Jumat, 08 Juni 2007

Ibu rumah tangga profesi tak kenal cuti, apa lagi digaji!

Ibu rumah tangga profesi tak kenal cuti, apa lagi digaji!

Emi Nur Hayati Ma’sum Said

Kebanyakan masyarakat memandang bahwa status ibu rumah tangga berarti tinggal di dalam rumah, menganggur dan tidak punya kesibukan lain kecuali hanya mencuci pakaian, menyetrika, mencuci piring, menyapu dan mengepel rumah serta merawat anak. Menonton sinetron dan telenovela atau bahkan ngerumpi dengan tetangga sebelah dan arisan untuk mengisi waktu luang.

Ibu rumah tangga menurut sebagian wanita adalah kehilangan kesempatan kerja di luar rumah. Bila ditanya, “apa pekerjaan anda?” dengan tersipu malu menjawab, “Saya seorang ibu rumah tangga”.

Namun, masih ada yang mencoba melihat sisi-sisi positif dari status “ibu rumah tangga”. Menurut sebagian wanita menjadi ibu rumah tangga memiliki makna tersendiri. Ibu rumah tangga menurut mereka adalah belajar keterampilan lebih banyak, menambah pengetahuan, menambah wawasan dan pendidikan.

Ibu rumah tangga dengan kata lain adalah kesibukan dan pekerjaan, meskipun tidak ada yang namanya cuti. Segala jerih payahnya menjadi berharga ketika menyaksikan senyuman suaminya, ketika anaknya mengatakan “terima kasih ibu!”.

Anda termasuk kelompok yang mana?

Cara pandang seperti ini muncul karena status ibu rumah tangga tidak atau belum dibahas secara detil dan mendalam. Padahal kalau kita mau mengkajinya secara lebih dalam dan detil, kita akan menemukan bahwa status ibu rumah tangga merupakan himpunan dari berbagai macam keterampilan dan keahlian.

Kemampuan dan kecakapan yang dimiliki oleh seorang pakar tertentu yang dipelajarinya secara spesial dan membutuhkan waktu tersendiri, bisa dimiliki secara global dan ringkas oleh seorang ibu rumah tangga.

Seorang ibu rumah tangga bisa menjadi seorang “perawat” yang mengobati suami dan anak-anaknya sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa ke dokter.

Seorang ibu rumah tangga sekaligus bisa menjadi seorang “pakar makanan” yang bisa menyediakan makanan sehat buat suami dan anak-anaknya. Ketika anak dalam masa pertumbuhan ia tahu makanan apa yang harus disiapkan untuk anaknya. Ketika suami atau anaknya sakit ia tahu makanan apa yang sesuai dengan kondisi penyakit dan penyembuhan suami dan anak-anaknya.

Pada saat yang sama seorang ibu rumah tangga bisa menjadi seorang “ekonom” yang mengatur perekonomian komunitas terkecil dalam sebuah masyarakat yang bernama keluarga. Ia mengatur dengan baik pengeluaran dan biaya hidupnya sesuai dengan pemasukan yang ada. Sehingga semua kebutuhannya bisa terpenuhi dengan tanpa harus berhutang untuk menambal kebutuhannya.

Manajemen perekonomian ini tidak hanya berpengaruh pada kehidupan keluarganya saja, akan tetapi sangat berpengaruh pada perekonomian negaranya. Salah satu sebab korupsi keuangan negara yang dilakukan oleh sebagian pejabat adalah karena tidak adanya manajemen perekonomian rumah tangga. Sehingga sengaja atau tidak mereka harus menggarong uang negara dan rakyat.

Seorang ibu rumah tangga pada saat yang sama bisa menjadi seorang “psikolog” yang mampu memenuhi kesehatan dan ketenangan jiwa anggota keluarganya termasuk suami dan anak-anaknya bahkan dirinya sendiri. Di zaman modern sepeti saat ini, yang diharapkan dari seorang ibu adalah perilakunya sesuai dengan ilmu psikologi. Ia bisa menghadapi suami dan anak-anaknya dengan baik dalam segala kondisi. Hal ini juga sangat berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Karena bila setiap anggota keluarga berjiwa sehat, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan berjiwa sehat. Penyimpangan sosial yang terjadi saat ini, salah satunya adalah karena anak-anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Bila ayah dan ibu sama-sama sibuk bekerja di luar rumah, dan ketika kembali ke rumah dalam keadaan lelah, maka mereka tidak bisa menghadapi anaknya dengan baik dan maksimal. Bila hal ini berlanjut, maka yang ada adalah anak mencari perlindungan di luar rumah. Sementara orang lain belum tentu mendidiknya bahkan merusak moral dan akidahnya.

Seorang ibu rumah tangga sekaligus bisa menjadi “pengajar dan pendidik” anak-anaknya. Seorang ibu rumah tangga yang berpendidikan, ia bisa membarengi anaknya belajar dan mengerjakan PR sekolahnya. Ia bisa mengajari anaknya membaca al-Quran, belajar fikih dan akidah yang sesuai dengan agama yang dianutnya. Ia bisa mengajari anaknya menjadi manusia yang sabar, gaul, dan beradab serta sifat-sifat mulia lainnya.

Nah, di sinilah nilai seorang ibu rumah tangga. Status sebagi ibu rumah tangga tidak lebih rendah dari status kerja di luar rumah bahkan bila dilihat dari sisi positifnya sebagaimana tersebut di atas, status ibu rumah tangga sangat mulia. Mengapa demikian?

Pertama; karena jerih payahnya tidak bisa dinilai dengan materi.

Kedua; jerih payahnya tidak berdasarkan pamrih.

Ketiga; jerih payahnya tidak disaksikan oleh orang lain sehingga tidak ada unsur riya dan ingin dipuji oleh orang lain.

Keempat; jerih payahnya menghasilkan generasi-generasi yang sehat.

Seorang ibu rumah tangga pada saat yang sama bisa menjadi “tailor dan designer” untuk anggota keluarganya. Ketika seorang ibu rumah tangga memiliki keterampilan menjahit dan membuat model pakaian, maka dengan leluasa ia bisa menjahit model baju yang diinginkannya. Dari satu sisi ia merasa puas dengan apa yang dibuatnya. Dari sisi lain ia bisa membantu perekonomian rumah tangga. Dekorasi rumah bisa dibuatnya semakin indah dengan selera yang dimilikinya. Dan hal ini akan lebih membuat anggota rumah tangga merasa nyaman dengan kondisi rumah.

Seorang ibu rumah tangga bisa sekaligus sebagai “salon kecantikan” untuk anak dan suaminya. Seorang ibu rumah tangga yang memiliki kemahiran mencukur rambut dan merias sangat membantu kerapian dan kecantikan anggota keluarganya. Selain ia bisa merapikan kondisi jasmani anggota keluarganya dengan mencukur rambut anak-anak dan suaminya, mereka bisa terhindar dari penularan penyakit yang mungkin terjadi di salon-salon kecantikan umum.

Namun, ada sebagian wanita yang tidak percaya diri dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Sehingga ia memaksa dirinya bekerja di luar rumah di samping sebagai ibu rumah tangga untuk menemukan jati diri dan mengembalikan harga dirinya yang menurutnya telah hilang. Ini merupakan sebuah tekanan terhadap dirinya dari berbagai sisi. Ia merasa bangga ketika orang lain mengatakannya sebagai wanita karier. Padahal karena keegoisannya ia melakukan hal itu, dan bukan karena kecintaannya terhadap kariernya.

Menghidupkan kedudukan ibu rumah tangga

Kendati seorang ibu rumah tangga pekerjaannya yang tak kenal cuti dilakukan demi ketenangan dan ketenteraman suami dan anak-anaknya, sampai saat ini kedudukannya belum dikenal dengan baik.

Untuk menghidupkan kedudukan sebagai ibu rumah tangga ada beberapa kemungkinan:

Pertama; seorang ibu rumah tangga harus digaji, sehingga dengan leluasa ia bisa mempergunakan uangnya. Cara pandang semacam ini muncul karena anggapan bahwa status sebagai ibu rumah tangga adalah status yang rendah karena tidak ada gajinya. Segala jerih payah yang dilakukan tidak memiliki harga. Oleh karena itu jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kedudukan ibu rumah tangga dengan menggajinya.

Kedua; jerih payah seorang ibu rumah tangga tidak bisa dinilai dengan materi dan uang. Karena apa yang dilakukannya berdasarkan kasih sayang dan tujuan untuk memenuhi ketenangan dan ketenteraman anggota keluarganya. Ia merasa senang ketika bisa melakukan sesuatu yang baik untuk suami dan anak-anaknya.

Jerih payah seorang ibu rumah tangga tidak bisa dinilai dengan materi. Karena selain akan menjatuhkan nilai jerih payah itu sendiri, penilaian dengan materi akan membuat hubungan suami istri bukan lagi hubungan yang indah, melainkan hubungan yang kaku. Bagaimana mungkin seorang ibu rumah tangga akan rela mendengar ucapan suami atau anaknya “jika kamu mau mengerjakan, maka kamu akan mendapat upahnya”? Oleh karena itu, untuk menghidupkan kedudukan rumah tangga Islam menawarkan budaya tolong menolong dan pembagian kerja antara suami dan istri. Karena hal ini sangat menunjang keharmonisan sebuah rumah tangga. Seorang suami menjalankan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah, sementara istri menjalankan pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah.

Alangkah baiknya bila masing-masing suami/istri saling tolong menolong dalam mengerjakan pekerjaan di luar atau dalam rumah sesuai dengan kondisi yang dimilikinya. Kalau dalam masyarakat kebanyakan, wanita senantiasa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dalam rumah, bukan berarti itu sebagai kewajibannya. Tetapi pekerjaan itu hanya bersifat mubah untuk dikerjakannya. Wanita yang rela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dalam rumah yang lebih dikenal sebagai ibu rumah tangga, hanya sebuah kesepakatan antara suami dan istri untuk membagi pekerjaan mereka. Dan cara menghidupkan kedudukan ibu rumah tangga adalah dengan membudayakan saling tolong menolong antara suami dan istri dalam mengerjakan pekerjaan yang ada. Bila suami berharap istrinya menyambutnya dengan baik saat pulang dari kerja, maka istri juga berharap suaminya mengucapkan terima kasih atas jerih payahnya dalam rumah. Bila ini dipraktekkan oleh setiap keluarga, maka mereka akan lebih menikmati indahnya keharmonisan sebuah rumah tangga. Rumah tangga yang didasari dengan cinta dan kasih sayang akan lebih indah bila semua pekerjaan yang ada dikerjakan karena untuk mendapat ridha Allah swt dan karena kecintaan terhadap anggota keluarga dan kehidupannya.

Tidak ada komentar: