangan sampai karena kecantikan, syahwat dan kekayaan serta posisi sosialnya.

Dalam memilih pasangan hidup, Islam tidak menafikan masalah kecantikan. Namun, karena tujuan membangun sebuah rumah tangga adalah untuk mewujudkan keturunan yang suci dan baik, untuk menambah potensi dan produksi ilmu dan pengabdian, maka yang menjadi pilihan utama adalah pasangan yang beriman dan berakhlak mulia, dan pada tahap selanjutnya adalah masalah kecantikan dan kekayaan.

Keimanan adalah syarat yang harus dimiliki oleh masing-masing calon pasangan hidupnya. Seseorang bisa dikatakan beriman bila ia konsekuen dengan ajaran agama Islam. Dan ini bisa diketahui dengan beberapa cara, pertama, mengetahui lewat teman dekatnya. Kedua, tingkah lakunya harus diawasi dalam beberapa waktu. Ketiga, tingkah laku kesehariannya menunjukkan cara berpikirnya.

Satu lagi yang tidak boleh dilupakan dalam memilih pasangan hidup adalah setingkat dari sisi keilmuan dan bisa memberikan keturunan. Dalam Sahih, Jabir bin Abdullah berkata: “Kami berada di sisi Nabi saw dan beliau bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik wanita di antara kalian adalah wanita yang subur, penuh kasih sayang dan terhormat dalam keluarganya, serta taat kepada suaminya”.

Abdullah bin Sinan meriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Wahai Rasulullah! saya mempunyai sepupu (anak paman saya), dia cantik dan beragama akan tetapi mandul, Rasulullah saw menjawab: “Jangan kawin dengannya, karena Yusuf bin Ya’kub bertemu dengan saudaranya dan bertanya kepadanya, wahai saudaraku! Bagaimana kamu bisa kawin dengan wanita-wanita setelahku? Ia menjawab: “Ayahku memerintahkanku dan berkata: “Kalau bisa menghasilkan keturunan yang bisa memenuhi bumi dengan tasbih maka lakukanlah!”. Keesokan harinya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan menyampaikan ucapan itu dan Rasulullah saw berkata kepadanya: “Kawinlah dengan wanita yang jelek tapi subur, karena pada hari kiamat aku akan bangga dengan banyaknya kalian”. Perawi berkata: “Aku bertanya kepada Imam Shadiq as: “Apa maksudnya jelek?” beliau menjawab: “Mukanya tidak cantik”.

Kesimpulan dari riwayat ini adalah bahwa Rasulullah saw melarang kawin dengan wanita mandul dan dengan dasar ucapan Ya’kub beliau berdalil dan memerintahkan hendaknya mewujudkan keturunan yang beriman walaupun kawin dengan wanita yang rupanya jelek. Jelas bukan berarti kawin dengan wanita yang buruk rupa hukumnya sunah, karena sabda-sabda Rasulullah akan memperjelas masalah ini sebagaimana sabdanya yang berbunyi: “Sebaik baik wanita umatku adalah yang paling cantik wajahnya dan yang paling sedikit maharnya”. Oleh karena itu, maksud Rasulullah saw adalah kesuburan istri dan banyaknya ia melahirkan anak. Demikian juga bila ragu; kawin dengan wanita yang cantik dan mandul, atau dengan wanita jelek yang subur? Maka yang kedua lebih ditekankan. Begitu juga ucapan Ya’kub menjelaskan bahwa memperbanyak anak yang beriman dalam semua agama adalah sunah.

Dalam Sahih Muslim diriwayatkan dari Imam Baqir as bahwa Rasulullah saw bersabda: “Kawinlah dengan wanita yang belum pernah kawin dan subur dan jangan kawin dengan wanita cantik tetapi mandul, karena pada hari kiamat aku akan bangga dengan banyaknya jumlah kalian”.

Memutuskan untuk memiliki anak

Anggota sebuah rumah tangga terdiri dari suami dan istri, ketika mereka masih belum mendapatkan anak. Ketika mereka mau memutuskan untuk memiliki anak, maka keputusan itu harus diambil secara bersamaan. Tidak benar jika istri memutuskan sendiri untuk memiliki anak, sedangkan suaminya tidak menyetujuinya. Demikian juga sebaliknya, hanya suami saja yang ingin memiliki anak, sementara istrinya tidak siap. Karena ketika tidak adanya kesepakatan bersama dalam memutuskan untuk memiliki anak, maka yang menjadi korban pertama adalah anak itu sendiri.

Dalam memutuskan untuk memiliki anak ada beberapa tolok ukur yang harus diperhatikan.

Pertama, tolok ukur pribadi, yakni mewujudkan keturunan yang suci dan baik, dan mewujudkan sedekah jariah, yakni anak yang dilahirkan adalah anak yang berkepribadian baik. Mengapa dikatakan sedekah jariah? Karena bila anak yang dilahirkan adalah anak saleh, maka ia bagi orang tuanya sebagai sedekah jariah yang pahalanya tidak akan terputus. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tiga pahala yang senantiasa mengalir: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang mendoakan orang tuanya”.

Kedua, tolok ukur sosial, yakni melanjutkan budaya Islam dalam pancaran orang-orang yang konsekuen dengan ajaran Islam dan menyebarluaskan pemikiran Islam dalam lingkup tingkah laku sosial.

Yang perlu diperhatikan dalam memutuskan untuk memiliki anak yang suci dan baik adalah sebagai berikut:

Tata cara Berhubungan Seks

Masalah lain selain memilih pasangan hidup, untuk menyiapkan sarana pendidikan anak adalah hubungan sehat antara suami istri. Karena hubungan sehat orang tua akan menjadi teladan bagi anak-anaknya, dan anak juga akan menghormati orang tuanya. Hubungan suami istri di sini adalah hubungan mereka sebelum anaknya lahir artinya suami istri sebelum berencana untuk memiliki anak, hendaknya mereka menjaga aturan hubungan seks sesuai dengan aturan Islam, baik dari segi tempat, waktu maupun kondisi psikologis suami istri. Sebagaimana wasiat Rasulullah saw kepada Imam Ali as:

Wahai Ali! Ketika pengantin wanita memasuki rumahmu dan duduk, maka lepaslah sepatunya dan basuhlah dengan air. Air bekas siraman tersebut siramkan keluar pintu. Jika kamu lakukan hal ini, maka Allah menjauhkan 70 macam kefakiran dari rumahmu dan memberikan 70 berkah ke dalam rumahmu dan memberikan 70 berkah dan rahmat terhadapmu juga istrimu dan semua lingkungan rumah dan menyelamatkan pengantin dari penyakit gila, lepra dan belang selama tinggal dalam rumah ini.

Wahai Ali! Dalam Minggu pertama laranglah istrimu dari memakan asam acid susu, cuka, ketumbar, apel masam.

Imam Ali bertanya: “Mengapa?” Rasulullah saw menjawab: “Karena bisa membuat rahim menjadi mandul dan dingin dan tikar jelek yang ada di samping rumah lebih baik dari wanita yang mandul”.

Imam Ali bertanya: “Bagaimana pengaruhnya?” Rasulullah saw menjawab: “Jika dalam keadaan haid (menstruasi) memakan cuka maka haidnya tidak bisa selesai, dan ketumbar dalam perut bisa menghancurkan haid sebelum dia keluar dan bisa menyusahkan kelahiran, apel masam bisa menghentikan haid sebelum waktunya selesai, dengan demikian akan mengakibatkan munculnya penyakit. kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya:

Wahai Ali! Di awal, pertengahan dan akhir bulan jangan melakukan hubungan seks karena penyakit gila, lepra dan belang akan mengancam istri dan anakmu. (Artinya jika terjadi pembuahan pada saat itu).

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks dengan istrimu setelah zuhur (tergelincirnya matahari) karena jika terjadi pembuahan pada saat itu, maka mata anak akan juling dan setan merasa senang dengan julingnya mata manusia.

Wahai Ali! Pada saat berhubungan seks jangan bicara, karena kemungkinan akan menyebabkan tuli pada anak.

Wahai Ali! Pada saat melakukan hubungan seks jangan melihat kemaluan istrimu, karena bisa menyebabkan kebutaan pada anak.

Wahai Ali! Pada saat kamu dalam keadaan junub di tempat tidur, jangan membaca al-Quran, karena aku takut api turun dari langit dan membakarmu.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks dengan istrimu maka siapkan 2 kain (sapu tangan) satu buatmu dan satu lagi untuk istrimu, bersihkanlah diri kalian dengan kain masing-masing, karena kalau dengan satu kain (untuk berdua) artinya syahwat di atas syahwat, maka akan menyebabkan pertengkaran dan permusuhan yang akibatnya adalah perceraian.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks pada malam hari raya, karena jika kamu dapatkan anak pada saat itu, maka dia akan menjadi orang yang selalu melanggar janji, dan dia nanti baru akan memiliki anak di saat usianya sudah tua.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks dalam keadaan berdiri karena ini adalah pekerjaan keledai, jika kamu dapatkan anak pada saat itu maka anakmu seperti keledai, kencing di atas tempat tidurnya.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks pada malam hari raya idul Adha (kurban) karena jika kamu dapatkan anak pada saat itu, maka anakmu akan memiliki 6 atau 4 jari.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks di bawah sinar matahari kecuali kamu halangi dengan kain (beratap), karena jika kamu lakukan dan mendapatkan anak pada saat itu, maka dikhawatirkan anakmu akan hidup dalam kefakiran dan kesusahan sampai mati.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks di bawah pohon yang berbuah, karena jika didapatkan anak pada saat itu maka dia akan menjadi pembunuh, penyiksa dan pemimpin yang zalim.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks di antara waktu azan dan iqomat karena jika didapatkan anak pada saat itu maka dia akan haus darah (suka membunuh orang).

Wahai Ali! Jika istrimu dalam keadaan hamil maka berwudulah jika kamu mau melakukan hubungan seks dengannya, karena jika tanpa wudu akan menyebabkan anakmu buta hati dan kikir.

Wahai Ali! Jangan melakukan jima’ (hubungan suami istri) pada nisfu Syaban (15 Syaban).

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks pada 2 hari terakhir bulan, karena jika dapat anak pada saat itu maka anak akan menjadi fakir dan selalu membutuhkan.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks pada saat saudara perempuan istrimu berkeinginan untuk membantu orang zalim yang akan menyiksa dan membunuh orang-orang yang tidak berdosa.

Wahai Ali! Ketika kamu berhubungan seks bacalah doa ini:

"اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَ جََنِّبِ الشَّيْطَانَ مِمَّا رَزَقْتَنِيْ"

Artinya: Ya Allah jauhkanlah saya dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepada saya.

Jika kamu dapatkan anak maka setan tidak bisa mengganggunya.

Wahai Ali! Jangan berhubungan seks di atas atap gedung, karena jika kamu dapatkan anak pada saat itu maka dia sebagai orang munafik, riya dan pembuat bid’ah.

Wahai Ali! Jika kamu besok mau bepergian maka malam ini jangan berhubungan seks, karena jika kamu dapatkan anak maka anakmu akan menginfakkan hartanya dijalan yang tidak benar.

"إنَّ المُبَذِّ رِيْنَ كَانُوْ إخْوَانَ الشَّيَاطِيْنَِ"

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang boros adalah sahabat setan.

Wahai Ali! Jika kamu bepergian selama 3 hari maka janganlah berhubungan seks, karena jika terjadi pembuahan dan jadi anak maka dia akan menjadi penolong orang zalim.

Wahai Ali! Lakukanlah hubungan seks dengan istrimu pada malam senin karena jika terjadi pembuahan dan jadi anak maka anakmu menjadi penghafal.

al-Quran dan rida dengan ketentuan Allah.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks dengan istrimu pada malam selasa dan jika kamu dapatkan anak pada saat itu, maka anakmu sebagai orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan percaya dengan kenabian Nabi Muhammad saw dan tidak akan disiksa bersama orang-orang musyrik, mulutnya harum, hatinya penuh kasih sayang, mulutnya suci dari menggunjing orang lain dan suci dari bohong.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks dengan istrimu pada malam Kamis dan dapat anak maka anakmu akan menjadi orang yang pandai dan berilmu.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks, setelah zuhur hari Kamis (setelah tergelincirnya matahari hari Kamis) dan dikaruniai anak oleh Allah maka sampai tua dia tidak akan didekati oleh setan dan akan menjadi seorang fakih (ahli hukum agama) dan diselamatkan oleh Allah dunia akhiratnya.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks dengan istrimu pada malam Jumat dan dikaruniai anak maka dia akan menjadi khatib(penceramah) dan halus bahasanya.

Wahai Ali! Jika kamu berhubungan seks setelah zuhur hari Jumat dan dikaruniai anak maka dia akan menjadi orang yang terkenal dan alim (pintar).

Wahai Ali! Jika berhubungan seks setelah isya hari Jumat dan dikaruniai anak maka ada harapan dia jadi orang yang saleh insyaallah.

Wahai Ali! Pada permulaan malam jangan melakukan hubungan seks dengan istrimu karena jika dapat anak ada kemungkinan dia jadi tukang sihir dan peramal dan lebih mementingkan dunianya daripada akhiratnya.

Wahai Ali! Jagalah dan amalkan wasiat ini sebagaimana aku dapatkan dan aku jaga wasiat ini dari malaikat Jibril.[4]

Melakukan hubungan seks setelah junub dalam mimpi dan belum mandi, tidak baik karena bisa menyebabkan anak gila.

Jangan berhubungan seks dalam keadaan kamu memakai semir atau pacar rambut, karena jika dapat anak maka dia akan banci.

Dalam risalah dzahabiah ada topik yang berkenaan dengan permulaan malam yang sama dengan wasiat Rasul saw:

Jangan berhubungan dengan istri di permulaan malam baik itu musim dingin atau musim panas dikarenakan penuhnya lambung, berhubungan seks dengan perut kenyang menyebabkan timbulnya penyakit apendic, ginjal, polio, wajah miring pada bagian mulut (rahang), sakit pada jari-jari khususnya jari ibu, susah kencing (keluar setetes-setetes), fatq (hernia), lemahnya penglihatan dan melakukan jima’ di akhir malam menjadikan anak cerdas.

Ketika mau melakukan hubungan seks pilihlah tempat yang bebas dari pandangan dan pendengaran orang dan jangan menghadap atau membelakangi kiblat.

Jika dalam keadaan haid (menstruasi) berhubungan seks dan kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi pembuahan (tapi ada kemungkinan sperma tetap tinggal dalam rahim dan setelah suci dari haid bisa terjadi pembuahan) maka anak akan menjadi pembenci dan musuh Ahlul bait as.

Catatan: semua topik yang tertulis di atas bukanlah penyebab secara pasti, artinya jika kamu lakukan demikian maka si fulan akan jadi begini. Namun, jika sudah terjadi, ketahuilah sebabnya adalah itu dan jangan salahkan orang lain.

Catatan:

Hitungan bulan di sini adalah bulan atau tahun hijriah qamariah (muharram , safar ....)



[1] . Wasail Asy-Syiah, jilid 14, hal 29.

[2] . Ibid. hal 296

[3] . Makarim al-Akhlak, 1408 hal 214.

[4] . Ikhtishas Syeikh Mufid, hal 132-135”.

Tidak ada komentar: