Senin, 22 Januari 2007

Hubungan Iran dan Arab Saudi


Hubungan Iran dan Arab Saudi
Saleh Lapadi

Sayyid Muhammad Huseini, duta besar Iran untuk Arab Saudi, dalam penjelasannya menegaskan bahwa hubungan bilateral kedua negara sangat baik. Kunjungan pejabat kedua negara volumenya bertambah semenjak Raja Abdullah naik menggantikan Raja Fahd. Hubungan kerja sama Iran dan Arab Saudi semakin menunjukkan grafik menaik.

Namun pun demikian, kelompok Wahabi garis keras tetap saja memandang negatif terhadap Iran. Hal itu dikarenakan mayoritas rakyat Iran adalah Syi’ah, begitu juga dengan pemerintahnya. Penggantian duta besarnya di Amerika yang baru menduduki posnya selama 15 bulan dan pembelaan pejabat-pejabat tinggi Arab Saudi atas sikap Amerika terhadap Iran merupakan dua faktor yang membuat Arab Saudi lebih memilih bersekutu dengan Amerika.

Sebagian analis melihat bahwa hubungan Iran dan Arab Saudi sedang mengarah pada kondisi gawat. Oleh mereka disebutkan, Iran sekurang-kurangnya sangat aktif pada tiga hal; Pertama, menyokong Hizbullah di Lebanon yang nyata-nyata adalah Syi’ah. Kedua, membantu secara penuh rakyat Palestina melalui HAMAS dan ketiga memprovokasi orang-orang Syi’ah di Irak untuk menyerang pasukan Amerika.

Pembelaan Iran terhadap Hizbullah dan orang-orang Syi’ah Irak dapat menegaskan kesyi’ahan Iran. Dan ini menunjukkan bahwa revolusi Iran bukan merupakan revolusi Islam, melainkan revolusi Syi’ah. Namun, pada kasus pembelaan Iran terhadap rakyat Palestina lewat HAMAS, yang nyata-nyata Ahli Sunah, menepis isu di atas. Pemimpin spiritual Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamene’i dengan mantap menunjukkan bahwa satu bukti keislaman revolusi Iran adalah bantuan baik materil maupun moril terhadap rakyat Palestina. Bila revolusi Iran tidak berdasarkan Islam, melainkan Syi’ah, niscaya Iran tidak akan membantu rakyat Palestina. Bantuan Iran tidak pernah atas nama Syi’ah, tapi mengatasnamakan Islam.

Pembelaan Iran terhadap kelompok-kelompok Syi’ah, yang dianalisa oleh Barat, membuat mereka semakin khawatir. Arab Saudi juga punya kekhawatiran yang sama. Kekhawatiran ini sangat beralasan karena sekitar 10 sampai 15 persen rakyat Arab Saudi adalah Syi’ah. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, kebanyakan dari mereka hidup di kawasan-kawasan kaya minyak.

Dengan memprovokasi 15 persen orang-orang Syi’ah, maka minyak yang menjadi tulang punggung perekonomian Arab Saudi menjadi guncang. Keguncangan ini akan berdampak sangat besar terhadap perekonomian dunia. Ini dipahami betul oleh pejabat-pejabat Arab Saudi dan juga Amerika.

Undangan Raja Abdullah kepada Hizbullah untuk mencarikan solusi bagi masalah dalam negeri Lebanon seharusnya dapat dilihat juga dari kaca mata ini. Begitu juga kunjungan Ali Larijani sekjen Badan Keamanan Nasional Iran kepada Raja Abdullah sebelum kedatangan Rice, menteri luar negeri Amerika, tidak lepas dari upaya menjaga stabilitas kawasan.

Keberadaan 15 persen orang-orang Syi’ah di kantong-kantong subur minyak Arab Saudi memang menyimpan masalah tersendiri buat pejabat Arab Saudi. Sekalipun ulama ekstrim Wahabi mengeluarkan fatwa bahwa Syi’ah adalah kafir, petinggi negara Arab Saudi masih tetap bersikap hati-hati mengeluarkan statemen terhadap Iran.

Itulah mengapa pada tahun kemarin, pemerintah Arab Saudi memberikan izin kepada kaum muslimin Syi’ah untuk memperingati hari Asyura. Semoga tahun ini pelaksanaan hari Asyura masih dapat dilakukan di tengah-tengah isu pertikaian Ahli Sunah dan Syi’ah yang dihembuskan oleh Barat dan ulama Wahabi.

Asyura kapan dan di mana saja...

Tidak ada komentar: