Al-Quran dan Imam Husein as
Al-Quran dan Imam Husein as
Mohsen Qaraati
Bila disebutkan bahwa al-Quran merupakan “Sayyid al-Kalam”, penghulu ucapan (Majma al-Bayan, Juz 2, hal 361), maka Imam Husein as adalah Sayyid as-Syuhada, penghulu para syahid (Kamil az-Ziyarah, hal 70).
Bila dalam Shahifah Sajjadiyah, doa ke 42, ada doa tentang al-Quran yang berbunyi “Mizan Qisth”, timbangan keadilan, dalam doa ziarah Imam Huzein as juga terdapat ungkapan “Asyhadu Annaka Qad Amarta Bil Qisth”, aku bersaksi bahwa engkau telah memerintah dengan keadilan (Jami’ al-Ahadits as-Syi’ah, juz 12, hal 481).
Bila al-Quran dianggap sebagai “Mau’izhatun Min Rabbikum”, nasihat dari Rabb kalian, (Yunus: 57), Imam Husein as pada hari kesepuluh, Asyura, mengatakan: “Jangan kalian tergesa-gesa melakukan sesuatu, hingga aku menasihati kalian dengan kebenaran! (Lawa’ij al-Asyjan, hal 26).
Bila al-Quran mengajak manusia ke arah kedewasaan dan kesempurnaan “Rusyd” (Jin: 2), Imam Husein as juga berkata: “Aku mengajak kalian menuju jalan kedewasaan dan kebahagiaan “Rasyad” (Lawa’ij al-Asyjan, hal 128).
Bila al-Quran disifati dengan kata “Azhim”, yang agung (Hijir: 87), Imam Husein as juga memiliki masa lalu yang agung “Azhim as-Sawabiq” (al-Bihar, jilid 98, hal 239).
Bila al-Quran adalah kebenaran yang pasti dan yakin “Wa Innahu Lahaqqul Yaqin” (al-Haqah: 51), dalam doa ziarah terhadap Imam Husein as ditemukan potongan kalimat yang menjelaskan bagaimana Imam Husein beribadah dengan ikhlas, hingga mencapai derajat yakin “Hatta Ataka al-Yaqin” (Kamil az-Ziyarah, hal 202).
Bila al-Quran adalah sebaik-baik pemberi syafaat “Ni’ma as-Syafi’u al-Quran” (Nahjul Fashahah, ucapan ke 833), Imam Husein as juga memiliki posisi pemberi syafaat “Warzuqni Syafa’ah al-Husein”, anugerahkan aku syafaat Imam Husein as (Ziarah Asyura).
Bila kita membaca doa ke 42 dari Shahifah Sajjadiyah yang menyifati al-Quran sebagai bendera keselamatan “Alam an-Najah”, hal yang sama dapat kita temukan dalam doa ziarah terhadap Imam Husein as bahwa beliau adalah bendera keselamatan dan hidayah “Annahu Rayah al-Hidayah” (Kamil az-Ziyarah, hal 70).
Bila al-Quran adalah penyembuh “Ma Huwa Syifa” (al-Isra’: 82), tanah dan turbah Imam Husein as juga merupakan penyembuh “Thin Qabr al-Husein Syifa Min Kulli Da’in” (Man Laa Yahdhuruhu al-Faqih, jilid 2, hal 446).
Bila al-Quran memiliki sifat menara kebijakan “Manarah al-Hikmah” (al-Hayah, jilid 2, 140), Imam Husein as juga merupakan pintu kebijakan ilahi “Assalamu ‘Alaika Yaa Bab Hikmati Rabbil Alamin” (Mafatih al-Jinan).
Bila al-Quran memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar “Fal Quran Amirun wa Zajirun” (Nahjul Balaghah, khutbah ke 182), Imam Husein as berkata: “Tujuan saya berangkat ke Karbala untuk memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar” (Sumuw al-Ma’na Fi Sumuw az-Dzat, hal 96).
Bila al-Quran adalah cahaya yang jelas “Nuran Mubina” (an-Nisa’: 174), Imam Husein as juga adalah nur dan cahaya “Kuntu Nuran Fi al-Ashlab as-Syamikhah” (Kamil az-Ziarah, hal 230).
Bila al-Quran diturunkan untuk seluruh zaman dan seluruh umat manusia “Lam Yuj’al al-Quran Li Zamanin Wa La Linasin Duna Nasin” (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 413), berkaitan dengan Imam Husein as juga demikian. Sejarah Karbala dan Asyura tidak akan pernah musnah dan senantiasa abadi, “La Yudrasu atsaruhu Wa La Yumha Rasmuhu” (Maqtal Muqarram, hal 397).
Bila al-Quran adalah buku yang memiliki berkah “Kitabun Anzalna Ilaika Mubarakun” (Shad: 29), pembantaian dan syahadatnya Imam Husein as juga merupakan berkah bagi perkembangan Islam, “Allahumma Fa Barik Lii Fi Qatlihi” (Maqtal Kharazmi, jilid 1, hal 164, ucapan ini dari Nabi Muhammad saw).
Bila dalam al-Quran tidak ada penyimpangan “Ghairi Dzi ‘Iwaj” (az-Zumar: 28), Imam Husein as tidak pernah sedetik pun berpaling dari kebenaran “Lam Tamil Min Haqqin Ila Bathilin” (Furu’ al-Kafi, jilid 4, hal 561).
Bila salah satu nama dari al-Quran adalah mulia “Innahu Laquranun Karim” (al-Waqi’ah: 77), Imam Husein as juga memiliki sifat dan akhlak yang mulia “Wa Karim al-Khala’iq” (Naf sal-Mahmum, hal 7).
Bila al-Quran memiliki sifat mulia “Wa Innahu Laquranun Aziz” (Fusshilat: 41), pada saat yang sama Imam Husein as punya slogan bahwa ia tidak akan pernah menerima kehinaan “Haihata Minna az-Dzillah” (al-Luhuf, hal 54).
Bila al-Quran merupakan tali penghubung yang kokoh untuk menyelamatkan manusia “al-‘Urwah al-Wutsqa” (al-Bihar, jilid 92, hal 31), Imam Husein as juga merupakan penyelamat manusia dan tali penghubung yang kokoh “Inna al-Husein ... Safinah an-Najah Wa al-‘Urwah al-Wutsqa” (Partu Az Azemate Husein, hal 6).
Bila al-Quran adalah bayyinah dan argumentasi yang jelas “Jaakum Bayyinatun Min Rabbikum” (al-An’am: 157), Imam Husein as juga merupakan bayyinah dan argumentasi yang jelas “Asyhadu Anaka Ala Bayyinatin Min Rabbika” (Furu’ al-Kafi, jilid 4, hal 565).
Bila membaca al-Quran diperintahkan untuk membacanya dengan tartil, teratur dan penuh kekhusyu’an “Wa Rattil al-Quran Tartila” (al-Muzammil: 4), hal yang sama ketika seseorang ingin menziarahi kuburan Imam Husein as hendaknya dengan langkah yang teratur dan penuh ketundukan kepada Allah “Wamsyi Bi Masy al-Abidi az-Dzalil” (Kamil az-Ziyarah, hal 221).
Bila al-Quran harus dibaca dengan kesedihan dan penghayatan yang dalam “Faqrauhu Bil Huzni” (Wasail as-Syi’ah, jilid jilid 4, hal 857), dalam hal membaca ziarah terhadap Imam Husein as diharapkan membacanya dengan perasaan sedih dan penghayatan yang mendalam “Fazurhu Wa Anta Kaib Syu’ats” (Kamil az-Ziyarah, hal 131).
Benar, Imam Husein as adalah al-Quran Nathiq, implementasi hidup dari kandungan al-Quran! [Saleh Lapadi]
Mohsen Qaraati
Bila disebutkan bahwa al-Quran merupakan “Sayyid al-Kalam”, penghulu ucapan (Majma al-Bayan, Juz 2, hal 361), maka Imam Husein as adalah Sayyid as-Syuhada, penghulu para syahid (Kamil az-Ziyarah, hal 70).
Bila dalam Shahifah Sajjadiyah, doa ke 42, ada doa tentang al-Quran yang berbunyi “Mizan Qisth”, timbangan keadilan, dalam doa ziarah Imam Huzein as juga terdapat ungkapan “Asyhadu Annaka Qad Amarta Bil Qisth”, aku bersaksi bahwa engkau telah memerintah dengan keadilan (Jami’ al-Ahadits as-Syi’ah, juz 12, hal 481).
Bila al-Quran dianggap sebagai “Mau’izhatun Min Rabbikum”, nasihat dari Rabb kalian, (Yunus: 57), Imam Husein as pada hari kesepuluh, Asyura, mengatakan: “Jangan kalian tergesa-gesa melakukan sesuatu, hingga aku menasihati kalian dengan kebenaran! (Lawa’ij al-Asyjan, hal 26).
Bila al-Quran mengajak manusia ke arah kedewasaan dan kesempurnaan “Rusyd” (Jin: 2), Imam Husein as juga berkata: “Aku mengajak kalian menuju jalan kedewasaan dan kebahagiaan “Rasyad” (Lawa’ij al-Asyjan, hal 128).
Bila al-Quran disifati dengan kata “Azhim”, yang agung (Hijir: 87), Imam Husein as juga memiliki masa lalu yang agung “Azhim as-Sawabiq” (al-Bihar, jilid 98, hal 239).
Bila al-Quran adalah kebenaran yang pasti dan yakin “Wa Innahu Lahaqqul Yaqin” (al-Haqah: 51), dalam doa ziarah terhadap Imam Husein as ditemukan potongan kalimat yang menjelaskan bagaimana Imam Husein beribadah dengan ikhlas, hingga mencapai derajat yakin “Hatta Ataka al-Yaqin” (Kamil az-Ziyarah, hal 202).
Bila al-Quran adalah sebaik-baik pemberi syafaat “Ni’ma as-Syafi’u al-Quran” (Nahjul Fashahah, ucapan ke 833), Imam Husein as juga memiliki posisi pemberi syafaat “Warzuqni Syafa’ah al-Husein”, anugerahkan aku syafaat Imam Husein as (Ziarah Asyura).
Bila kita membaca doa ke 42 dari Shahifah Sajjadiyah yang menyifati al-Quran sebagai bendera keselamatan “Alam an-Najah”, hal yang sama dapat kita temukan dalam doa ziarah terhadap Imam Husein as bahwa beliau adalah bendera keselamatan dan hidayah “Annahu Rayah al-Hidayah” (Kamil az-Ziyarah, hal 70).
Bila al-Quran adalah penyembuh “Ma Huwa Syifa” (al-Isra’: 82), tanah dan turbah Imam Husein as juga merupakan penyembuh “Thin Qabr al-Husein Syifa Min Kulli Da’in” (Man Laa Yahdhuruhu al-Faqih, jilid 2, hal 446).
Bila al-Quran memiliki sifat menara kebijakan “Manarah al-Hikmah” (al-Hayah, jilid 2, 140), Imam Husein as juga merupakan pintu kebijakan ilahi “Assalamu ‘Alaika Yaa Bab Hikmati Rabbil Alamin” (Mafatih al-Jinan).
Bila al-Quran memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar “Fal Quran Amirun wa Zajirun” (Nahjul Balaghah, khutbah ke 182), Imam Husein as berkata: “Tujuan saya berangkat ke Karbala untuk memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar” (Sumuw al-Ma’na Fi Sumuw az-Dzat, hal 96).
Bila al-Quran adalah cahaya yang jelas “Nuran Mubina” (an-Nisa’: 174), Imam Husein as juga adalah nur dan cahaya “Kuntu Nuran Fi al-Ashlab as-Syamikhah” (Kamil az-Ziarah, hal 230).
Bila al-Quran diturunkan untuk seluruh zaman dan seluruh umat manusia “Lam Yuj’al al-Quran Li Zamanin Wa La Linasin Duna Nasin” (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 413), berkaitan dengan Imam Husein as juga demikian. Sejarah Karbala dan Asyura tidak akan pernah musnah dan senantiasa abadi, “La Yudrasu atsaruhu Wa La Yumha Rasmuhu” (Maqtal Muqarram, hal 397).
Bila al-Quran adalah buku yang memiliki berkah “Kitabun Anzalna Ilaika Mubarakun” (Shad: 29), pembantaian dan syahadatnya Imam Husein as juga merupakan berkah bagi perkembangan Islam, “Allahumma Fa Barik Lii Fi Qatlihi” (Maqtal Kharazmi, jilid 1, hal 164, ucapan ini dari Nabi Muhammad saw).
Bila dalam al-Quran tidak ada penyimpangan “Ghairi Dzi ‘Iwaj” (az-Zumar: 28), Imam Husein as tidak pernah sedetik pun berpaling dari kebenaran “Lam Tamil Min Haqqin Ila Bathilin” (Furu’ al-Kafi, jilid 4, hal 561).
Bila salah satu nama dari al-Quran adalah mulia “Innahu Laquranun Karim” (al-Waqi’ah: 77), Imam Husein as juga memiliki sifat dan akhlak yang mulia “Wa Karim al-Khala’iq” (Naf sal-Mahmum, hal 7).
Bila al-Quran memiliki sifat mulia “Wa Innahu Laquranun Aziz” (Fusshilat: 41), pada saat yang sama Imam Husein as punya slogan bahwa ia tidak akan pernah menerima kehinaan “Haihata Minna az-Dzillah” (al-Luhuf, hal 54).
Bila al-Quran merupakan tali penghubung yang kokoh untuk menyelamatkan manusia “al-‘Urwah al-Wutsqa” (al-Bihar, jilid 92, hal 31), Imam Husein as juga merupakan penyelamat manusia dan tali penghubung yang kokoh “Inna al-Husein ... Safinah an-Najah Wa al-‘Urwah al-Wutsqa” (Partu Az Azemate Husein, hal 6).
Bila al-Quran adalah bayyinah dan argumentasi yang jelas “Jaakum Bayyinatun Min Rabbikum” (al-An’am: 157), Imam Husein as juga merupakan bayyinah dan argumentasi yang jelas “Asyhadu Anaka Ala Bayyinatin Min Rabbika” (Furu’ al-Kafi, jilid 4, hal 565).
Bila membaca al-Quran diperintahkan untuk membacanya dengan tartil, teratur dan penuh kekhusyu’an “Wa Rattil al-Quran Tartila” (al-Muzammil: 4), hal yang sama ketika seseorang ingin menziarahi kuburan Imam Husein as hendaknya dengan langkah yang teratur dan penuh ketundukan kepada Allah “Wamsyi Bi Masy al-Abidi az-Dzalil” (Kamil az-Ziyarah, hal 221).
Bila al-Quran harus dibaca dengan kesedihan dan penghayatan yang dalam “Faqrauhu Bil Huzni” (Wasail as-Syi’ah, jilid jilid 4, hal 857), dalam hal membaca ziarah terhadap Imam Husein as diharapkan membacanya dengan perasaan sedih dan penghayatan yang mendalam “Fazurhu Wa Anta Kaib Syu’ats” (Kamil az-Ziyarah, hal 131).
Benar, Imam Husein as adalah al-Quran Nathiq, implementasi hidup dari kandungan al-Quran! [Saleh Lapadi]
2 komentar:
salam,
asyik, singkat tapi mencerahka
end salam kenal
Salam
Terima kasih atas komentarnya.
Terima juga uluran tangan perkenalan dari saya
Saleh Lapadi
Posting Komentar